Dark Angel [END]

By anna_minerva

138K 27.4K 1.7K

"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** ... More

BAB 1 - Anastasya
BAB 2 - Korban Pertama
BAB 3 - Detektif Kembar
BAB 4 - Vicky
BAB 6 - Bunuh Diri?
BAB 7 - Selingkuhan
BAB 8 - Bullying
BAB 9 - Kecelakaan yang Disengaja
BAB 10 - Taksi Biru dan Sebuah Obat
BAB 11 - Surat Dari Igrid
BAB 12 - Siapa Mirai?
BAB 13 - Pencarian
BAB 14 - Kisah Si Genius
BAB 15 - Petunjuk Baru
BAB 16 - Daerah Gunung
BAB 17 - Rahasia Rumah Tua
BAB 18 - Buku Diary Tersobek
BAB 19 - Siapa Dia?
BAB 20 - Album Lama
BAB 21 - Mengumpulkan Kejanggalan
BAB 22 - Sampai Jumpa, Gadisku
BAB 23 - Bertanya Pada Ferida
BAB 24 - 1994
BAB 25 - Aku Yang Sesungguhnya
BAB 26 - Menerima Takdir
BAB 27 - Petunjuk Dari Dokter Yelena
BAB 28 - Menggeledah
BAB 29 - Ancaman
BAB 30 - Penembakan
BAB 31 - SDN Janggala
BAB 32 - Cinta Pertama
BAB 33 - Bukti
BAB 34 - Secarik Kertas
BAB 35 - Penyusup
BAB 36 - Keyakinan
BAB 37 - Kekalahan?
BAB 38 - Julia Kecil
BAB 39 - Si Bedigasan
BAB 40 - Siapa Vanya?
BAB 41 - Seseorang yang Terlupakan
BAB 42 - Perpustakaan
BAB 43 - Penembakan (Lagi)
BAB 44 - Pria Bertopeng
BAB 45 - Kecurigaan Tersembunyi
BAB 46 - Perkelahian
BAB 47 - Bayangan
BAB 48 - Setitik Asumsi
BAB 49 - Terlambat
BAB 50 - Iris
BAB 51 - Tidak Ada Kata Terlambat
BAB 52 - Kembali
BAB 53 - Kenyataan
BAB 54 - Masa Lalu Itu
BAB 55 - Deklarasi
BAB 56 - Ambigu
BAB 57 - Ruang Bawah Tanah
BAB 58 - Cerita dan Segalanya
BAB 59 - Mirai dan Segalanya
BAB 60 - Pengungkapan
BAB 61 - Pertarungan dan Jawaban
BAB 62 - Permintaan
BAB 63 - Pertaruhan Terakhir
BAB 64 - Sampai Jumpa
BAB 65 - Usai
BAB 66 - Sesuatu yang Berharga
Epilog
Hallo, Kak !
-Sekadar Menyapa (dan curhat)-

BAB 5 - Petunjuk Pertama

2.9K 528 10
By anna_minerva

Eliza ikut pergi dari kantin. Dia segera bergegas untuk masuk ke ruang kelas. Dia tahu bahwa pelajaran sudah di mulai. Saat ini di kelasnya sedang di ajar oleh Pak Tomo---guru killer yang paling ditakuti di sekolahan. Beliau mengajar mapel kimia, itu merupakan mapel yang sangat tidak disukai oleh Eliza.

Pak Tomo akan marah-marah apabila ada murid yang telat masuk saat jam pelajarannya. Lebih baik tidak masuk dari pada telat, itulah yang di katakan oleh Pak Tomo. Jadi mungkin sesekali Eliza akan membolos. Itu juga tidak akan mempengaruhi nilai di mapel yang lainnya. Lagi pula dari dahulu sampai sekarang, nilai kimia Eliza selalu pas-pasan, tidak seperti mapel lainnya yang selalu hampir sempurna.

Eliza berjalan melewati lorong. Dia ingin kembali ke perpustakaan karena perpustakaan adalah tempat yang paling menyenangkan baginya. Saat melewati kamar mandi, dia melihat si kembar Andri dan Andre. Seperti biasa, Andri dan Andre sedang membersihkan kamar mandi.

"Hai si kembar!" Eliza menyapa mereka sambil berjalan mendekatinya.

Tiba-tiba Pak James muncul. Eliza menelan ludah. Ternyata ada Pak James di sana. Matilah Eliza, pasti dia akan mengikuti jejak Andri dan Andre untuk membersihkan kamar mandi.

"Wah ada si cerdas Eliza! Apa yang kau lakukan, membolos?" Pak James melotot.

"Ummm... Anu Pak, saya mau ke kamar mandi," kata Eliza.

"Loh, kamar mandi cewek 'kan di sebelah sana, ngapain kamu masuk ke sini? Nggak bener nih kamu!"

Jantung Eliza berdebar kencang. Pak James pasti akan menghukumnya. Harusnya dia tidak pernah membolos meskipun sekali. Sekarang ini dia akan repot. Apalagi Pak James adalah guru konseling yang paling mematikan di SMA State Lighting. Perawakannya yang besar dan tinggi dapat menambah kegarangannya.

"Sekarang, kamu ikut kedua bocah bodoh ini membersihkan kamar mandi. Harus bersih! Kalau tidak, aku akan menghukum kalian lebih berat lagi!" Pak James melemparkan pel pada Eliza. Setelah itu dia pergi sambil mencatat nama Eliza sebagai murid yang sedang bolos. Itu pertama kalinya bagi Eliza dihukum.

Kedua bocah kembar itu kegirangan.

"Asik, ada Kakak," kata Andri. Sedangkan Andre hanya tersenyum kecil sambil terus bekerja.

Eliza menghela nafas panjang.

"Kenapa kalian bisa dihukum?" tanya Eliza.

"Kami sedang menjalankan misi, Kak. Tadi kami sudah menginterogasi tiga guru, Bu Nuri, Bu Elin dan Bu Fina, dan kami yakin mereka nggak terlibat." Andri berhenti bekerja. Dia duduk di lantai. Dia kelelahan. Lagi pula sekarang tugasnya akan menjadi ringan karena dikerjakan Eliza.

"Kenapa kalian yakin?" tanya Eliza.

"Karena pembunuhan sepuluh tahun lalu terjadi pada saat hari terakhir MOS, sedangkan saat itu Bu Nuri bilang bahwa dia sedang berada di aula untuk menyiapkan pidato penutupan. Dia di sana bersama Bu Elin, Bu Fina dan Pak Joya. Kemudian kami mendatangi Bu Elin dan dia bilang bahwa dia berada di ruang aula saat penemuan mayat dan beberapa jam sebelumnya. Pernyataan Bu Nuri dan Bu Elin sama persis. Bahkan aku sempat menanyakan detail kegiatan yang mereka lakukan, dan itu juga sama persis. Bu Fina juga memberi keterangan yang tidak ada bedanya. Artinya mereka sedang nggak berbohong. Aku yakin itu. Lagi pula mereka nggak terlihat gugup atau ngegas saat kami bertanya," jelas Andri dengan panjang lebar.

"Lalu bagaimana dengan Pak Joya?"

"Saat kami sedang mengikuti Pak Joya, Pak James memergoki kami. Jadi dia menghukum kami. Jadi seperti inilah." Andri mengangkat bahunya.

Eliza tertawa kecil. Kemudian dia segera mengepel lantai kamar mandi. Dia tidak ingin ketika Pak James kembali, kamar mandi belum bersih.

"Jadi kita masih memiliki sebelas orang lagi yang ada di list, mereka semuanya adalah guru senior yang nggak terlalu akrab dengan murid. Tapi aku yakin kalau kita bisa melakukannya," kini Andre yang bicara.

Waktu terus berlalu. Kini kamar mandi sudah bersih dan mengkilap. Mereka bertiga bekerja dengan sangat cepat. Ah, bukan, Eliza lah yang bekerja dengan cepat. Dia tidak ingin terus-terusan berada di kamar mandi cowok. Rasanya tidak nyaman.

"Sudah bersih, kita istirahat di kantin dulu yuk? Kakak belum ke kantin kan?" tanya Andri.

"Gue udah ke kantin tadi, tapi gue belum jajan," jawab Eliza.

"Ayo ke kantin aja." Andre meletakkan lap yang dipegangnya di salah satu rak kecil di kamar mandi.

Mereka bertiga-pun pergi ke kantin. Andri dan Andre mengajak Eliza ke kantin yang paling ujung. Kantin itu sedikit kurang bersih dibandingkan kantin-kantin lainnya namun, para anak laki-laki suka makan di sana karena makanannya lebih murah dibandingkan kantin yang lainnya.

Dinding-dinding kantin itu di cat dengan warna putih, namun warna itu kini sudah luntur. Tembok-temboknya juga sudah retak. Kursi-kursi di sana juga tampak terlihat tua. Namun itu malah menambah kesan kantin tersebut di hati para murid cowok. Kantin itu cukup besar, bahkan lebih besar dibanding kantin-kantin lainnya. Tentu saja, langganan hampir seluruh anak laki-laki di SMA State Lighting. Ada dua perempuan yang kelihatannya berusia tiga puluh lima tahunan, mungkin mereka adalah karyawan kantin. Di sana juga ada wanita paruh baya yang sepertinya pemilik kantin.

"Katanya, kantin ini adalah kantin yang sudah ada cukup lama di sekolah. Boleh dong, kita tanya-tanya," kata Andri. Dia duduk di salah satu kursi yang disediakan di kantin. Eliza menyusul duduk di sampingnya sedangkan Andre masih berdiri.

"Kakak mau beli apa?"

"Es teh aja," kata Eliza. Dia masih memperhatikan kantin itu. Dia tidak pernah makan di sana sebelumnya.

"Aku juga mau es teh, Ndre." Andri memerintahkan Andre untuk membeli es teh.

Andre mengisyaratkan iya dengan mengangguk. Kemudian dia mulai memesan es teh sedangkan Andri dan Eliza sudah duduk duluan bangku depan. Rencananya, Andri ingin bertanya-tanya soal pembunuhan sepuluh tahun lalu, boleh jadi ibu pemilik kantin ini tahu sedikit.

"Selamat siang Ibu Chan!" sapa Andri kepada wanita paruh baya yang sedang duduk di pojokan kantin sambil mengotak-atik ponselnya itu.

Wanita paruh baya itu sudah memiliki rambut putih. Beberapa keriput mulai tergores di wajahnya. Dia memakai baju tradisional, sama seperti yang dipakai oleh kebanyakan nenek-nenek yang sudah bercucu. Wanita itu cukup akrab dengan Andri dan Andre. Bahkan wanita itu sangat menyukai kedua anak kembar itu.

Wanita itu beranjak dari duduknya. Dia mendekati Andri dan duduk di hadapan Andri.

"Eh, nak Andri. Inikan jam pelajaran, kok kamu malah main kesini?" tanya Ibu kantin itu. Dia duduk di kursi depan Andri. Wanita itu melirik Eliza. "Eh ini Mi-Mirai?" gumam wanita itu dengan pelan. Tapi Eliza masih dapat mendengarnya.

"Apa? Mirai?" Eliza bingung dan mencoba memastikan apa yang Ibu kantin itu katakan.

"Ah bukan. Lupakan saja."

Mirai artinya masa depan dalam Bahasa Jepang. Eliza sedikit bingung pada ibu kantin ini. Apa dia tahu jika Eliza adalah manusia setengah Jepang? Lupakan saja. Eliza tidak terlalu memperhatikannya.

"Oh ya nak Andri, ada apa?" tanya ibu kantin itu.

"Ehmmm... Nggak apa-apa kok, Ibu Chan."

Kemudian Andre datang dengan membawa tiga es teh dalam nampan dengan kesusahan. Andri mentertawakan hal itu. Ekspresi Andre berubah menjadi kesal, kakaknya tidak mau membantunya. Ah, memang anak kembar selalu seperti itu. Eliza hanya tertawa kecil di dalam hati melihat tingkah Andri dan Andre.

Ketika Eliza memperhatikan kedua anak itu lebih teliti lagi, mereka terlihat tidak memakai badge nama yang harusnya di pasang di atas saku. Pantas saja mereka sering dihukum.

"Tumben sekali ada anak cewek jajan di kantin ini," kata wanita yang dipanggil Andri dengan sebutan Ibu Chan tadi.

"Iya, ini teman kami, Ibu. Namanya Kak Eliza. Kami mengajaknya minum di sini karena tadi habis dihukum. Hehe," kata Andre.

Eliza tersenyum pada Ibu Chan. Ibu Chan balik tersenyum pada Eliza.

"Ibu Chan, bolehkan saya bertanya sesuatu?" tanya Andri sambil mengaduk es tehnya.

"Boleh saja." Ibu Chan masih mengotak-atik ponselnya.

"Katanya Ibu Chan sudah jualan di sini selama hampir dua belas tahun ya?"

"Tepat sekali Andri! Memangnya kenapa?"

Eliza tercengang. Lama sekali Ibu Chan jualan di sini. Tapi itu masuk akal. Jualan di sini pasti akan mendapatkan untung yang banyak.

Andri ingin bertanya tentang khasus pembunuhan sepuluh tahun lalu pada Ibu Chan. Namun, dia merasa sangat sulit menanyakannya. Andri menggigit bibir bawahnya, sehingga gigi-gigi atasnya terlihat. Sebenarnya tujuan Andri memasang ekspresi seperti itu adalah untuk berfikir. Sama seperti orang yang menggaruk kepalanya ketika sedang bingung, Andri memiliki cara yang berbeda yaitu dengan menggigit bibirnya sendiri.

"Ummm.... Begini Ibu Chan, apakah ibu tahu kalau sekitar sepuluh tahun lalu ada pembunuhan di sekolah ini? Kalau ada, bisa ibu ceritakan?"

Ibu Chan berhenti memainkan ponselnya. Dia menatap Andri dengan dalam. "Sebenarnya ini nggak boleh diceritakan pada siapapun. Tapi kalau Nak Andri dan Nak Andre, Ibu akan ceritakan. Nak Eliza juga nggak apa-apa kok," kata ibu Chan dengan serius lalu menatap Eliza.

Ibu Chan melirik ke sekitar. Dia memastikan tidak ada orang lain di sekitar sana. Bahkan dia juga mengamati dua karyawannya. Mereka sedang berada jauh dari jangkauan Ibu Chan.

"Finensa Karen. Dia adalah korbannya. Dia anggota OSIS yang mengurus MOS saat itu dan dia suka mengerjai dan menghukum anak-anak baru." Ibu Chan berhenti sejenak dan menghela nafas panjang."Saat hari terakhir MOS, dia ditemukan tewas di taman belakang. Katanya sih, dia meninggal baru beberapa saat yang lalu sebelum ditemukan."

Ibu Chan terdiam.

"Lalu bagaimana, Ibu?" tanya Andre sambil menyeruput es teh-nya dengan santai.

"Pelakunya belum ditemukan sampai sekarang. Kau tahu? Hal ini membuat kami sama sekali tidak tenang. Boleh jadi dia masih disini."

"Memang dia masih disini!" ujar Andri dengan santai dan senyum yang menggemaskan.

"Maksudmu apa, Nak Andri?"

Andri menggeleng. "Lupakan saja, Ibu. Kami cuma segelintir anak kurang kerjaan yang penasaran dengan hal ini."

Dari tadi, Eliza hanya terdiam. Dia ingin bertanya sesuatu pada Ibu Chan, namun rasanya tidak enak. Dia baru saja mengenal Ibu Chan. Eliza melirik Andri. Andripun mengangguk. Dia seakan membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Eliza.

"Oh ya, Ibu Chan, waktu mayatnya ditemukan, Ibu Chan melihatnya tidak?" tanya Andri.

"Tidak, Nak Andri. Sudah ada polisi yang berdiri di sana, jadi ibu nggak bisa melihatnya. Bahkan nggak ada satupun murid yang melihatnya. Mereka diminta acuh tak acuh dengan kondisi itu," jawab Ibu Chan.

Andri menghela nafas panjang, saat nya dia melontarkan sebuah pertanyaan yang mungkin akan sedikit membuat Ibu Chan kesal.

"Apa yang Ibu lakukan beberapa saat sebelum pembunuhan itu?" Andri menatap Ibu Chan dengan serius. Pandangannya tidak teralihkan dari mata Ibu Chan.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya ibu Chan balik.

"Boleh jadi ketika Ibu sedang melakukan sesuatu, Ibu bertemu seseorang yang sedikit mencurigakan atau semacamnya. Jika ada bisa beri tahu kami?" Andri mengangkat bahu dan tangannya.

Ibu Chan terkekeh. "Saat itu Ibu sedang di sini, di kantin ini. Saat itu cukup ramai karena hari terakhir MOS. Murid-murid sedang menunggu pidato penutupan sambil mengisi perut."

Kini Andri tersenyum. Dia yakin bahwa Ibu Chan tidak terlibat apapun. Ibu Chan jujur, dia sedang berada di kantin saat itu. Andri tahu karena dia sendiri sebenarnya bisa membedakan mana orang yang jujur dan mana orang yang berbohong. Dia sudah belajar banyak untuk menginterogasi orang lain tanpa susah payah.

"Apa Ibu pernah berfikir kalau khasus Finensa dan Anastasya itu saling berkaitan?" kini Andre yang bertanya.

"Kenapa kau berfikir seperti itu?"

"Karena cara mereka tewas itu sama."

"Tapi aku tidak berfikir tidak seperti itu."

Andri, Andre dan Eliza melongo. Jika Ibu Chan bisa memiliki kesimpulan, maka artinya dia juga mengetahui sesuatu.

"Bagaimana Ibu bisa menyimpulkan?" Kini Eliza yang berbicara.

Ibu Chan menghela nafas panjang. Dia terlihat tidak ingin membicarakan ini. Namun, apa boleh jadi. Tidak ada yang bisa menolak si imut Andri dan Andre, apa lagi disini Eliza juga cukup menggoda Ibu Chan untuk mengatakan sesuatu.

"Sebenarnya seluruh orang yang bekerja di kantin tahu, tidak hanya kantin ini tapi juga kantin sebelah. Tapi, kami sepakat untuk bungkam. Kami tidak ingin terlibat karena boleh jadi nyawa kami yang menjadi taruhannya," jelas Ibu Chan.

"Kenapa? Ada apa Ibu?" tanya Andri.

"Tapi, kalian berjanjilah bahwa kalian tidak pernah mengatakan ini pada siapapun dan jangan membahas ini lagi karena kita sedang berurusan dengan pembunuh berdarah dingin."

Andri, Andre dan Eliza mengangguk.

"James. Pak James. Terakhir kali, kami lihat Anastasya bersama Pak James. Saat itu Anastasya makan di kantin sebelah. Kemudian Pak James memergokinya. Dia memarahi Anastasya habis-habisan jadi kami semua keluar kantin masing-masing untuk melihat keributan. Kemudian Pak James menyuruh Anastasya untuk ke ruang BK. Setelah itu tidak ada lagi yang melihatnya," jelas Ibu Chan panjang lebar.

Pak James? Tidak mungkin. Sekejam-kejam nya Pak James dalam menghukum murid, tetap saja beliau adalah guru yang baik. Dia sering menyelesaikan permasalahan murid-muridnya. Tidak mungkin Pak James pelakunya.

"Tapikan boleh jadi setelah itu Anastasya bertemu orang lain," kata Eliza.

"Kami tidak tahu hal itu, Nak. Tidak ada yang lihat lagi dan saat polisi menanyai kami beberapa hal, kami memutuskan untuk tak bicara apapun. Kami takut apabila kami bicara, Pak James akan melakukan sesuatu kepada kami."

"Tapi harusnya Ibu bicara!" seru Andri.

"Tidak! Jika kau mau bicara, bicaralah. Kami tidak ingin. Maafkan Ibu ya. Oh iya, Ibu mau masak dulu." Ibu Chan beranjak pergi. Sepertinya Ibu Chan benar-benar tidak ingin membicarakan hal ini.

"Apa kau berfikir bahwa Pak James pembunuh?" tanya Andre.

"Tapi, sebelumnya kita sudah menyimpulkan bahwa pembunuhan sepuluh tahun lalu dan pembunuhan Anastasya ini pelakunya sama. Pak James baru bekerja di sekolah ini sekitar dua tahun bukan?" kata Eliza.

"Kita tidak tahu. Kita harus selidiki Pak James." Andri memegangi kepalanya. Mungkin, baru kali ini mereka dihadapkan dengan khasus yang rumit.

Mereka bertiga terdiam, otak mereka sedang berputar. Mereka berfikir, tidak mungkin Pak James.

***

Sepulang sekolah, Andri mengajak tim detektif-detektifan nya untuk bertemu di kafe sunflower. Mungkin itu akan menjadi tempat diskusi mereka sementara. Lagi pula kafe itu memiliki ruang yang luas dan cukup sepi di siang hari. Mereka memilih tempat duduk yang jauh dari jangkauan banyak orang.

Andri dan Andre membicarakan apa yang telah dikatakan oleh Ibu Chan pada Dean. Sedangkan Eliza sejak tadi terus terdiam. Otak nya sedang berputar, dia menemukan banyak sekali kemungkinan atas khasus pembunuhan sepuluh tahun lalu dan khasus pembunuhan Anastasya.

"Jadi, kalian berfikir bahwa Pak James pelakunya?" Dean menggigit jari-jarinya. Dia terlihat juga sedang berfikir keras.

"Tidak, Kak. Tapi berdasarkan keterangan Ibu Chan begitu. Ketika kami bertanya ke kantin sebelah, mereka bilang tidak. Tapi aku yakin kalau mereka berbohong," kata Andri.

Eliza menghela nafas panjang. "Memang begitu, katanya mereka sudah sepakat untuk bungkam. Jadi mereka nggak mengatakan apapun. Kecuali Ibu Chan, karena beliau sendiri cukup akrab dengan Andri dan Andre jadi beliau mengatakannya."

"Lalu, apakah kita akan menyelidiki Pak James?" tanya Dean.

Andri dan Andre mengangguk secara bersamaan.

"Kenapa tidak kita serahkan kepada Detektif Fenil terlebih dahulu?" tanya Dean lagi.

"Mungkin ayah tidak bisa. Tidak ada saksi yang mau bicara. Jika kita mengatakan ini pada ayah, beliau pasti akan mendatangi Ibu Chan atau ibu kantin lainnya untuk dimintai keterangan, tapi mereka nggak akan bicara. Jadi Ayah nggak bisa menyelidiki lebih lanjut karena nggak ada saksi yang jujur," jelas Andri.

"Jadi kita akan menyelidikinya sendiri?"

"Iya, kak. Kenapa tidak?"

Mereka berempat telah sepakat untuk mengawasi Pak James sendiri dalam beberapa waktu. Apabila sudah menemukan bukti bahwa Pak James mencurigakan, mereka akan mengatakannya pada Detektif Fenil atau pihak lain yang membantu mengusut khasus kematian Anastasya ini.

"Padahal kita sudah berfikir bahwa khasus pembunuhan Finensa dan Anastasya itu memiliki pelaku yang sama," gumam Eliza.

"Makanya aku nggak yakin Kak, kalau Pak James yang melakukannya."

Mereka berempat terdiam sejenak.

Lagu Fly me to the moon yang dinyanyikan oleh Julia London menggema di seluruh ruangan kafe tersebut. Tapi, sepertinya keempat detektif amatiran itu tidak memperdulikannya. Meskipun lagu itu adalah lagu favorit Eliza.

"Oke baiklah, gue punya rencana. Andri dan Andre tetap menyelidiki orang-orang yang ada di list, sedangkan gue sama Eliza akan menyelidiki pak James. Gimana?" tanya Dean.

"Bukankah itu nggak adil bagi si kembar? Kita hanya mengawasi satu orang sedangkan mereka menginterogasi banyak orang," kata Eliza.

Andri dan Andre saling tersenyum menatap satu sama lain.

"Itu mudah, Kak. Kami sudah sering melakukannya. Lagi pula kami cukup imut sehingga tidak akan ada yang mencurigai. Oh iya, kami juga memiliki keahlian membedakan orang yang jujur dan orang yang tidak jujur. Itu mudah bagi kami," kata Andre setelah sekian lama diam.

Andri hanya mengangguk.

"Jika begitu baiklah. Biar gue sama Dean yang mengurus Pak James," kata Eliza.

Continue Reading

You'll Also Like

137K 6.3K 37
Sebulan menjelang pernikahan Irene dan Eliot, Wira mendatangi Irene untuk menyatakan cinta yang kesekian kalinya. Dan lagi-lagi ditolak. Merasa putus...
360K 46.5K 200
** Novel Terjemahan ** Bacaan Pribadi.. Rank #2 in terjemahancina (01/08/21) Seorang wanita dari zaman kuno jatuh cinta dengan belahan jiwanya. Chu...
618K 6.8K 100
[ 𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗 ] 𝗡 𝗘 𝗪 𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐃𝐈 𝐑𝐄𝐕𝐈𝐒𝐈❎ ⚠️𝐂𝐋𝐎𝐒𝐄 𝐑𝐄𝐐𝐔𝐄𝐒𝐓⚠️ 𝘉𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘱...
736K 30.6K 32
[ WARNING 21+ || 1st Book of Evanesce || COMPLETE STORY] "Kita terbakar layaknya kembang api, tetapi hanya abu yang tersisa" - Min Yoongi "Hasrat yan...