Dark Angel [END]

By anna_minerva

138K 27.4K 1.7K

"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** ... More

BAB 1 - Anastasya
BAB 2 - Korban Pertama
BAB 3 - Detektif Kembar
BAB 4 - Vicky
BAB 5 - Petunjuk Pertama
BAB 6 - Bunuh Diri?
BAB 7 - Selingkuhan
BAB 8 - Bullying
BAB 9 - Kecelakaan yang Disengaja
BAB 10 - Taksi Biru dan Sebuah Obat
BAB 11 - Surat Dari Igrid
BAB 12 - Siapa Mirai?
BAB 13 - Pencarian
BAB 14 - Kisah Si Genius
BAB 15 - Petunjuk Baru
BAB 16 - Daerah Gunung
BAB 17 - Rahasia Rumah Tua
BAB 18 - Buku Diary Tersobek
BAB 19 - Siapa Dia?
BAB 20 - Album Lama
BAB 21 - Mengumpulkan Kejanggalan
BAB 22 - Sampai Jumpa, Gadisku
BAB 23 - Bertanya Pada Ferida
BAB 24 - 1994
BAB 25 - Aku Yang Sesungguhnya
BAB 26 - Menerima Takdir
BAB 27 - Petunjuk Dari Dokter Yelena
BAB 28 - Menggeledah
BAB 29 - Ancaman
BAB 30 - Penembakan
BAB 32 - Cinta Pertama
BAB 33 - Bukti
BAB 34 - Secarik Kertas
BAB 35 - Penyusup
BAB 36 - Keyakinan
BAB 37 - Kekalahan?
BAB 38 - Julia Kecil
BAB 39 - Si Bedigasan
BAB 40 - Siapa Vanya?
BAB 41 - Seseorang yang Terlupakan
BAB 42 - Perpustakaan
BAB 43 - Penembakan (Lagi)
BAB 44 - Pria Bertopeng
BAB 45 - Kecurigaan Tersembunyi
BAB 46 - Perkelahian
BAB 47 - Bayangan
BAB 48 - Setitik Asumsi
BAB 49 - Terlambat
BAB 50 - Iris
BAB 51 - Tidak Ada Kata Terlambat
BAB 52 - Kembali
BAB 53 - Kenyataan
BAB 54 - Masa Lalu Itu
BAB 55 - Deklarasi
BAB 56 - Ambigu
BAB 57 - Ruang Bawah Tanah
BAB 58 - Cerita dan Segalanya
BAB 59 - Mirai dan Segalanya
BAB 60 - Pengungkapan
BAB 61 - Pertarungan dan Jawaban
BAB 62 - Permintaan
BAB 63 - Pertaruhan Terakhir
BAB 64 - Sampai Jumpa
BAB 65 - Usai
BAB 66 - Sesuatu yang Berharga
Epilog
Hallo, Kak !
-Sekadar Menyapa (dan curhat)-

BAB 31 - SDN Janggala

1.5K 368 18
By anna_minerva

Dean memacu mobilnya cepat melewati jalan raya. Si kembar ada di kursi belakang sembari menatap pemandangan gedung-gedung di tengah kota.

Mereka sudah merencanakan untuk pergi ke SD Negeri Janggala. Tempat di mana Mirai bersekolah sekaligus Kenny bersekolah dulu. Dean perlu beberapa ratus ribu untuk mendapatkan informasi tentang Sekolah Dasar Mirai pada bibinya---Ferida.

Tanpa dia duga, nama sekolah itu sama persis dengan sekolah Kenny dulu. Dean ingat dengan jelas dan pernah melihat ijazah Sekolah Dasar Kenny beberapa waktu yang lalu. SD Negeri Janggala tempatnya.

Mereka bertiga memutuskan untuk ke sana demi mencari tahu dengan pasti apa hubungan Kenny dan Mirai. Serta mencari tahu apakah tempat itu adalah tempat pertama yang menghubungkan Kenny, Pak Franz, Hisao dan juga Mirai.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, namun mereka semua tidak peduli dengan kelelahan yang melanda fisik dan mental mereka. Apalagi Dean merasa khawatir pada kakaknya yang menghilang saat ini. Andri dan Andre-pun sama. Namun, mereka malah menganggap hal ini seru.

Kini mereka telah sampai di depan pintu SDN Janggala. Dean segera memarkirkan mobilnya di dekat kendaraan-kendaraan lain.

Sekolah tersebut terletak di tengah kota. Jadi, selalu ramai. Apalagi tepat di depannya adalah sebuah tempat latihan futsal. Suasana menegangkan perlahan sirna dari benak mereka.

"Udah sore. Kita harus cepet." Dean berkata sambil membuka pintu mobilnya.

Mereka bertiga keluar mobil. Indra pengelihatan Dean langsung tertuju pada halaman sekolah yang masih cukup ramai. Beberapa anak bermain sepeda di sana. Ada juga karyawan-karyawan yang terlihat mondar-mandir di koridor. Tanpa basa-basi, mereka bertiga memasuki area sekolah tersebut.

Seorang pria dengan beberapa helai rambut yang telah beruban langsung memperhatikan gerak-gerik Dean dan si kembar. Dengan sedikit curiga, dia menghampiri tiga detektif absurd tersebut.

"Permisi, kalian siapa? Ada perlu apa?" Pria itu menghadang Dean dan si kembar yang ingin masuk lebih dalam lagi.

"Um, Pak, apakah saya bisa menemui seorang pengurus SD ini?" tanya Dean.

Pria itu terdiam sejenak. Dia memperhatikan Dean lebih rinci lagi. "Kenapa? Ada perlu apa?"

Dean menghela nafas panjang. "Dulu, kakak saya pernah bersekolah di sini. Sekarang, ada sebuah hal yang membuat saya harus mencari tahu siapa teman-teman kakak saya sewaktu SD."

"Siapa kakakmu?"

"Kenny van Lier. Mungkin Anda tidak mengenalnya tapi--"

"Kenny?" Pria itu menyela. "Oh, dia. Aku mengenalnya. 'Si Cerdas' begitulah julukan Kenny. Memang dia sudah puluhan tahun lulus. Tapi, dia masih diingat karena prestasi dan sumbangan pialanya pada sekolah ini." Pria tersebut terkekeh.

"Jadi?"

"Baiklah-baiklah. Aku tidak bisa menjelaskan satu-persatu teman Kenny. Hanya saja, di perpustakaan masih ada buku-buku kelulusan. Kau bisa mencari nama teman-temannya di sana."

Dean dan si kembar bersorak dalam hati. Ternyata sangat mudah membujuk pria yang terlihat garang  ini.

"Ikutlah denganku." Pria tersebut melangkah pergi. Dean dan si kembar menyusulnya dari belakang.

Di sepanjang perjalanan, pandangan Dean dan si kembar terfokuskan pada anak-anak yang tengah berlatih paduan suara. Lagu "Caro Mio Ben" menggema dengan begitu indah.

Tunggu sebentar "Caro Mio Ben" ?

Dean kembali merasakan guncangan masa lalunya. Bertahun-tahun lalu, dia ingat bahwa seorang anak laki-laki memutar lagu secara acak dan mendapati "Caro Mio Ben" tanpa sengaja.

Pertanyaannya adalah, siapa anak laki-laki itu?

"Nicholas?" Dean bergumam sendiri.

"Eh, siapa Nicholas?" tanya Andri keheranan.

Dean menggeleng. "Bukan siapa-siapa. Lupakan saja."

Tidak lama setelah itu, mereka sampai ke depan perpustakaan. Perpustakaan SDN Janggala cukup besar. Di sana terdapat banyak sekali buku-buku yang berejejer rapi di rak. Di dalam ruang perpustakaan masih ada beberapa guru yang tengah bercengkerama. Beberapa lainnya adalah murid yang sepertinya sedang mengerjakan tugas.

Dean, si kembar sekaligus pria tadi langsung masuk ke dalam. Pria itu melangkahkan kaki ke rak paling belakang di mana buku-buku alumni diletakkan.

"Kau bisa mencari tentang teman-teman sekelas Kenny di sini. Kalau nggak salah, dia lulus tahun dua ribu empat atau dua ribu lima. Aku lupa. Pokoknya, sekitar tahun itu," jelas pria itu sebelum melangkah pergi meninggalkan Dean dan si kembar.

"Tunggu. Apa di sini pernah ada murid yang bernama Nicholas?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir Dean.

Pria itu menggeleng. "Tidak tahu. Aku tidak kenal semua murid."

"Lalu Vanya?" Dean bertanya lagi.

Pria tersebut diam sejenak. Dia seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Um, sepertinya ada. Tapi aku tak tahu dia lulusan tahun berapa."

Dean-pun mengangguk. "Terima kasih."

Pria tersebut langsung melangkahkan kaki dari sana---meninggalkan Dean dan si kembar dengan buku-buku alumni yang berjejer rapi di rak tepat di hadapan mereka.

Tanpa basa-basi, Dean segera mencari buku alumni tahun 2004/2005. Tahun di mana Kenny lulus Sekolah Dasar. Tidak perlu waktu lama bagi Dean untuk menemukan buku tersebut. Buku tersebut tidak setebal yang dia kira.

Dean-pun duduk di lantai. Dia merasa bahwa dia sudah tidak punya waktu untuk mencari kursi. Andri dan Andre hanya ikut-ikutan apa yang dilakukan oleh Dean.

Jemari Dean langsung membuka satu persatu lembaran buku tersebut. Di sana tertulis jelas bahwa pada tahun 2004/2005, SDN Janggala meluluskan tiga kelas sekaligus. Kelas 6-1, 6-2 dan 6-3.

Di beberapa halaman awal, indra penglihatan Dean langsung tertuju pada foto seseorang yang amat tidak asing baginya. Seorang anak laki-laki kekar dengan senyum manis yang mengambang di bibirnya serta kulit sawo matang yang indah.

"Franz Marteen." Andri membaca nama di bawah foto yang dipandang Dean.

"Wow, luar biasa!" Andre tertawa kecil. "Selama ini Kak Ken mengenal Pak Franz."

"Saya ingin menjadi guru Bahasa Jerman suatu hari nanti. Memiliki keluarga kecil yang bahagia dan teman-teman yang setia." Dean membaca kutipan yang ada di bawah foto Pak Franz.

Ternyata, sejak Sekolah Dasar dia sudah ingin menjadi guru Bahasa Jerman. Dan mimpinya itu menjadi nyata. Dia menjadi guru bahasa asing di usianya yang masih terbilang muda.

Setelah itu, pandangan Dean kembali berkelana di foto-foto lainnya.

Tidak perlu waktu lama bagi Dean untuk menemukan foto Kenny kecil. Letaknya tidak jauh dari foto Pak Franz karena huruf pertama nama mereka berdekatan.

"Kenny van Lier---saya ingin bebas." Dean terkekeh membaca kutipan Kenny. Hanya ada tiga kata, namun entah kenapa terasa lucu---atau mungkin menyedihkan.

"Kenapa Kak Ken ingin bebas?" Andri menatap Dean dalam-dalam.

Dean menghela nafas panjang. "Seingat gue, saat SD dulu, Kenny selalu dipaksa bokap dan nyokap gue untuk terus belajar. Jadi, mungkin dia merasa terkekang gitu."

Kemudian Dean mencari foto-foto lainnya dan masing-masing nama di bawah foto-foto itu. Namun, tidak ada satupun yang dia kenali.

"Sebenarnya Kakak nyari siapa sih?" Andri mengambil album-album lain yang ada di rak buku.

"Kenny, Pak Franz, Hisao, Mirai dan... Vanya." Dean menelan ludah.

"Siapa Vanya?" Andri dan Andre bertanya serentak.

"Kata Bibi gue, dia adalah orang yang nyuruh Mirai bawa pistol ke sekolah. Dia juga ngajari Mirai hal-hal yang kejam dan mengerikan. Jadi, gue pikir Vanya adalah seorang anak yang cukup kejam. Bahkan, ketika masih SD dia udah main-main sama pistol. Nggak bisa dipungkiri kalau dia tumbuh menjadi seorang--"

"Psikopat." Andri menggigit bibir bawahnya---sama seperti biasanya. "Masuk akal sih. Tapi, siapa dia? Apakah dia adalah pemuda berkaca-mata yang ada di foto bersama Pak Franz dan kakaknya kak Eliza?"

"Gue belum tahu." Dean terdiam sejenak sembari menatap foto-foto di album yang dia bawa. Andri dan Andre bisa melihat sebuah kegelisahan di dalam mata Dean. Ada sesuatu yang mengganggu si ketua basket itu.

"Kak?"

"Tapi, bertahun-tahun lalu, gue punya temen yang namanya Nicholas---seinget gue itu. Dan dia memperkenalkan gue sama seorang kakak-kakak SMA yang bernama Vanya. Dia... entah kenapa gue merasa kalau dia adalah Vanya yang sama dengan yang dikatakan Bibi Ferida." Dean mulai menggigit jemarinya.

"Hanya karena namanya sama, jangan berfikir kalau mereka adalah orang yang sam--"

"Ndri, asal lo tahu, Vanya yang gue kenal dari Nicholas adalah sosok pemuda yang manipulatif, sombong dan kejam. Dia hobi menipu orang lain, dia seakan merasa unggul dibandingkan yang lain dan dia suka bermain-main dengan hewan---seperti kucing, anjing dan burung-burung kecil. Tapi, gue nggak terlalu inget gimana ciri fisik pemuda itu."

Andre menghela nafas dalam-dalam. "Lalu, siapa Nicholas?"

Dean terdiam sejenak. Dia seakan berfikir terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan Andre. "Dia teman gue. Sama seperti Vanya---gue udah lupa. Sejujurnya, gue nggak ingin inget tentang Nick dan apapun lagi tentangnya."

"Mengapa?" Sekali lagi, Andri dan Andre bertanya secara serentak.

"Kalian nggak perlu tahu." Dean tersenyum---menampilkan lesung pipinya yang memukau itu. Kemudian tangannya kembali meraih album-album yang sudah diambil Andri tadi.

Di album itu tertulis "Alumni 2006/2007". Entah kenapa album itu sedikit rusak karena terkotori oleh sesuatu. Namun, Dean tetap membukanya sebab di tahun itu-lah Mirai lulus Sekolah Dasar.

Dean kembali membuka album foto itu. Dia membuka satu persatu halaman itu perlahan. Siapa tahu ada sebuah wajah yang dia kenali di sana. Dan ternyata benar saja. Dia menukan sebuah wajah yang amat tidak asing namun tidak dia kenali.

Foto itu terletak di bagian paling atas sebelah kanan. Hanya bagian atas-lah yang bisa dengan jelas di lihat gambarnya sebab bagian bawahnya tertutup oleh tinta yang tumpah. Sebenarnya, foto itu juga terpercik sedikit tinta, namun tetap jelas dilihat.

"Ini bukannya si pemuda berkaca-mata?" Dean menyodorkan album itu pada Andri dan Andre. "Gue yakin jelas. Di album-album foto kakaknya Eliza, pemuda itu seperti ini---sangat mirip meski saat itu dia udah lumayan dewasa. Dan juga di foto berlaminasi---tidak ada bedanya."

"Secara fisik memang mirip. Tapi, saat ini dia tengah tidak memakai kaca-matanya. Xixixi." Andri tertawa kecil.

Sayangnya, Dean tidak melihat namanya di bawah. Tepat di bagian yang harusnya tersisi nama tertumpai sesuatu---semacam tinta. Hal tersebut juga membuat foto-foto di sekitarnya juga ikut tidak jelas. Sepertinya, itu bukanlah hal yang disengaja.

Meski begitu, jelas bahwa namanya berinisial antara huruf "G"sampai huruf "N". Sebab di foto pertama paling pojok kiri memiliki nama awalan "G". Foto itu sedikit terpercik tinta namun masih bisa menampakkan nama yang tertulis. Sedangkan foto pertama di halaman belakangnya sudah mulai huruf "O". Tapi, jika tiba-tiba "N" mungkin terlalu jauh. Jadi bisa dipastikan kalau namanya berawalan dari huruf yang tidak terlalu jauh dari huruf "G".

"Okay, jadi dia bukan Vanya 'kan?" Andre bertanya.

"Boleh jadi bukan. Tapi, boleh jadi boleh. Mungkin 'Vanya' itu nama tengah atau nama belakangnya. Yah, meski jarang ada orang yang manggil pakai nama belakang---kalau-pun ada, pasti orang itu nggak terlalu dekat sama si pemanggil. Secara Mirai kayaknya udah kenal banget sama Vanya. Nggak mungkin juga kalau dia manggil pakai nama belakang." Dean terlihat berfikir.

"Lalu, gimana kalau Vanya adalah nama panggilan. Kayak nama nama asli kami---Averlyn Averlyan bisa dipanggil Andri Andre." Andre memegangi janggutnya.

"Okay. Gimana kalau kita coba periksa halaman di mana inisial 'V' berada. Kalau ada yang namanya Vanya, maka si pemuda berkaca-mata itu bukan Vanya." Andri mengusulkan.

Dean langsung membuka halaman-halaman belakang di mana nama awalan huruf "V" terjejer rapi. Tidak banyak nama dengan inisial tersebut. Tapi, nama "Vanya" benar-benar ada di sana.

"Tuh, kan!" seru Andri.

"Vanya Faizal Khair." Jemari Dean menunjuk foto seorang anak laki-laki yang terlihat biasa-biasa saja. Seorang anak laki-laki dengan senyum mengambang manis serta bentuk tubuh yang tegap seperti Pak Franz.

"Rasanya bukan dia... Bukan! Cobalah ingat-ingat Dean!!! Bagaimana wajah pemuda itu." Dean menggerutu dalam hatinya. Dia sama sekali tidak mengingat pemuda yang dikenalkan Nicholas padanya bertahun-tahun lalu. Hanya namanya saja yang dia ingat.

Hanya nama Vanya yang melekat di otak Dean sebab Dean sendiri ingin melupakan kisah kelamnya di masa kecil. Dan sekarang dia sudah benar-benar lupa. Lalu, mengapa ingin mengingatnya lagi?

Bahkan Dean tidak ingat dengan Nicholas ataupun anak laki-laki sok superior yang hobi memakai topi biru. Jejak-jejak itu telah hilang selama bertahun-tahun semenjak Nicholas memutuskan untuk pindah. Mulai saat itu, Dean benar-benar merubah hidupnya yang menyedihkan---melupakan Nicholas dan segala sesuatu yang menyangkut tentang Nicholas.

"Kak." Andri menepuk bahu Dean. "Sebenarnya, Kakak ingin mencari tahu siapa si pembunuh atau... atau kepingan masa lalu Kakak?"

Dean terdiam sejenak. Dia meletakkan album itu di lantai. Entah kenapa, dia merasa benar-benar terguncang.

"Igrid bilang kalau si pelaku dekat banget sama gue. Vicky juga bilang begitu. Dan gue yakin mereka nggak bohong. Oleh karena itu gue mulai ambigu dan mencurigai orang-orang di sekitar gue." Dean menundukkan pandangannya---menghindari menatap kedua bola mata si kembar yang serba tahu itu. "Memang hanyalah sebuah insting tak berdasar, tapi entah kenapa gue juga merasa begitu. Rasanya dia juga benar-benar deket sama gue. Apalagi ketika gue lihat anjing gue di gantung di atas lampu---seperti yang gue ceritain tadi. Jadi, sudah bisa dipastikan kalau dia bener-bener dekat."

"Kakak tenang aja. Kami selalu bantu Kakak. Bahkan kalau khasus ini berlangsung seratus tahun-pun, kami masih bersedia mengungkapkannya." Andri memasang senyumnya yang memukau.

"Alright, mari kita periksa lagi. Sekarang ada dua kemungkinan, Vanya adalah si Faizal Khair ini dan kemungkinan yang satu adalah Vanya ini orang lain," kata Andre.

Mereka kembali membuka album alumni itu. Di sana terdapat foto Hisao---kakak tertua Eliza dan juga Mirai. Bisa dipastikan bahwa Hisao, Mirai dan mungkin juga Vanya merupakan anak dari kelas yang sama. Sedangkan Kenny dan Pak Franz merupakan kakak kelas mereka bertiga.

"Well, sekarang jelas kalau mereka berlima memiliki hubungan. Dan foto-foto yang berkaitan cuma mereka berlima. Yah, meskipun Kenny nggak ikut. Seinget gue, Kenny orangnya jarang foto dan males foto. Jadi, mungkin dia adalah orang yang memotret mereka berempat." Dean memegangi janggutnya.

"Atau mereka berempat sebenarnya sedang dijebak sama si pembunuh yang asli? Maksudku, mereka berempat 'kan kenal Mirai, jadi mereka seakan disalahkan gitu. Awalnya kita semua curiga sama Pak Franz, lalu sekarang Kak Kenny yang seakan diseret-seret. Kalau Kak Hisao 'kan lagi koma---jadi mustahil---kupikir begitu. Lalu sampai sekarang si pemuda misterius ini belum diketahui keberadaannya, jadi dia belum bisa diseret." Andre mengatakan opininya.

"Bener! Kamu pinter ternyata! Karena mereka yang deket sama Mirai---mereka yang diseret-seret. Pun, perlu diketahui kalau si pembunuh yang asli itu genius level dewa. Jadi dia seakan mengkambing-hitamkan temen-temen Mirai soal kejadian ini," kata Andri.

Mereka bertiga terdiam sejenak. Meski begitu, Andri terlihat tengah berfikir keras.

"Um, jadi, SD ini 'kan yang menjadi tempat pertemuan awal sekawan misterius ini?" Andre kembali membuka percakapan.

Dean dan Andri mengangguk secara bersamaan.

Tidak lama setelah perbincangan itu. Bapak yang tadi kembali menghampiri mereka bertiga.

"Kalian nggak pulang sekarang? Saya sudah mau menutup pintu masuk," katanya.

Dean dan si kembar menggeleng.

"Nanti ya Pak, pliss." Andri memasang ekspresi memelas.

"Oh ya, Pak. Dulu di sini ada yang bernama Mirai Kanae?" Dean menunjukkan foto Mirai yang ada di album.

Bapak itu terdiam sejenak. Dia berusaha berfikir mengingat-ingat nama Mirai Kanae di dalam benaknya. "Oh, gadis Jepang itu, ya? Anaknya Ferida van Lier kalau nggak salah---mungkin sepupu Kenny."

"Bukan!" seru Dean. "Dia cuma anak angkat Ferida. Nggak ada hubungannya sama keluarga van Lier."

Bapak itu hanya manggut-manggut.

"Pak, apa di sini ada yang bernama Vanya kecuali Vanya Faizal Khair?" Andri bertanya.

"Aku sudah lupa. Aku-pun tak ingat semua nama-nama murid."

Tidak lama setelah opini-opini itu disampaikan. Dean merasa bahwa ponselnya berdering. Dia langsung merogoh ponselnya di dalam saku. Dia-pun langsung menerima panggilan masuk tersebut.

"Ya, Eliza. Ada apa?" tanyanya.

Setelah Eliza mengatakan sesuatu, ekspresi Dean berubah menjadi muram. Tangannya gemetar, dia tidak percaya apa yang dikatakan oleh Eliza di balik ponsel sana.

Andri dan Andre hanya melongo melihat Dean yang seakan ketakutan. "Kak, ada apa?"

Dean mematikan panggilan itu. Dia menelan ludah. Keringat dingin langsung membasahi wajahnya.

"Kak?" Andri dan Andre berusaha membangunkan Dean dari lamunannya.

Dean menelan ludah sekali lagi. "Ko-korban selanjutnya sudah ada. Sa-sama seperti yang ibu kalian katakan. Dia ditembak."

Andri dan Andre langsung membelakkan matanya. Mereka menatap satu sama lain---tidak menyangka kalau prediksi itu benar.












Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 336 32
Zara sama seperti gadis lainnya, menyukai murid baru yang tampan, Alvan. Sebuah keberuntungan, cowok itu duduk sebangku dengan Zara. Namun, sesuatu m...
1.7M 19.8K 106
[ ๐—–๐—ข๐— ๐—ฃ๐—Ÿ๐—˜๐—ง๐—˜๐—— ] ๐—ก ๐—˜ ๐—ช ๐’๐”๐ƒ๐€๐‡ ๐ƒ๐ˆ ๐‘๐„๐•๐ˆ๐’๐ˆโ˜‘๏ธ โš ๏ธ๐‚๐‹๐Ž๐’๐„ ๐‘๐„๐๐”๐„๐’๐“โš ๏ธ ๐˜‰๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ช๐˜ด ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ...
377K 25.7K 36
Berisi tentang kekejaman pria bernama Valter D'onofrio, dia dikenal sebagai Senor V. Darah, kasino, dan kegelapan adalah dunianya. Tak ada yang dapat...
7.1K 1.1K 34
[1] "Zura udah 19 tahun sekarang, lo masih mau nunggu?" Tanya Keenan sambil meneguk cappuccino hangat miliknya. Jearsa menyibak rambut kemudian sedik...