Dark Angel [END]

By anna_minerva

138K 27.4K 1.7K

"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** ... More

BAB 1 - Anastasya
BAB 2 - Korban Pertama
BAB 3 - Detektif Kembar
BAB 4 - Vicky
BAB 5 - Petunjuk Pertama
BAB 6 - Bunuh Diri?
BAB 7 - Selingkuhan
BAB 8 - Bullying
BAB 9 - Kecelakaan yang Disengaja
BAB 10 - Taksi Biru dan Sebuah Obat
BAB 12 - Siapa Mirai?
BAB 13 - Pencarian
BAB 14 - Kisah Si Genius
BAB 15 - Petunjuk Baru
BAB 16 - Daerah Gunung
BAB 17 - Rahasia Rumah Tua
BAB 18 - Buku Diary Tersobek
BAB 19 - Siapa Dia?
BAB 20 - Album Lama
BAB 21 - Mengumpulkan Kejanggalan
BAB 22 - Sampai Jumpa, Gadisku
BAB 23 - Bertanya Pada Ferida
BAB 24 - 1994
BAB 25 - Aku Yang Sesungguhnya
BAB 26 - Menerima Takdir
BAB 27 - Petunjuk Dari Dokter Yelena
BAB 28 - Menggeledah
BAB 29 - Ancaman
BAB 30 - Penembakan
BAB 31 - SDN Janggala
BAB 32 - Cinta Pertama
BAB 33 - Bukti
BAB 34 - Secarik Kertas
BAB 35 - Penyusup
BAB 36 - Keyakinan
BAB 37 - Kekalahan?
BAB 38 - Julia Kecil
BAB 39 - Si Bedigasan
BAB 40 - Siapa Vanya?
BAB 41 - Seseorang yang Terlupakan
BAB 42 - Perpustakaan
BAB 43 - Penembakan (Lagi)
BAB 44 - Pria Bertopeng
BAB 45 - Kecurigaan Tersembunyi
BAB 46 - Perkelahian
BAB 47 - Bayangan
BAB 48 - Setitik Asumsi
BAB 49 - Terlambat
BAB 50 - Iris
BAB 51 - Tidak Ada Kata Terlambat
BAB 52 - Kembali
BAB 53 - Kenyataan
BAB 54 - Masa Lalu Itu
BAB 55 - Deklarasi
BAB 56 - Ambigu
BAB 57 - Ruang Bawah Tanah
BAB 58 - Cerita dan Segalanya
BAB 59 - Mirai dan Segalanya
BAB 60 - Pengungkapan
BAB 61 - Pertarungan dan Jawaban
BAB 62 - Permintaan
BAB 63 - Pertaruhan Terakhir
BAB 64 - Sampai Jumpa
BAB 65 - Usai
BAB 66 - Sesuatu yang Berharga
Epilog
Hallo, Kak !
-Sekadar Menyapa (dan curhat)-

BAB 11 - Surat Dari Igrid

2K 458 54
By anna_minerva

Kedua bocah dengan wajah sama persis itu berlarian menaiki tangga. Sebenarnya di gedung itu memiliki lift, namun mereka terlalu aktif untuk berdiam diri menunggu lift sampai ke atas. Tidak perlu waktu lama bagi kaki-kaki mereka menaiki tangga dari lantai satu sampai lantai sembilan.

Sampailah mereka ke atap gedung itu. Tempatnya luas tanpa ada satupun benda yang menghalangi mata memandang. Dari atas sana, mereka bisa melihat pemandangan jalan raya yang ramai. Satu persatu kendaraan melesat dengan cepat, beberapa lainnya diam terparkir.

Sesekali Andri dan Andre ingin melompat dari sana. Bukan berarti mereka tidak ingin hidup lagi, namun semata-mata untuk menghabisi rasa penasaran mereka. Mereka penasaran apa yang akan terjadi jika mereka lompat dari gedung itu, mereka juga ingin merasakan sensasi terombang-ambing di udara. Namun pada akhirnya mereka enggan melakukannya. Mereka masih takut mati.

Di sana terdapat seorang pria dengan jas putih. Dia berdiri menatap ramainya jalanan. Sesekali menarik nafas panjang dan membuangnya beserta keletihan yang bergemuruh di dalam jiwanya.

Namanya adalah Kenny van Lier, kakak kandung Dean. Dia memiliki fisik yang sangat mirip dengan Dean, bertubuh atletis. Mata elang dan alis menukiknya sama dengan Dean. Yang membedakan Dean dan Kenny adalah lesung pipi. Jika Dean memiliki lesung pipi di sebelah kiri, maka Kenny memiliki lesung pipi di sebelah kanan. Dean juga selalu memperhatikanan penampilannya. Dia selalu menjaga karisma dan kewibaannya sebagai seorang ketua klub basket. Sedangkan Kenny tidak pernah peduli pada penampilan sama sekali. Dia sudah terlalu tertekan karena pekerjaan.

Kenny adalah lulusan farmasi yang saat ini bekerja menjadi peneliti obat di sebuah laboratorium. Jauh sebelum Dean mengenal Andri dan Andre, Kenny sudah akrab dengan dua bocah kembar itu. Mereka sering bermain di laboratorium. Kenny terhipnotis oleh tingkah dan pola pikir si kembar itu. Ah, mereka memang menggemaskan, mampu membuat siapa saja jatuh cinta.

"Hai Kak Ken, sepertinya kau sedang membolos." Andri menepuk pundak Kenny.

Kenny menoleh, dia melihat Andri dan Andre berdiri tepat di belakangnya sengan senyum yang mengambang, sama seperti biasanya.

"Aku hanya ingin menghirup udara segar. Di dalam hanya ada bau obat, aku muak," jawab Kenny.

Andre mengeluarkan kertas kecil dari sakunya. Kertas itu berisi obat aneh yang dia temukan di rumah pak James tadi.

"Kak, jika kau tidak keberatan, bisa kau cari tahu apa ini?" tanya Andre sambil memberikan kertas itu pada Kenny.

Kenny meraih kertas itu dan membukanya. Dia menemukan sebuah pil berwarna putih gading yang mencolok, bentuknya aneh. Kenny tidak pernah melihat pil seperti itu sebelumnya.

"Aku tidak pernah melihat yang seperti ini. Tapi kau tenang saja, aku akan segera mencari tahu apa ini." Kenny memasukkannya ke saku jasnya. "Apa cuma ini hasil dari misi kalian?"

Andri dan Andre mengangguk secara bersamaan.

"Kenapa? Apa khasus ini rumit atau Dean mengganggu kalian dalam penyelidikan?" tanya Kenny.

"Khusus ini rumit, Kak. Tapi Kak Dean tidak mengganggu kami, dia malah banyak membantu."

"Oh syukurlah, ku kira dia hanya menjadi benalu."

Andri dan Andre terseyum tanpa alasan. Wajah mereka terlihat lelah, warna peach di pipi mereka juga mulai terlihat pudar entah karena mereka semakin besar atau karena mereka terlalu banyak berfikir. Namun kedua bocah itu masih terlihat menggemaskan, meski usianya sudah hampir menginjak lima belas tahun.

"Kami ingin menemui ayah dulu, Kak. Sampai jumpa!" seru Andri.

Andri dan Andre melangkah pergi meninggalkan Kenny yang masih mematung di tempatnya sambil menatap ramai nya jalanan.

"Kenapa anak-anak itu tidak bisa mengerti, sedikit saja." Sekali lagi, Kenny menghela nafas panjang.

~~~

Malam harinya, Eliza melakukan kegiatan yang dia sukai. Belajar. Sudah lama sekali dia mogok belajar karena khasus-khasus yang dia tangani. Meskipun saat ini otaknya masih tidak dapat berkonsentrasi, dia tetap memaksakan diri untuk membaca beberapa buku pelajaran.

Biasanya Hideki selalu mengganggu adiknya. Mulai dari mengejutkan Eliza dari belakang sampai mematikan listrik supaya lampu ikut mati dan Eliza tidak jadi belajar. Namun, kali ini Hideki terlihat sedikit tenang. Dia hanya menagap Eliza dari kejauhan. Hal tersebut malah membuat Eliza bingung dan tidak nyaman.

"Ngapain sih lo? Biasanya kalo gue belajar kayak gini, lo jogetan," kata Eliza.

"Nggak apa-apa kok." Hideki menjawab, namun matanya tidak menuju kearah Eliza.

Ah sudahlah. Kakaknya itu memang cukup aneh.

"El..." panggil Hideki.

"Ya?"

"Di depan rumah kita ada cewek pake baju merah. Serem," kata Hideki dengan perlahan.

Saat ini, Eliza dan Hideki sedang berada di rumah sendirian. Mama dan papanya entah pergi ke mana. Kedua kakak mereka juga jarang ada di rumah. Eliza merasa bahwa Hideki akan segera menceritakan lelucon tentang hantu. Namun, Eliza sudah terlalu dewasa untuk takut pada hantu.

"Neneknya Vicky mungkin." Eliza tidak memperhatikan Hideki. Dia masih membolak-balik lembaran kertas di bukunya.

"Gue tadi bilangnya cewek, bukan nenek-nenek," jelas Hideki.

Eliza menghela nafas panjang. Dia bangkit dari posisi duduknya dan mulai berjalan menuju jendela. Dia membuka gorden jendelanya. Tidak ada siapapun di luar sana. Dia melihat rumah yang tepat di depannya sudah sepi dan lampunya sudah mati, begitu juga rumah sebelahnya, rumahnya Vicky, semuanya terlihat sangat sepi.

"Nggak ada siapa-siapa." Eliza meyakinkan Hideki.

Hideki menutup wajahnya dengan selimut. "Jangan-jangan setan, El."

"Cuih, apaan sih. Penakut banget jadi cowok."

Kali ini Hideki tidak membalas ejekan adiknya. Karena memang benar, dia cukup penakut meskipun dia sering menceritakan lelucon hantu. Namun apa yang dia katakan tadi benar. Hideki melihat seorang wanita dengan baju merah yang berdiri di depan rumahnya. Dia bersembunyi di pagar rumput antara rumahnya dan rumah Vicky.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Eliza sudah ingin beranjak ketempat tidurnya, namun Hideki masih bersembunyi dibalik selimutnya sambil rebahan di ruang keluarga.

"Gue mau tidur. Kalo lo juga mau tidur, jangan lupa TV nya matiin." Eliza beranjak dari duduknya.

"Nggak, gue mau di sini sampai pagi," ujar Hideki.

Eliza hanya mengerutkan dahi. Dia tahu bahwa Hideki tidak ingin tidur di kamar karena takut dengan wanita berbaju merah yang dia katakan tadi. Dia memilih tidur di ruang keluarga karena lokasinya lebih dekat dengan kamar Eliza. Eliza hanya terkekeh dalam hati. Bagaimana seorang yang sering menceritakan cerita tentang hantu bisa menjadi penakut. Aneh sekali Hideki ini. Padahal dia sering bicara tentang teke-teke, hantu berbadan separuh dari Jepang. Sampai hantu Sadako yang keluar dari TV. Dahulu ketika Hideki bercerita seperti itu, Eliza hanya bersembunyi di balik selimutnya. Namun saat ini trik itu sudah tidak berpengaruh.

"Yaudah terserah." Eliza meninggalkan Hideki, dia tidak peduli-peduli amat.

Dia segera pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Kemudian dia memakai krim malam di wajahnya. Itu adalah aktivitas yang selalu diajarkan mamanya pada Eliza. Tidak lama setelah itu, Eliza langsung mematikan lampu dan membaringkan tubuhnya di kasur. Dia masih mendengar suara TV yang menyala. Hideki tidak mematikan TV nya karena dia tidak ingin suasana menjadi sepi.

Eliza mulai memejamkan matanya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk terlelap.

Sebenarnya Eliza juga merasa tidak nyaman sama seperti Hideki. Seperti ada orang yang mengawasinya dari kejauhan. Tapi itu adalah hal yang mustahil. Mungkin, hanya perasaan Eliza saja.

Tidak lama setelah Eliza terlelap, Hideki mendengar suara ketukan di pintu depannya. Sebenarnya hal tersebut biasa terjadi, anak-anak iseng sering melakukannya. Kemudian mereka mengirimi beberapa surat tidak bertujuan di balik pintu pemilik rumah. Itu semua hanya lelucon yang sering terjadi di sekitaran kompleks perumahan Eliza. Apalagi rumah Eliza tidak ada pagarnya.

Hideki tidak bisa tertidur, apalagi ketika dia mendengar beberapa ketukan di pintu. Tubuhnya membeku tanpa alasan. Dia hanya mengecilkan volume televisinya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Tok tok...

Tubuh Hideki semakin membeku. Dia tidak tahu siapa yang mengetuk pintu malam-malam begini. Anak-anak iseng tidak pernah mengetuk pintu, mereka menyalakan bel rumah. Lalu siapa ini?

"EL!!! ELIZA!!! " teriak Hideki.

Eliza yang mendengar suara teriakan kakaknya langsung terbangun dan segera berlari ke ruang keluarga.

"Apaan sih? Ini udah malem tahu, kayak bocah aja lo teriak-teriak malem-malem gini," kata Eliza dengan marah.

Hideki hanya menelan ludah. Dia tidak ingin terlihat payah di depan adiknya. "Cepetan buka pintu, ada yang ngetuk tadi, gue mager mau buka. Siapa tahu ada tamu."

Eliza memutar kedua bola matanya. Kakaknya memang suka memerintah, namun kali ini jelas bahwa alasan Hideki menyuruh Eliza untuk membuka pintu adalah karena dia takut.

Eliza tidak penakut seperti Hideki.Lagi pula tidak ada hantu yang dapat menyakiti manusia. Manusia-lah yang saling menyakiti satu sama lain.

Eliza segera berjalan menuju ruang depan. Tanpa basa-basi dia membuka pintu rumahnya. Namun tidak ada siapa-siapa. Tadinya dia berfikir bahwa orang tuanya sudah pulang.

"Nggak ada siapa-siapa. Lo ngeprank gue ya?"

"Nggak sumpah. Tapi ada yang ketuk-ketuk," kata Hideki.

Eliza memeriksa keadaan sekitar rumahnya. Tidak ada yang aneh di sana. Namun lingkungan itu terasa sepi dan dingin. Hideki ikut memperhatikan suasana depan rumahnya. Rasanya seperti sedang ada di film-film horor. Hideki melihat ke bawah, dia menemukan sebuah amplop coklat yang tertutup dengan lilin merah yang di cairkan.

"Apa ini?" Hideki mengambil amplop tersebut.

Eliza mengerutkan dahi. "Ck, itu dari orang iseng. Biasalah." Eliza berfikir bahwa amplop aneh itu berasal dari anak-anak iseng seperti biasanya.

Hideki membuka isi amplop tersebut.
Tertulis tulisan dengan huruf latin yang sulit dibaca bak tulisan dokter. Namun, dia sedikit menganggap serius surat itu. Lagi pula, jika orang iseng, kenapa dia repot-repot mencairkan lilin untuk menutup amplop tersebut? Tidak mungkin orang iseng se-totalitas ini.

"Dear My Dearest Mirai 2." Hideki membaca tulisan tersebut. Dia mengerutkan dahinya.

"Apaan tuh?" tanya Eliza.

"Mana gue tahu. Ini susah dibaca. Gue cuma bisa baca awalannya doang." Hideki menyerahkan surat itu pada Eliza.

Eliza menutup pintu dan kembali ke dalam rumah. Dia menyalakan lampu setiap ruangan karena dia ingin membaca surat tersebut.

"Siapa Mirai?" tanya Hideki.

Eliza hanya mengangkat bahunya. Dia mulai membaca surat aneh tersebut.

My Dearest Mirai 2

Secara bersamaan, Eliza dan Hideki mengangkat sebelah alisnya. Mereka berdua terlihat serius.

Kau tidak pernah tahu bahwa api ini tersulut karenamu.
Ada dua kepala, satu nafas, satu tubuh dan yang lainnya akan menyusul seiring berjalannya waktu.
Jika kau tidak mengakhirinya, maka tidak akan pernah berakhir.

Akan ku beri sedikit clue, untukmu:
Pergilah ketempat di mana banyak wajah yang terpajang. Temukanlah wajah yang sama sepertimu, tapi bukan wajahmu. Itu adalah kunci dari permasalahanmu sekarang.

Semoga masalahmu cepat selesai.

-Igrid-

"Dih, apaan nih, El?" Hideki menggaruk kepalanya.

Eliza juga tidak mengerti apa maksud dari surat aneh tersebut. Biasanya banyak surat dari orang-orang iseng yang masuk kerumah Eliza. Namun surat ini terasa serius. Meskipun sangat aneh dan membingungkan, Eliza akan tetap menanggapi surat itu. Namun dia tidak ingin Hideki tahu apa yang dipikirkan nya.

"Yah, paling orang iseng kayak biasanya." Eliza bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk kembali tidur. Besok, dia akan membicarakan tentang surat ini pada si kembar dan Dean.

"Emang banyak sih surat dari orang iseng. Tapi insting gue mengatakan kalau ini bukan sekedar iseng-isengan doang. Gimana kalo ini dikirim wanita berbaju merah yang gue lihat tadi?"

"Gue nggak tahu." Eliza berjalan tanpa memperhatikan Hideki.

Setelah itu, malam berjalan seperti biasanya. Hideki tidak lagi ketakutan. Mungkin sesuatu yang telah membuatnya takut telah pergi dari sana. Kemudian Hideki kembali ke kursi panjang di ruang keluarga. Dia kembali menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Rasanya gue pernah denger nama Igrid. Tapi siapa ya?" batin Hideki.

***

Keesokan harinya, Eliza membicarakan tentang surat yang dia temukan tadi malam pada Dean dan si kembar. Dia meminta mereka untuk segera berkumpul di taman sekolahan waktu istirahat. Eliza tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk menunggu pulang sekolah dan bertemu di kafe sunflower.

"Seseorang mengirim surat ini ke rumah gue, menurut kalian apa ini ada kaitannya dengan khasus yang sedang kita selidiki?" Eliza memberikan surat tersebut pada Dean.

Dean meraih surat tersebut dan mulai membacanya dalam hati.

"Hah, apaan nih, gaje banget!" Dean meremehkan surat itu. Dia tertawa. "Di rumah gue juga sering kali ada yang kayak gini."

Andri mengerutkan dahinya, dia meraih surat tersebut dari tangan Dean. "Jangan meremehkan sesuatu, Kak," ujarnya.

"My dearest Mirai 2." Andri menaikkan sebelah alisnya. "Jika ada Mirai ke dua, maka juga akan ada Mirai pertama bukan?"

Andri melanjutkan membaca surat tersebut. Andre juga melirik apa yang dibaca kakaknya. Mereka berdua sangat serius menanggapi surat misterius itu.

"Kak, ada kesimpulan yang ku petik dari surat ini." Andri sambil meletakkan surat itu di meja taman.

Andri menghela nafas panjang. Anak laki-laki bernama asli Averlyn itu merasa sulit untuk menjelaskan kesimpulannya pada Eliza dan Dean. Seperti biasa, dia hanya menggigit bibir bawahnya selama beberapa saat sembari mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kesimpulannya.

"Kalimat kedua berisi : 'Kau tidak tahu bahwa api ini tersulut karena mu'. Jika surat ini diberikan pada Kak Eliza, maka kemungkinan api yang dimaksud oleh orang bernama Igrid ini disebabkan oleh Kak Eliza." Andri menatap Eliza dengan dalam. Eliza merasa aneh ditatap oleh Andri seperti itu karena selama ini Andri tidak pernah melakukannya.

"Kemungkinan, api yang dimaksud adalah pembunuhan yang kita selidiki saat ini. Hal tersebut juga didukung oleh kalimat selanjutnya 'Dua kepala, satu nafas dan satu tubuh'. Dua kepala kemunginan besar adalah Finensa dan Kak Anastasya, satu nafas adalah Pak James dan satu tubuh adalah Kak Hilda." Kini Andre yang berbicara.

Eliza menelan ludah. "Kenapa ada hubungannya sama gue? Bahkan gue nggak kenal Finensa." Eliza masih mencoba tenang.

"Mungkin Kakak memiliki hubungan dengan Finensa secara tidak langsung. Seperti orang yang Kakak kenal memiliki hubungan dengannya, hal tersebut dapat membuat Kakak berhubungan dengan Finensa secara tidak langsung."

Dean hanya terdiam sambil memperhatikan surat yang sudah dia ambil. Jika Andri dan Andre menanggapi surat itu dengan serius, maka kemungkinan surat tersebut merupakan surat yang serius juga.

"Yang lain akan menyusul seiring berjalannya waktu. Itu artinya akan ada korban lagi." Dean menelan ludah.

Andri dan Andre hanya mengangguk. Sedangkan tangan Eliza gemetar. Dia tidak percaya jika semua khasus ini memiliki hubungan dengannya dan tidak mungkin ada orang yang menjadikan Eliza alasan untuk membunuh orang lain. Ini konyol.

"Jika Eliza nggak mengakhirinya, maka tidak akan berakhir. Tapi, dua kalimat terakhir ini apa maksudnya?" Dean bertanya.

"Igrid meminta Kak Eliza untuk datang ke tempat di mana banyak wajah yang terpajang," kata Andre.

"Sosial media? Bukankah banyak wajah yang terpajang di sana? Banyak orang yang mengunggah foto di sosial mediakan? Kebanyakan foto adalah gambar wajahkan?" Dean menggigit jarinya.

"Bisa jadi!" seru Andri.

Eliza berfikir keras. Dia pernah dengar bahwa Naran pernah menemukan wajah yang mirip seperti dirinya di sebuah akun sosial media. Kata Naran, gadis di dalam foto itu bernama Mirai Kanae. Apakah Mirai Kanae ini adalah Mirai-1? Sedangkan Eliza adalah Mirai-2. Boleh jadi Mirai Kanae adalah orang yang dimaksud oleh Igrid.

"Gue tahu di mana tempatnya." Eliza bangkit dari duduknya dan mulai membuka laptop milik Dean yang dari tadi diletakkan di bangku taman.

Perlahan, Eliza mulai mencari si Mirai Kanae ini.

Jauh dari tempat di mana Dean, Eliza dan si kembar duduk, terdapat Vicky yang sedang memandangi layar laptop nya. Dia duduk di tumpukan kayu dekat gudang belakang sekolah. Tempat yang sepi dan paling kumuh di area SMA State Lighting.

Perlahan, Vicky menutup laptopnya. "Ah, jadi begitu cara mainmu," ujar Vicky.

Di sana juga terdapat Griz dan salah satu pemuda kebanggaan State Lighting lainnya. Pemuda jangkung, berkulit putih bersih dengan tahi lalat menyebar di beberapa area wajahnya. Dia tersenyum simpul sambil menatap Vicky.

"Ada apa, Bos?" tanya Griz.

Hai guys, long time no see...
Maaf karena aku jarang update.

Aku sendiri akan sangaaaaattttt lambat update karena menulis misteri itu benar-benar membuat otakku berputar.

Tapi doa-kan saja supaya pemikiranku bisa bekerja sampai cerita ini selesai dan bisa ku revisi:(

Yah, sampai sini saja pesan dariku. Sampai jumpa lain waktu
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
~Anna~

Continue Reading

You'll Also Like

12.9K 1.6K 15
Dikutuk menjadi boneka barbie karena harus menanggung kesalahan orang tua mereka yang kejam dan sombong. Sallete dibuang dari Vespera ke dunia manusi...
1.2K 384 20
Dia seorang siswi biasa yang menyukai kakak seniornya yang cuek tapi karismatik, dan populer di sekolahnya, mampukah dia menyampaikan sukanya kepada...
KENZOLIA By Alpanjii

Mystery / Thriller

89.4K 4.8K 13
Iexglez diketuai oleh Kenzo, anggota inti menyamar menjadi siswa di SMA Rajawali untuk suatu misi. Ditengah misi itu ada Lilia, gadis yang Kenzo suka...