WHAT IF? (mark + koeun)

By day202

45.6K 5.5K 2.1K

What if? Bagaimana jika? Apabila Markoeun itu nyata adanya, mungkinkah hal-hal kecil disekitar mereka menjadi... More

Love At First Sight
Rainy Girl
Toy
Dance Dance Dance
Walk You Home
Sorry
Be Happy, I'm Sorry
Sweet Little Secret
Baby Step
Couple Things
Library
Runaway
Classmate
Baby Don't Like It
Nanya Dong
A Pair Of Eyes
The First Chatting Session
Try Again
Friendzone
Some
Hairstyle
Is It The End?
Paper Plane
You'll Be Okay
Memory Of The Wind
Unspeakable Word
Little Peck
3 a.m
She Is Gone
Late Night Cafe
A Hug
Make Her Smile
Retrouvailles
Admirer
Sunday Morning
It's Fine
Waiting
I'll Be There
Distance
Words
Her House
Unfaithful
Dream Stage
Espresso
Rendezvous
Science
Give Up
Rainy Morning
Balcony
Beautiful Goodbye
Missing You
Angel
Another
Amnesia
Stand By Me
Candy Shop
F.W.B
Love The Way You Lie
First Love
Insecure
Listen To This Song
New York
Moonlight
Reverie
Comfort Zone
Something Forgotten
Two Hearts
Secretary
Christmas Gift
Pit A Pat
Festival
Announcement
Distance
Secret
Sophie
Double Date
New Start
Way To Get You
Watermelon Lipbalm
!!! Mau Promosi !!!
Time Machine
Gotta Be You
Drivers License
Straight To You
Happy
Rumit

Feeling

285 57 15
By day202

You love me, right?

Mark sayang Koeun, jelas. Kekasihnya itu adalah satu-satunya yang membuat dunianya serasa terguncang sejak kali pertama mereka bertemu. Bahkan ketika ia bertukar pandang kala itu, ribuan kembang api seolah meledak dan menghiasi langit malam. Waktu terhenti dan laki-laki itu hanya mampu terpaku tanpa sempat berbicara. Sedahsyat itu memang.

Oke, mungkin ini terdengar berlebihan. Tapi serius, Mark menyukai Koeun di detik pertama pertemuan mereka. Dan perjuangannya meluluhkan hati dingin perempuan itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan.

Jadi bagaimana mungkin Mark tak bahagia ketika sekarang Koeun sudah berhasil ia dapatkan? Tapi yang kini menjadi pikirannya adalah, apakah kekasihnya itu juga memiliki perasaan yang sama? Atau ia menerima ajakan berkencan Mark hanya sebatas rasa kasihan?

Ah tapi, rasanya opsi terakhir terdengar terlalu jahat untuk bisa seorang Koeun lakukan. Menerimanya hanya karena kasihan. Tidak mungkin 'kan?

Kalau dipikir lagi, opsi itu justru yang paling terasa masuk akal. Bukannya bagaimana, Mark kadang merasa Koeun sama sekali tak tertarik padanya karena perempuan itu tak pernah menunjukkan reaksi berlebih ketika ia pergi tanpa izin, sengaja menghilang beberapa waktu beberapa minggu lalu.

Atau ketika dia dengan sengaja mengajak serta Arin, salah seorang teman yang ia kenal di organisasi kampusnya. Menggandeng perempuan itu dan bertingkah seolah mereka dekat selama ini. Di depan Koeun, tentu saja. Karena ya, tujuan utama Mark memang ingin melihat apakah kekasihnya itu cemburu atau tidak.

"Mark, kau yakin ini tidak berlebihan 'kan?" bisik Arin yang duduk dihadapannya sambil melirik ke arah Koeun yang berada beberapa meja di seberang mereka. Oh ya, saat ini mereka sedang berada di cafetaria. Ceritanya ingin menikmati makan siang bersama sekaligus melancarkan rencana aneh milik Mark. "Orang-orang tahu kau dan Koeun berkencan. Sekarang malah mereka yang melihat aneh ke arahku."

"Pasti, semua akan baik-baik saja." Mata laki-laki itu masih mengawasi pergerakan Koeun. Kekasihnya itu sedang duduk sendiri sambil menikmati segelas orange juice kesukaannya. Tanpa gula pasti, Mark tahu kesukaan perempuan itu. "Hanya sebentar saja aku butuh bantuanmu, Rin. Semua teman perempuan yang aku kenal sudah punya kekasih, hanya kau yang sendiri. Jadi aku menekan resiko untuk dipukuli laki-laki lain."

"Kurang ajar!" Mereka berdua kini nampak asik berdebat sambil tetap memperhatikan Koeun yang nampaknya tidak juga sadar dengan keberadaan dua orang itu. Justru orang-orang di sekitar mereka yang nampak bingung memperhatikan. Beberapa dari mereka mungkin berpkir jika hubungan Mark dan Koeun sedang tidak baik-baik saja. "Mark lihat! Orang-orang sekarang memperhatikan kita dan Koeun sambil berbisik. Aku tidak mau ya nama baikku harus hancur hanya karena ide bodohmu yang berusaha membuat Koeun merasa cemburu."

"Ssttt ....kau berisik sekali, Rin!"

Sebenarnya Mark tidak peduli dan tidak mau peduli tentang bagaimana orang-orang di cafetaria berbisik dan membicarakannya. Fokus laki-laki itu sejak tadi tak berpindah dari Koeun yang asik membaca buku tebal entah apa. Ia mendengus begitu menyadari jika kekasihnya itu benar-benar lupa pada dunia apabila telah dihadapkan pada hobi membacanya.

"Hey, kekasihmu itu benar-benar tidak memperhatikan sekitarnya atau bagaimana?" Arin ikut-ikutan penasaran dengan Koeun yang benar-benar terlihat tak terusik sejak tadi. Padahal di bangku sebelahnya ada segerombolan mahasiswa yang membicarakannya terang-terangan. Hebat. "Dia seperti tidak berada di tempat ini."

Mark mendesah lalu mengambil gelas berisi jus semangka miliknya. Menyesap dengan tidak bersemangat. "Itulah, kau tahu kan sekarang bagaimana rasanya memiliki kekasih secuek dia? Ini jalan terakhir yang akan aku ambil untuk menguji perasaannya. Aku tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi hubungan kami jika dia tidak terlihat cemburu sama sekali."

"Kenapa tidak berpisah saja kalau kau merasa hanya dirimu yang mencintai tanpa merasa dicintai balik?"

"Rin, she is love of my life." Laki-laki itu memasang ekspresi ngeri ketika Arin dengan entengnya memberikan saran mereka untuk berpisah. Tidak semudah itu. Bagaimana mungkin Mark bisa rela melihat jika suatu hari nanti Koeun bergandengan tangan, berpelukan atau lebih parahnya berciuman dengan laki-laki lain. Tidak bisa dan tidak boleh. "Aku tak akan pernah sanggup melihatnya menjadi milik orang lain. Lebih baik aku mati daripada hal itu terjadi."

Perempuan dihadapannya itu terdiam. Menatap Mark dengan pandangan aneh. "Berlebihan bodoh!" ucapnya sambil melempar kulit kacang yang sejak tadi ia cemili. "Kau dan dia statusnya masih kekasih. Bukan calon suami istri. Lagipula masa depan siapa yang tahu? Bisa jadi dia bukan jodohmu 'kan?"

"STOP!" Mark bangkit sambil menggebrak meja. Serius, dia selalu tak suka jika ada teman-temannya mengungkit masalah seperti ini. Yabg rata-rata mengatakan jika bisa jadi Koeun bukan jodohnya, atau mungkin saja perempuan itu akan menikah dengan laki-laki lain di masa depan. "Jangan berkata seperti itu, Rin! Aku tak suka mendengarnya. Mau bagaimanapun, Koeun itu jodohku. Pasti jodohku! Jika bukan aku tak boleh ada orang lain yang memilikinya."

Tanpa Mark sadari, perbuatannya dan perkataannya itu mampu membuat Koeun mengalihkan perhatian dari buku yang membuatnya tenggelam sejak beberapa jam lalu. Perempuan itu tertawa kecil dan menggeleng lalu menutup bukunya. "Mark, apa lagi yang sedang kau rencanakan?"

***

"Mark, Mark duduk!" Arin yang aslinya masa bodoh mendengar laki-laki itu berteriak dan membuat kehebohan di sekitar cafetaria membulatkan mata begitu melihat Koeun memasukkan bukunya dan berdiri. Sepertinya hendak berjalan mendekati mereka. "Duduk bodoh! Cepat duduk!"

"Apa? Apa lagi yang mau kau katakan?"

Tapi Mark masih berdiri dengan kekeras-kepalaannya. Menatap marah ke arah temannya itu sambil bersedekap. "Ku bilang duduk, cepat!"

"Memangnya ada ap--"

"Mark?"

Shit, dia tahu kenapa Arin menyuruhnya untuk duduk segera. Laki-laki itu membalikkan badan untuk dapat bertatapan langsung dengan perempuan yang sejak tadi ia perhatikan. Koeunnya.

"Eun ....eugh, kau di sini?"

Bodoh. Kenapa juga pertanyaan tidak penting seperti itu yang muncul dari bibirnya? Dan Arin, nampaknya perempuan itu sudah bersiap untuk kabur dari tempatnya sampai kemudian Mark menarik tangannya dan menahannya di sana. Membuat temannya itu mendelik kesal.

"Sejak tadi aku duduk di sana." Koeun menunjuk ke arah bangku cafetaria yang ia tempati sejak tadi. Masih memasang senyum yang nampak biasa saja. Tak ada gurat wajah kesal, sebal atau marah begitu melihat Mark menarik tangan Arin dan memaksanya tinggal. "Kau sudah lama di sini? Mau makan siang ya?"

Koeun sekilas melirik ke arah Arin yang menatap takut dirinya. Mengangguk memberi salam. Sedangkan Mark dengan bodohnya masih saja menggenggam pergelangan tangan perempuan itu. "A ....aku sudah makan. Ke sini hanya ingin menemani Arin. Dia lapar katanya."

Setelah ini Mark tahu bagaimana Arin akan memukulnya dan memakinya karena laki-laki itu baru saja melempar temannya itu sebagai umpan. Jika seperti ini Koeun pasti cemburu kan? Harusnya begitu.

"Oh, jadi bagaimana? Sudah makan siangnya?" Tapi Koeun seolah tak terganggu. Ia masih saja tersenyum dengan senyum manisnya yang membuat kedua matanya berbentuk bulan sabit itu. Sial, kenapa kekasihnya jadi makin manis begini? "Apa aku mengganggu waktu kalian?"

Mark rasanya tidak percaya dengan reaksi yang diberikan Koeun. Jauh dari ekspektasinya. Dia lebih lega jika perempuan itu marah-marah, memukulnya atau menyeretnya pergi saat itu juga. Tapi ini? Dia sendiri yang sekarang juga bingung bagaimana harus menanggapi reaksi kekasihnya itu. "Eun kau--"

"Oh aku tidak jadi lapar tiba-tiba, Eun." Arin dengan segera menarim tangannya kasar dari genggaman Mark. Mengambil tasnya dan bangkit. Hendak pergi meninggalkan sepasang kekasih paling aneh di depannya kini. "Kalau kalian mau melanjutkan silahkan saja. Aku lupa ada janji dengan Dino barusan. Aku duluan ya."

Dan dengan begitu, Arin pergi. Meninggalkan Mark dan Koeun yang menatapnya heran sebelum saling tatap satu sam lain. "Arin serius ada janji dengan Dino?"

"Kenapa memangnya?"

"Dino hari ini kan tidak kuliah."

"Oh ya? Kenapa kau tahu sekali, Eun?"

Koeun mengerjap. Merasa aneh mendengar pertanyaan Mark yang bernada sedikit defensif untuk telingannya. "Karena dia teman sekelasku? Dan aku bertindak sebagai kordinator kelas, jadi aku tau kemana teman-temanku pergi."

"Kupikir karena Dino dekat denganmu."

Tunggu dulu, kenapa sekarang jadi Mark yang terdengar cemburu? Bukannya ini sejak awal adalah misi laki-laki itu untuk membuat Koeunnya cemburu?

"Aku memang dekat dengan Dino." Mark menoleh segera. Mendelik begitu mendengar perkataan kekasihnya. "Karena dia wakil kordinator kelasku, 'kan?"

"Terserah! Terserah kau saja!"

Mark tiba-tiba kesal. Ketika datang bukannya merasa cemburu, Koeun malah membicarakan tentang Dino. Padahal ini sudah beberapa hari mereka tidak bertemu langsung seperti ini akibat kesibukan dan jadwal masing-masing. Mark dengan organisasi fakultasnya dan Koeun dengan badan kepresidenan mahasiswa di kampus.

Laki-laki itu berbalik. Berjalan cepat meninggalkan tempat tadi. Tapi dalam hatinya, ia berharap Koeun akan mengejarnya dan menghentikannya.

Please, kejar Mark. Kejar laki-laki itu!

"Mark....!" Laki-laki itu sekilas menampakkan senyum ketika mendengar seruan Koeun di belakangnya. Tapi ia berpura-pura untuk tetap acuh. Gengsi jika harus berbalik hanya karena mendengar satu seruan dari Koeun. Dan sekarang, mereka berdua tengah berjalan di jalan setapak penghubung fakultas hukum dan fakultas ilmu politik. Jalan itu juga nampak sepi, tak ada orang lain selain mereka berdua di sana. "Magu, tunhhu dong!"

Senyum Mark makin cerah begitu Koeun memanggilnya dengan panggilan kesayangan mereka. Akhirnya ia berhenti melangkah. Masih dengan wajah yabg dibuat seolah kesal dan marah, Mark berbalik. Bersedekap. "Apa lagi?"

"Marah?"

"Tidak."

"Bohong."

"Ya sudah kalau tak percaya."

Dan lagi, Mark kembali berbalik serta berjalan meninggalkan Koeun. Tanpa laki-laki itu sadari, kekasihnya mendesah ringan dan berlari kecil menyusul kepergiannya. Tiba-tiba dan bahkan membuat laki-laki itu sendiri kaget serta tidak menyangka, Koeun sudah melingkarkan tangannya di pinggang Mark dan menempelkan pipinya di punggung lebar dan sandar-able milik kekasihnya itu.

"Jangan marah lagi, please!"

Mark membeku untuk sepersekian-detik. Ingin rasanya ia berteriak kencang dan melompat kegirangan. Tapi masih ditahannya demi menjaga image di depan sang kekasih. Perlahan, laki-laki itu berbalik dengan Koeun yang masih memeluk tubuhnya. "Aku tidak marah."

"Sungguhan?"

Dan kini setengah Mati ia menahan untuk tidak mencium wajah Koeun yang mendongak ke arahnya sambil memasang ekspresi luar biasa menggemaskan. Astaga, Koeun manis sekali.

"Hu-eum."

"Tapi kau kenapa malah mau meninggalkanku setelah Arin pergi dari cafetaria?" Koeun masih mendongak dan masih memeluknya erat. "Kenapa kau tak langsung menyapaku ketika tiba di cafetaria tadi? Kenapa kau malah bertahan dengan Arin sampai harus aku sendiri yang menghampirimu? Kenapa kau tak bilang ingin makan siang? Padahal aku menunggumu mengabariku."

Ini pertama kalinya ia mendengar Koeun merajuk semanja ini. Mengatakan apa yang ada di hatinya dengan bebas dan menunjukkan perasaannya pada laki-laki itu. Boleh Mark merasa senang kan?

"Kau cemburu aku dengan Arin?"

Hening lama. Tetapi Koeun masih memeluknya erat. Mengistirahatkan kepalanya di atas dada bidang laki-laki itu. Membuat Mark tanpa sadar mengangkat tangannya dan mengelus puncak kepala perempuan itu sayang.

"....apa aku tidak boleh cemburu?" Koeun mengatakan itu sambil kembali mendongak dan mencebikkan bibir. Gila, ini gila! Koeun tak pernah nampak semenggemaskan ini sejak mereka berdua bertemu hingga sekarang. Mark tak tahan lagi.

Jadi dengan satu gerakan cepat, laki-laki itu mengangkup pipi agak berisi kekasihnya dan mencuri satu ciuman. Di sana, di jalan setapak penghubung dua fakultas yang sedang sepi.

Mark melumat bibir Koeun lembut. Hingga perempuannya itu memejamkan mata dan ikut merasakan sensasi aneh yang muncul tiba-tiba. Ia mengerjap begitu kekasihnya melepas pagutan mereka. "Jangan memasang wajah menggemaskan begitu, aku tak akan bisa menahan diri untuk tidak menciummu."

Semburat merah muncul di pipi Koeun. Terburu ia melepas pelukan mereka dan tertawa canggung. "Jadi kalau aku memasang wajah menggemaskan seperti tadi lagi, kau akan menciumku?"

"Oh ....eh, mungkin?"

Sekarang Mark ikut canggung. Oh Tuhan, mereka ini sepasang kekasih atau apa sebenarnya?

Dengan wajah yang masih memerah, Koeun lantas menggandeng tangan Mark. Menariknya menuju parkiran di mana ia hapal betul tempat kekasihnya itu memarkirkan mobilnya. "Beli es krim yuk! Kau tak ada kuliah lagi setelah ini 'kan?"

"Baiklah. Kita beli es krim."

Cemburu itu apa perlu ditunjukkan di depan orang banyak? Bagi Koeun tidak perlu. Ia hanya akan menunjukkan rasa tak sukanya di depan Mark kekasihnya. Karena bagi perempuan itu, menyelesaikan masalah diantara dua hati hanya perlu dua hati yang bersangkutan. Jangan sampai mengajak hati-hati yang lain. Karena terkadang, campur tangan hati yang lain justru akan memecahkan semuanya.

Koeun cemburu ketika Mark pergi dengan orang lain. Tapi dia tak sevokal itu untuk mengatakan ia tak suka. Perempuan itu lebih memilih untuk langsung mengungkapkannya dengan tindakan. Setidaknya, setelah ini hubungan mereka masih terselamatkan dari kesalah-pahaman dan drama-drama bodoh yang kerap kali mengikuti.




























Sweet part dari markoeun untuk kalian
Semoga terhibur ya
Aku juga lagi menghibur diri soalnya hehe
Btw, mulmednya bisa keputer nggak di kalian?

Continue Reading

You'll Also Like

87.8K 253 10
Cerita Istri majikan yang kepincut pegaiwainya.
103K 8.6K 66
DREAM : KOSSAN KHUSUS PRIA! Kossan Dream terdiri dari rumah 1 lantai dengan di isi oleh 7 pria. mereka adalah : 1. Mark Adelard. 2. Haechan Arcelio...
39.3K 2.7K 35
" maaf untuk sebelum nya judul nya aku ganti " 🔞🔞🔞 Tidak bagus di baca untuk anak di bawa umur!!!