My Love Lucifer (END)

By Muzillah

1.7M 104K 1.7K

Amandine Gillard, seorang putri dari Perdana Mentri Belgia sangat mencintai tunangannya Jordan De Vos seorang... More

Meet the character
Prolog
CHAPTER 1 | Interview with the Lucifer
CHAPTER 2 | Daily Life
CHAPTER 3 | Slut
CHAPTER 4 | Naughty Kids
Chapter 5 | Malmedy
Chapter 6 | He's Home
Chapter 7 | Family Dinner
Chapter 8| Wedding Dress
Chapter 9 | Uneasy
Chapter 10 | Waiting
Chapter 11 | The Proposal
Chapter 12 | Weird
Chapter 13 | Visit
Chapter 14 | Motivation
Chapter 15 | Just having Fun
Chapter 16 | Antagonis
Chapter 17 | I Hate
Chapter 18 | Who ?
Chapter 19 | What's wrong ?
Chapter 20 | Staying Up Late
Chapter 21 | Please Don't!
chapter 22 | Anger
Chapter 23 | Skeptical
Chapter 24 | Invitation
Chapter 25 | Wedding Day
Chapter 26| Our Journey Has Just Begun
Chapter 27 | Something Strange
Chapter 28 | That's Right
Chapter 29 | Sweet Night
Chapter 30 | Good Morning Lucifer
Chapter 31 | Irritate
Chapter 32 | Bastard From London
Chapter 33 | What if ?
chapter 34 | Devil Wishper
Chapter 35 | Jealousy
Chapter 36 | Date
Chapter 37 | Couple's Fight
Chapter 38 | Hungaria
Chapter 39 | Miss Me ?
Chapter 40 | I Miss You
Chapter 41 | None of Your Business
Chapter 43 | What is That ?
Chapter 44 | Broken Heart
Chapter 45 | Always There
Chapter 46 | Relieved
Chapter 47 | Feel Guilty
Chapter 48 | Silent

Chapter 42 | Shameless

26K 1.8K 29
By Muzillah


Jordan memijat dahinya, wajahnya tampak kusut. Dikepalanya kini masih terngiang ngiang ucapan Teressa tadi malam, bagaimana jika Amandine menuntut lebih ? padahal mereka baru saja memulai semuanya.

Bagaimana jika suatu saat Amandine mengandung anaknya ? apakah Jordan siap hidup terikat dalam sebuah keluarga ? membayangkan punya istri saja dia tak pernah, apalagi punya anak ?

Akhirnya Jordan menghembuskan nafasnya keras, masih dengan pikirannya yang berkutat dengan perkataan Teressa. Jordan menyandarkan punggungnya di kursi kantornya, mencoba merileks kan pikirannya.

Sebelum semua ketakutannya terjadi, Jordan harus mencegahnya sedini mungkin. Jordan langsung menekan intercom di ruangannya dan memanggil Samir datang.

"pastikan kau mendapatkannya secepatnya...." Perintah Jordan saat Samir akan meninggalkan ruangannya.

Jordan mengetukkan jarinya diatas meja, keputusannya sudah tepat. Yakin Jordan.

**

Amandine merebahkan dirinya diatas sofa yang ada diruangan kantornya. Kepalanya pusing dan tubuhnya terasa letih.

Mungkin karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk sejak kemarin, hingga tenaganya kini terkuras habis. Bahkan makan saja dia tak selera sekarang.

"Amandine, ini untuk mu" Ujar Sidney menyerahkan sebuah amplop yang ditujukan untuk Amandine. Saat Amandine menatap Sidney, wanita itu hanya mengangkat bahunya. Benar benar tidak tau siapa pengirimnya.

Amandine memberikan isyarat pada Sidney untuk meninggalkan ruangannya, dan segera membuka amplop cokelat ditangannya.

Dengan malas, Amandine bangkit dari sofanya dan mendudukkan dirinya dengan nyaman disana sembari menatap lekat amplo cokelat yang berada ditangannya.

Amandine bingung siapa yang mengirimnya, karena setau Amandine calon klien mereka tidak ada yang memiliki janji untuk mengirimkan dokumen pada Amandine.

Amandine mengeluarkan isi amplop itu, lalu seketika matanya terbelalak saat melihat isinya. Tangannya bergetar memegang sebuah foto yang sepertinya diambil dari jauh.

Foto Teressa sedang mencium Jordan disebuah kamar hotel, dan entah mengapa Amandine yakin sekali ini foto saat Jordan berada di Hungaria.

Amandine meradang melihatnya, bagaimana bisa disaat dia selalu menantikan kabar dari Jordan di Brussels justru Jordan tengah berciuman dengan jalang ini ?

Tega sekali Jordan padanya, disaat Amandine menyangka semua yang terajdi selama pernikahan mereka adalah pertanda baik dari Jordan tapi ternyata dia hanya salah paham.

Jordan tidak menganggapnya sama sekali, pantas saja saat itu Jordan tiba tiba mengatakan dia akan pergi ke Hungaria secara mendadak.

Amandine tertawa, mentertawakan kebodohannya. Bisa bisanya dia menganggap Jordan sudah menerimanya, sementara Jordan tidak pernah terbuka akan masalah apapun.

Satu air mata Amandine lolos, rasanya ia ingin sekali menyiksa dan mencabik Teressa hingga wanita itu memohon pada Amandine untuk mencabut nyawanya sekalian.

Amandine duduk sambil menggigiti kukunya, memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan. Apa yang sebenarnya di inginkan wanita jalang itu ? Apakah dia tidak punya harga diri lagi sebagai wanita ?

Dan Jordan ? apa dia benar benar mengajak Teressa ke Hungaria ? bukankah dia sudah berjanji tidak akan menemui wanita lain lagi ? Apalagi yang Amandine tau Jordan bukanlah pria yang mengingkari janjinya.

Amandine kembali mengambil foto foto yang dikirimkan padanya, jelas sekali kalau ada seseorang yang menginginkannya melihat ini, dan bertengkar dengan Jordan. Terlepas dari benar atau tidak Jordan pergi bersama Teressa, pasti ada seseorang yang ingin Amandine melihatnya.

Amandine beranjak dari duduknya dan membawa foto itu bersama, Amandine melangkahkan kakinya menuju ruangan Helen.

"Apa apaan ini ?" Ujar Helen yang kaget saat Amandine melemparkan foto foto itu di mejanya. Dengan cepat tangan Helen mengambil foto foto itu dan memindainya.

Dahinya mengkerut, heran dengan foto ditangannya. Bagaimana bisa ?

"Ada seseorang yang mengirimkannya padaku" Ujar Amandine pelan saat ia sudah duduk di kursi tepat dihadapan Helen.

"Apa ini saat Jordan pergi ke Hungaria ? apa dia pergi bersama wanita itu ?" Tanya Helen lalu menghempaskan dengan kasar foto itu diatas meja kerjanya.

Amandine menggeleng lemah, "Aku tidak tau, Jordan bilang padaku kalau dia akan pergi dengan Samuel" balas Amandine.

Helen mencoba mencerna informasi yang diberikan Amandine, dan mengangguk anggukkan kepalanya sambil memikirkan suatu kemungkinan.

"Apa kau tau siapa pengirimnya ?" Ucap Helen.

Amandine mengankat bahunya tak tau "Tidak tau, tapi aku yakin pengirimnya sangat ingin aku melihat ini" lanjut Amandine.

Kepala Amandine terasa sangat pusing, kepalanya sakit memikirkan kemungkinan kemungkinan dari foto yang diterimanya.

"Apa kau mencurigai seseorang ?" Lanjut Helen.

Amandine mengangguk pelan "Yap, aku mencurigai jalang itu. Aku pikir dia memang ingin aku melihat foto foto ini" lanjut Amandine.

Helen kembali mengangguk "Kalau begitu ada kemungkinan juga dia yang mendatangi Jordan kesana. Haishhh, aku benar benar tidak bisa berpikir positif tentangnya meskipun aku mencoba nya" Keluh Helen sembari menghela nafasnya.

"Ponsel Jordan rusak setelah pulang dari Hungaria..." Amandine baru ingat saat Jordan pulang dari Hungaria, Amandine mendapati posel Jordan dalam keadan rusak.

"hei, aku rasa sebaiknya kau menanyakannya langsung pada Jordan. Aku tau Jordan memang pria kurang ajar yang menyebalkan. Tapi dia bukan pria yang suka berbohong. Sebaiknya kau menanyakan langsung pada Jordan" usul Helen.

Benar kata Helen, meskipun Jordan pria kurang ajar yang selalu berbagi kehangatan dengan wanita wanita cantik diluar sana. Tapi Jordan bukan lah tipe pria pembohong dan mengingkari janji.

Bertanya pada Jordan adalah satu satunya cara untuk mencari tau.

Tapi.... Tetap saja rasanya saat ini Amandine ingin menghajar wanita sialan itu. Perasaan kesalnya sudah tidak bisa ditahannya lagi, Amandine akan menemui wanita jalang itu saat ini juga.

"Bisa kah kau menemaniku ?" Tanya Amandine pada Helen. Helen menatap Amandine heran "Kemana ?"

Amandine tampak berpikir sejenak "aku ingin sekali menghajar wanita ini " Ucap Amandine sembari mengangkat foto Teressa dan Jordan kearah Helen.

Helen berdecih "Kau ingin aku membantumu mengeroyoknya ?" Tanya Helen tak percaya. Setau Helen, Amandine bahkan tak butuh bantuan orang lain saat Amandine memathakn hidung Helen dulu.

Amandine memijat lehernya, tubuhnya terasa tidak sehat. Tapi dia sangat ingin menghajar Teressa saat ini juga.

"Bukan, aku ingin kau menahanku saat nanti terlalu keras menghajarnya" Ucap Amandine, sontak Helen tertawa terbahak bahak. Kejam sekali wanita ini.

Helen akhirnya menyetujui ajakan Amandine dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju Apartemennya Teressa.

Setelah menanyakan pada Samir dimana Teressa tinggal, Amandine bergegas menuju Apartemennya tidak peduli Teressa ada atau tidak.Menurut informasi dari Samir, saat ini Teressa sedang tidak masuk kantor. Kebetulan yang menyenangkan bukan ?

"Kau terlihat tidak sehat" ucap Helen saat mereka berada didalam mobil. Amandine mengangguk pelan, mengiyakan ucapan Helen.

"Rasanya tulang ku sakit semua, sepertinya aku akan terkena flu" Jawab Amandine.

Helen menaikkan alisnya, menatap kagum pada Amandine "Kau merasa tidak sehat, tapi kau tetap ingin menghajar wanita itu ?" Sahut Helen.

Amandine terkekeh pelan "Benar, saat terakhir aku menghajarnya, aku belum sempat menginjak wajahnya" sambung Amandine.

Helen melirik ngeri pada Amandine " Pastikan kau mematahkan hidungnya" Ucap helen yang tiba tiba mengingat kejadian saat mereka berdua pertama kali bertemu.

"Tidak akan, kau masih lebih menyebalkan dari pada dia" Balas Amandine santai. Membuat Helen melotot tak terima.

Tak lama mobil mereka tiba juga di apartemen dimana Teressa tinggal. Menurut informasi dari Samir, Teressa tinggal di lantai tujuh belas. Bagus sekali, Amandine tinggal mendorongnya saja dari atas balkon kamarnya.

"Aku harus menunggumu dimana ?" Tanya Helen sembari melihat lihat suasana disekitar. Mencari tempat untuk menunggu.

Amandine menggeleng "Tidak, kau ikut saja denganku. Duduk dengan tenang dan nikmati" perintah Amandine.

Helen memutar bola matanya malas, bagaimana bisa dia hanya duduk diam saja ?

Mau tak mau Helen mengikuti langkah Amandine menuju Apartemen Teressa yang berada di lantai tujuh belas. Amandine langsung memencet bel begitu mereka tiba didepan pintu kamar Teressa.

Dan, Tak butuh waktu lama untuk Teressa membukakan pintu kamarnya.

"Wahh, aku tidak menyangka akan ada yang datang berkujung di siang hari..." Ucap Teressa saat ia membukakan pintunya.

Amandine menarik satu sudut bibirnya dan melipat kedua tangannya didepan dada. "Aku rindu sekali padamu, rasanya ingin menemui sekarang juga" Ucap Amandine santai.

Helen hanya mengikuti Amandine, hanya diam dan menikmati. Jadi, beginilah ia sekarang. Diam dan menikmati saja.

"Apakah kau akan membiarkanku diluar saja ?" Sinis Amandine.

Teressa tersenyum dan mempersilahkan Amandine masuk. Amandine lalu masuk kedalam Apartemen Teressa yang bisa dikatakan besar untuk ditinggali satu orang. Mungkin karena dia adalah anak dari Walikota, sudah pasti dia tidak akan membiarkan dirinya hidup sengsara di Apartemen yang kecil.

"Aku sudah menerima paket yang kau kirimkan" Amandine langsung duduk dan menyilangkan kakinya dengan santai.

Bayangkan saja sekarang dia sedang bertamu ke sarang musuh, tapi tetap menunjukkan wajah santai.

Teressa mengerutkan dahinya tak paham "Paket ? apa maksudmu ?" Tanya Terssa Heran.

Amandine berdecih melihat kepura puraan Teressa " Kau sangat buruk dalam berakting. Kau pikir bisa menipuku ?" Ucap Amandine sambil bertopang dagu. Apa Teressa benar benar tidak punya otak ? tentu saja Amandine akan tau tipuan murahan seperti ini.

Teressa langsung tertawa, wanita itu tau kalau dia sudah tidak bisa menghindar lagi. "Apa kau suka ? selama disana bahkan dia tidak meninggalkanku sama sekali" Balas Teressa.

Amandine terdiam, membayangkan Jordan bersama dengan wanita ini selama empat hari penuh rasanya emosi langsung menjalar didadanya.

Tapi Amandine tidak boleh terpancing pada ucapan jalang bodoh ini, lagipula dia belum tau apa yang akan dikatakan Jordan. Jadi, sekarang yang Amandine lakukan adalah dia akan berpura pura sudah tau semuanya.

"Suka sekali, aku suka sekali dengan ketololanmu" Balas Amandine telak. Teressa yang sedang tersenyum sontak langsung menghapus senyuman dari wajahnya.

"kau pikir Jordan tidak memberitahu ku kalau kau yang mendatanginya kesana ? bahkan membanting ponselnya ?"

Sejujurnya Amandine tidak tau apa kebenarannya, saat ini ia bagaikan sedang bermain judi. Kemungkinan menang dan kalah hanya lima puluh persen dan semua jawabannya itu bergantung pada reaksi Teressa. Apakah Amandine akan menang, atau kalah.

"Tapi tentu saja dia tidak memberitahumu kalau dia selalu membagi kehangatannya denganku selama disana" Ucap Teressa tenang.

Ingin sekali Amandine meneriakinya saat ini, bahkan menginjak wajahnya. Tapi jika marah, maka Teressa akan merasa menang.

"Kau pikir kau bisa membodohiku ? mana mungkin dia sudi meniduri wanita sepertimu setelah dia tau bagaimana rasanya bercinta denganku" Jangan pikir Amandine akan terpancing oleh mulut berbisanya.

Teressa tertawa, bahkan sekarang dia sudah mulai kehabisan kata kata. "kau pikir kau bisa memilikinya ?" Ujar Teressa yang sudah mulai kehabisan kesabaran.

Amandine mengerutkan dahinya, apa ucapan jalang ini tidak salah ?

"Kau ini tidak tau malu atau bagaimana ? kau tidak bosan menjadi jalang murahan seperti itu" Sinis Amandine.

"menjadi jalang dari Jordan de Vos tentu saja suatu kehormatan. Kau tau kan Jordan tidak pernah pada satu wanita ?" Jawab Teressa tak mau kalah.

Amandine menarik nafasnya dalam dalam mensugesti dirinya agar tidak terprovokasi, bukan tidak ingin menghajarnya tapi Amandine tidak ingin memberikan rasa senang pada Teressa jika Amandine menunjukkan rasa kesalnya.

Amandine lalu terkekeh mendengar jawaban dari Teressa, menjadi jalang adalah suatu kehormatan ? baiklah kita lihat saja bagaimana Jordan akan membuangnya nanti.

"baiklah jika itu maumu. Silahkan kau menjadi jalang yang mengejar ngejarnya, karena aku yakin Jordan sudah bosan padamu" Ucap Amandine lalu bangkit dari duduknya.

Tak terima apa yang dikatakan oleh Amandine, Teressa menarik lengan Amandine saat Amandine bergegas untuk pergi dari sana.

"Dia tidak mungkin bosan denganku" Geram Teressa.

Amandine membalikkan tubuhnya, sedetik kemudian dia memelintir tangan Teressa hingga kini tangannya berada dibalik punggungnya. Sementara  Amandine menekan tubuhnya hingga merapat kedinding.

"Jangan sentuh aku jalang" Desis Amandine. " Kalau dia tidak bosan denganmu, bagaimana mungkin dia meninggalkanmu disana sendirian ? Meskipun kau sudah jauh jauh datang kesana" Sambung Amandine.

Teressa tertawa pelan "Lalu, bagaimana denganmu ? bukankah dia juga meninggalkanmu dirumah ?" Sindir Teressa.

Meski masih memelintir tangan Teressa, tangan Amandine yang satu lagi kemudian meraih ratusan helai rambut Teressa hingga kepalanya tertarik kebelakang.

"Kau tau, begitu dia tiba disini, dia langsung menyusulku ke Malmedy. itulah bedanya aku dan jalang sepertimu. Yang selalu menawarkan tubuhnya, padahal pria itu lebih memilih istrinya. Kau sudah di buang Tolol !" Ejek Amandine kemudian segera menghempaskan tubuh Teressa ke lantai.

Saat Teressa hendak bangkit dan meraih Amandine, Amandine lebih dulu menendang bahu Teressa hingga ia kembali terjatuh. Namun saat kaki Amandine akan menginjak tubuh Teressa   tiba tiba tubuh Amandine  kehilangan keseimbangan dan terjatuh dilantai.

Lalu seketika semuanya gelap.

.....................................................................................................................................

Duhhh,

Author udah nggak tau lagi cara memusnahkan si Jalang Teressa.

Tinggalin komen yang panjang dong, jangan cuma baca ihhhh...

Continue Reading

You'll Also Like

330K 18.7K 49
[PRIVATE RANDOM] Yang Anya tau pria itu hanya satu, Azka. Satu-satunya pria yang menjadi alasan di setiap tindakan yang Anya lakukan. Yang Azka tau...
2.7M 233K 54
Apa yang kamu rasakan setelah terbangun di samping seorang laki-laki dengan keadaan hampir tidak memakai apapun? Terlebih saat laki-laki itu adalah k...
57.3K 13.9K 56
A SERIES OF 'AMETHYST FLORIST'. 1st sequel 'HIM' 2nd sequel 'CONSEQUENCES' 3rd sequel 'CONQUERED' Do not copy my works. If you find any simila...
1.4M 97.1K 56
[THE WARM SINGER] Bagaimana rasanya saat kau membuka mata dan tidak ada satu pun yang kau kenali di dunia ini? Arsenio Collins, seorang penyanyi pap...