My Love Lucifer (END)

By Muzillah

1.8M 104K 1.7K

Amandine Gillard, seorang putri dari Perdana Mentri Belgia sangat mencintai tunangannya Jordan De Vos seorang... More

Meet the character
Prolog
CHAPTER 1 | Interview with the Lucifer
CHAPTER 2 | Daily Life
CHAPTER 3 | Slut
CHAPTER 4 | Naughty Kids
Chapter 5 | Malmedy
Chapter 6 | He's Home
Chapter 7 | Family Dinner
Chapter 8| Wedding Dress
Chapter 9 | Uneasy
Chapter 10 | Waiting
Chapter 11 | The Proposal
Chapter 12 | Weird
Chapter 13 | Visit
Chapter 14 | Motivation
Chapter 15 | Just having Fun
Chapter 16 | Antagonis
Chapter 17 | I Hate
Chapter 18 | Who ?
Chapter 19 | What's wrong ?
Chapter 20 | Staying Up Late
Chapter 21 | Please Don't!
chapter 22 | Anger
Chapter 23 | Skeptical
Chapter 24 | Invitation
Chapter 25 | Wedding Day
Chapter 26| Our Journey Has Just Begun
Chapter 27 | Something Strange
Chapter 28 | That's Right
Chapter 29 | Sweet Night
Chapter 30 | Good Morning Lucifer
Chapter 31 | Irritate
Chapter 32 | Bastard From London
Chapter 33 | What if ?
chapter 34 | Devil Wishper
Chapter 35 | Jealousy
Chapter 36 | Date
Chapter 37 | Couple's Fight
Chapter 38 | Hungaria
Chapter 39 | Miss Me ?
Chapter 40 | I Miss You
Chapter 41 | None of Your Business
Chapter 42 | Shameless
Chapter 43 | What is That ?
Chapter 44 | Broken Heart
Chapter 45 | Always There
Chapter 46 | Relieved
Chapter 47 | Feel Guilty

Chapter 48 | Silent

60.4K 2.9K 69
By Muzillah


"demamnya sekarang sudah turun. Kau tidak usah khawatir lagi demam ini sebenarnya wajar, karena antibody pasien sedang berusaha kembali memulihkan kondisinya. Tetapi memang kita tidak bisa memberikan obat demam yang biasa, karena pasien sedang hamil" Terang dokter Joana pada Jordan yang kini sedang memperhatikannya memeriksa kondisi Amandine.

Sudah tujuh hari Amandine dirawat dirumah sakit, dan kini Amandine sedang mengalami demam. Selama tujuh hari pula Amandine belum mau berbicara dengan Jordan, apapun yang Jordan tanyakan atau bicarakan tidak ada satupun kata yang keluar dari bibirnya.

Amandine harus menghadapi morning sickness dengan keadaan yang mengenaskan. Patah tulang, dan demam ditambah morning sicknessnya rasanya Jordan ingin marah pada dirinya sendiri.

Bayangkan saja Amandine merasakan mual dan ingin muntah, sementara dia belum bisa banyak bergerak. Karena bergerak sedikit saja pasti patah tulangnya akan terasa sakit sekali. Kadang kadang Jordan melihat Amandine mengeluarkan air mata, tapi tak jua Amandine bersuara.

"Tapi, apakah obat demam untuk wanita hamil cepat meredakan demam ?" Tanya Jordan.

Dokter Joana menggeleng pelan "Tidak bisa secara instan, karena dosis dan kandungan obatnya juga pasti berbeda. Kita tidak hanya memikirkan kesembuhan ibunya saja, tapi kita harus mempertimbangkan pengaruhnya pada janin" Terang dokter Joana.

Jordan menghela nafas pelan "Aku harap ada cara lain agar sakitnya berkurang" gumam Jordan.

Dokter Joana tersenyum, mengerti akan kekhawatiran Jordan "sebaiknya pasien banyak makan buah buahan, sayuran dan minum. Jadi prosesnya penyembuhannya bisa lebih cepat"

Jordan melipat kedua tangannya didepan dada lalu mengangguk paham pada penjelasan dokter Joana. Yang menjadi permasalahannya sekarang adalah, Amandine selalu menolak untuk memasukkan makanan kemulutnya.

"Oh, sebaiknya kau juga membawanya untuk memeriksakan kandungannya. Janin pada trimester awal biasanya perkembangannya sangat cepat" Saran dokter Joana.

Jordan menatap bingung pada dokter Joana, tak pernah terpikirkan oleh Jordan untuk memeriksakan kondisi kehamilan Amandine. Karena dia juga tidak begitu mempedulikannya.

Dokter Joana memperhatikan reaksi Jordan,"mungkin jika ia melihat bayinya, perasaannya akan lebih membaik" jelas dokter Joana.

Jordan membuka bibirnya, namun terlihat bingung harus bagaimana "ah,umm, jam berapa kami bisa ke doktermya ?" Tanya Jordan akhirnya.

Dokter Joana melihat arloji ditangannya lalu kemudian tersenyum "Aku rasa sekarang kau sudah bisa mengunjunginya, biar perawat membantumu kesana. Lagian kalian juga pasien VIP, layanan untuk kalian pasti lebih diutamakan" canda dokter Joana.

Jordan berecih lalu mengangguk kaku, matanya kemudian menatap Amandine yang tak berkespresi dan menatap kosong pada luar jendela.

"baiklah" Jawab Jordan singkat.

Dokter Joana tersenyum lalu berpamitan pada Jordan. Setelah dokter meninggalkan ruangan Amandine, Jordan beranjak menuju tempat dimana Amandine merebahkan tubuhnya.

"Mandy...sampai kapan kau akan mendiamkanku seperti ini ?" Tanya Jordan dengan suara lemah sembari memegang tangan Amandine.

Kemudian ia menghembuskan nafasnya kasar, karena Amandine masih juga tak meresponnya.

"Sebaiknya kita periksakan kandunganmu okay ? kau pasti juga ingin melihatnya kan ?" Tanya Jordan lagi.

Lagi lagi Amandine hanya diam, namun tangannya yang tadi digenggam oleh Jordan meraba perutnya yang mulai terlihat gundukannya.

Mata Jordan menangkap semua tindakan Amandine, termasuk saat istrinya mengusap perutnya sendiri. Jordan meringis dalam hatinya, apa yang sedang dipikirkan oleh Amandine saat ini ?

"Tuan, saya akan membantu anda keruangan dokter olivia, dokter kandungan" sela seorang perawat yang muncul dibalik pintu ruang perawatan Amandine.

Jordan segera berdiri kemudian berbisik pada Amandine "Mandy, ayo kita melihat dia" bisiknya. Amandine tidak menjawab apa apa, tapi tak juga menolak saat Jordan memapahnya menuju kursi roda.

"Biar aku yang membawanya" perintah Jordan kemudian mengambil posisi mendorong kursi roda milik Amandine.

Perawat hanya tersenyum lalu memimpin Jordan menaiki lift lalu turun untuk menuju ruangan dokter Olivia.

Ketika mereka tiba diruang prakter dokter Olivia, masih belum ada pasien rawat jalan yang mengantri. Benar benar pasien VIP yang selalu diutamakan.

"Halo, selamat pagi Amandine..." Sapa dokter Olivia begitu mereka memasuki ruang parakteknya.

Amandine tersenyum sangaaaaaat tipis bahkan hampir tak ada. Dokter Olivia tersenyum maklum, paham akan kejadian yang baru saja menimpa Amandine.

"Halo, ada suaminya ?" dokter Olivia kini beralih pada Jordan.

Jordan mengangguk "Jordan, sedang bertemu dengan anda dokter" sapa Jordan.

Dokter olivia kemudian mengangguk dan mempersilahkan Jordan duduk.

"Aku turut prihatin atas kejadian yang menimpanya. Aku sangat terkejut, karena siangnya dia baru memeriksakan kehamilannya" dokter Olivia membuka pembicaraan.

Jordan terdiam, mengingat kejaidan saat hari itu sungguh membuat Jordan ingin memaki dirinya sendiri. Sungguh Jordan tak ingin Amandine mengalami kecelakaan hingga seperti ini.

"Ummm, kehamilan berarti sudah memasuki minggu ke Sembilan. Perkembangannya pasti jauh lebih banyak dari yang terakhir." Sambung dokter Olivia.

Jordan menangguk kaku, sejujurnya dia tak mengerti apa yang sedang disampaikan dokter Olivia.

"Langsung saja kita periksa ya. Bisakah anda berbaring disana ?" dokter Olivia menatap Amandine, lalu kemudian beralih menatap Jordan.

"Bisakah anda membantunya ?" dokter Olivia menunjuk sebuah ranjang yang berada disamping layar monitor. Jordan menangguk lalu membopong Amandine untuk rebahan diranjang yang dimaksud dokter.

Lagi, dokter Olivia mengoleskan gel dingin sebelum menjalankan alat untuk menerawang Rahim Amandine, seperti sebelumnya.

Jordan menatap Amandine, lalu menatap layar yang berada disamping ranjang Amandine.

"Wahhhh... perkembangannya sangat baik. Kau bisa lihat ini kan ?" Seru dokter Olivia kemudian matanya menatap Amandine yang sesekali menatap layar.

"Kau lihat, ini kepalanya. Sudah mulai membentuk kepala" Seru dokter Olivia lagi. Amandine seketika tersenyum tipis, lalu air matanya menetes.

Tak percaya kini buah Cerry telah membentuk sebuah kepala. Jantung Amandine berdegup kencang, rasanya bahagia saat calon bayinya tumbuh dengan baik. Namun tiba tiba ia kembali mengingat pertengkarannya dengan Jordan, dan senyumnya memudar saat mata mereka bersitatap.

Jordan juga menyaksikannya, saat layar itu menampilkan pertumbuhan calon anaknya. Percaya atau tidak, ada letupan bahagia dalam hatinya saat ini.

Jordan memejamkan kedua matanya rapat rapat, dalam hati sangat menyesali perkataannya pada Amandine saat ia mengatakan bahwa dirinya belum siap menjadi seorang ayah. Nyatanya kini hatinya justru merasa getaran bahagia melihat visual yang terpampang disana. 

Rasa haru tidak bisa dihindari oleh Jordan, perasaannya merasa takjub melihat pertumbuhan yang begitu kecil, hingga Jordan tak bisa berkata apa apa lagi.

"Apakah saat ini sudah bisa terdengar detak jantungnya ?"Tanya Jordan tiba tiba.

Dokter Olivia tersenyum "sebenarnya sudah berdetak, tapi akan lebih jelas lagi saat janin berusia dua belas minggu. Kita akan kembali memeriksanya saat janin sudah berusia dua belas minggu ya"

Jordan mengangguk, dalam hati ia tak sabar untuk menunggu sekitar tiga minggu lagi.

"Sebenarnya, berat janin masih kurang dari yang seharusnya. Sebaiknya kau memastikan Amandine makan dengan baik agar nutrisinya bisa membantu perkembangan bayi kalian" ucap dokte Joana.

Entah mengapa, saat dokter Joana mengucapkan kata 'anak kalian' membuat perut Jordan seperti digelitiki. Sebagian dari dirinya masih belum percaya jika ia akan menjadi seorang ayah.

Usai mereka memeriksakan keadaan calon anak mereka, Jordan membawa Amandine kembali keruangannya.

"Mandy...."Panggilnya pada Amandine yang kini ia dudukkan diranjang nya.

Amandine tak menjawab, Jordan lalu mengambil tangan Amandine dan menggenggamnya. Kini Jordan menatap Amandine dengan pandangan penuh harap.

Sejak mereka meninggalkan ruangan dokter Olivia, pikiran Jordan tak bisa lepas dari ingatannya saat melihat janin dalam Rahim Amandine. Bahkan kini ia sudah menyimpan hasil USG milik Amandine di kantongnya.

"Amandine, I'm Sorry.... sampai kapan kau akan mendiamkanku Mandy ? tidak bisakah kau memaki ku saja ?" Jordan sudah tidak tau lagi berapa ribu kata maaf yang sudah dia ucapkan.

Namun sepertinya Amandine masih tidak menggubrisnya. Satu hal yang kini Jordan sadari, kalau pria itu sangat merindukan Amandine yang selama ini mengisi hari hari nya.

Amandine yang selalu menyindirnya, Amandine yang selalu sinis padanya, Amandine yang kejam, Amandine yang bertingkah antagonis. Jordan merindukan semua tingkah Amandine. Hingga melihat Amandine yang diam tak bereaksi apa apa seperti ini, sungguh membuat Jordan merasa kehilangan.

"Mandy... Please...aku tau kau masih marah padaku. Dan tak ingin berbicara denganku. Tapi bisakah kau tidak berhenti makan ? saat ini, saat ini..."Jordan terlihat ragu melanjutkan kalimatnya.

"Saat ini anak...anak kita, bergantung padamu Mandy..." Cicitnya pelan.

Namun meskipun terdengar seperti cicitan, karena jantung Jordan berdebar saat mengucapkan kata 'anak kita', Amandine langsung menoleh pada Jordan.

Jordan terkejut melihat reaksi Amandine, apakah Amandine tak suka karena Jordan menyebutnya calon anak mereka ?

.....................................................................................................................................

Halo Semua,

Terima kasih sudah baca sampai bab ini ya, untuk yang baru saja menemukan cerita ini terima kasih sudah mampir di lapak Jordan Mandy.

Tapi untuk bab selanjutnya saya unpublish disini ya. Bisa dilanjutkan di Karya Karsa.

Bab 49,50,51,52, Epilog dan Ekstrapart 1 sudah saya upload di Karya Karsa ya.

Jika menurut Kalian cerita ini Worthy untuk dilanjutkan baca, boleh langsung ke Karya Karsa.

Kalau menurut kalian tidak Worthy untuk dilanjutkan, nggak apa apa. Saya senang kalian sudah bisa sampai di bab ini.

Yang mau lanjut di Karya Karsa bisa langsung cari 

"syarah muzillah"

Cover terbaru di Karya Karsa.

Terima Kasih 

Continue Reading

You'll Also Like

114K 7.9K 38
Pelkenalkan, nama saya Haikal Lesmana Platama. Anaknya ayah Joldan!
5.7M 425K 59
Perjodohan dengan Mia Sparks membawa William Clifford terjebak dalam pernikahan yang membuatnya kesal hampir setiap hari akibat kecerobohan dan sifat...
2.8M 143K 23
Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang Morgan rasakan setelah bercerai dengan Gwen.
6K 430 50
Pertama kali publish : 18 Februari 2023 Adam Green, pembalap miliarder penyuka tantangan mengalami kecelakaan setelah menerima tantangan balapan deng...