About YOU

Por sindiaasari

3.7K 1.7K 1.8K

Pertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh... Más

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Extra Chapter

Chapter 33

22 6 6
Por sindiaasari

Kesibukan anak kelas dua belas sudah begitu terasa. Segala bentuk latihan-latihan ujian sudah digembleng sejak tiga bulan ini. Ara saja sudah tidak berani keluar untuk sekedar main. Paling mentok juga ke toko buku untuk membeli beberapa buku latihan Ujian Nasional.

Sikap semua teman sekelasnya juga berubah menjadi serius. Beberapa yang dulu bodo amat dan terkesan menyepelekan, sekarang sudah serius betul-betul insyaf. Ah benar kali ya kata orang, bila saat kelas 10 masih polos-polos patuh, naik ke kelas 11 waktu yang digunakan untuk senang-senang lalu sedikit nakal, dan saat kelas 12 insyaf serta taubat.

Bila dikatakan Ara terlalu memforsir diri, tidak juga. Tetapi bila tidak seperti ini, bagaimana lagi? Toh semua ini juga bakal ada gantinya kan. Untuk masa depannya juga kan?

Tok-tok-tok.

"Masuk."

Bunda menghampiri putrinya dengan segelas susu. Meletakkan gelas itu disamping buku dan mengelus sayang puncak kepala Ara.

"Belajarnya nggak usah terlalu keras sayang, kalo capek ya istirahat."

"Iya Bunda, makasih ya."

"Iya sayang, diminum dulu."

Ara mengangguk patuh. Menyelesaikan minumnya hingga tandas masih dengan bundanya dibelakang.

"Udah bunda istirahat aja, nanti biar Ara yang bawa ke bawah."

"Yaudah, iya."

Cup.

Kepergian Bunda diawali dengan kecupan lembut di pelipis Ara. Ara sendiri juga mengantarkan senyuman hingga akhirnya pintu kamar tertutup lagi.

Gadis itu menghembuskan napasnya pelan. Menatap kembali buku yang masih terbuka dengan sorot nanar. Capek. Belum ada setengah dari buku yang ia beli kemarin malam habis ia kerjakan, tetapi rasanya sudah bebal.

Ara melipat bagian terakhir buku yang ia buka lalu menutupnya. Meraih gelas kosong yang tadi untuk tempat susu dan melenggang turun ke lantai bawah. Sebelum sampai di dapur, Ara melihat ayahnya tengah bersandar di sofa ruang keluarga dengan televisi yang menyala. Ia ingin menghampiri, tetapi sebelumnya ia kembali ke niat awal untuk meletakkan gelas di dapur dulu.

"Ayah?"

Mata Gio yang tadi sempat tertutup tiba-tiba langsung terbuka dan menoleh. Seulas senyum pun terbit ketika netranya menangkap sosok putri satu-satunya itu. "Eh, kamu belum tidur sayang? Sini." Ucapnya sambil menepuk sofa tepat disampingnya.

Ara menggeleng sebagai jawaban. Kemudian duduk tepat disamping ayahnya. Menatap raut wajah satu-satunya laki-laki yang berada dikeluarganya. Guratan-guratan lelah sangat tercipta diwajah itu. Ara jadi berpikir, sebegitu kerasnya kah ayahnya bekerja selama ini? Rela bolak-balik keluar kota karena kewajibannya demi keluarga ini. Padahal awalnya Ara pikir setelah beliau dipindahtugaskan disini, beliau sudah tidak bolak-balik luar kota lagi. Tapi nyatanya tetap sama saja. Ara merasa kasihan bila ayahnya harus capek ketika berada di perjalanan. Ara yakin, capek itu berasal dari waktu yang ditempuh di perjalanan, bukan dari pekerjaan ayahnya sendiri.

Mata Ara sudah berkaca-kaca. Sorot mata ayahnya begitu teduh menggambarkan keayaahan. Tidak pernah beliau meluapkan rasa lelahnya di depan Ara. Entahlah kalau kepada bundanya, Ara tidak tahu. Ayahnya bahkan sama sekali tidak pernah keras saat mendidiknya. Selalu lembut bila menasehati. Hah, beliau adalah sosok ayah yang sangat-sangat Ara banggakan tanpa kecuali.

Kemudian Ara menyenderkan kepala di bahu sosok hero disampingnya itu. Yang kemudian dibalas langsung oleh dekapan hangat.

"Putri Ayah kenapa? Tumben manja?"

"Kangen Ayah." Ara berucap serak. Air matanya sudah lolos satu ketika kalimat itu selesai ia ucapkan.

"Udah lama banget ya Ara nggak minta peluk kaya gini." Usapan lembut terus Ara rasakan disetiap ayahnya mendekap.

Nyaman.

"Tumben belum tidur?"

Ara masih belum bergerak dari dekapan ayahnya. "Tadi habis baca-baca latihan ujian."

"Iya? Wah udah mau ujian aja ya anak Ayah. Udah mau lulus SMA."

Ara mengangguk pelan, kemudian semakin menyerukkan kepalanya di leher sang ayah.

"Ujian Nasionalnya kapan sayang?"

"Dua minggu lagi."

"Iya? Wah cepet banget ya, enggak kerasa. Padahal kayaknya baru kemarin kamu masuk SMA, hehe."

Lama-kelamaan Ara jatuh tertidur disana. Usapan ayahnya yang nyaman membuatnya cepat mengantuk.

Sambil terus mengelus sayang, Gio memandangi wajah putrinya. Tidak terasa sudah 17 tahun ia menjadi seorang ayah. Menjadi sosok orang tua yang ia rasa belum maksimal. Nyatanya ia sering tidak menyaksikan tumbuh kembang putri satu-satunya itu karena tuntutan pekerjaan. Keharusan dirinya yang harus sering keluar kota untuk mengurusi sebuah proyek. Saat dirumah pun hanya beberapa hari, paling lama juga seminggu. Tapi bila ke luar kota bahkan bisa sampai berbulan-bulan.

Tetapi untungnya, Ara ialah sosok yang mudah diatur. Tidak pernah yang namanya neko-neko. Putrinya tumbuh menjadi gadis yang penurut walau sering kehilangan waktu bermain dengan dirinya. Tetapi sebisa mungkin ia mencurahkan segala kasih sayangnya selama ini. Anakanya--Ara tidak boleh kehilangan kasih sayang.

"Ayah?"

"Eh Bun, kok bangun? Katanya capek mau istirahat dulu?"

Sang bunda ikut duduk tepat disamping putrinya. Ikut memeluk hangat seperti yang dilakukan suaminya. "Tadi tiba-tiba kebangun dan inget Ayah kok belum nyusul."

Gio pun menempatkan tangannya ikut memeluk sang istri. Ara sebagai orang yang ditengah sangat mendapat kehangatan kali ini. "Sudah besar ya Bun putri kita."

"Iya, Yah. Kayaknya baru kemarin deh Bunda nimang Ara. Eh sekarang udah mau lulus SMA."

"Iya Bun. Ayah minta maaf ya kalo selama ini Bunda kayak ngurus Ara sendirian. Ayah--"

"Yah, bunda nggak ngerasa ngurus Ara sendirian kok. Ayah juga ikut andil. Selama ini kita ngurus Ara bareng-bareng, kita sama-sama."

Sepasang suami istri itu saling menatap haru. Rasanya sudah lama mereka tak seperti ini. Kira-kira adegan pelukan bertiga ini sudah tidak mereka rasakan setelah Ara menginjak kelas 3 Sekolah Dasar dulu. Dan itu sudah lama sekali.

"Ini tadi kok bisa manja begini gimana, Yah? Nyampe tidur lagi."

"Tadi dia turun terus bilang kangen katanya."

"Emh, terus ini gimana? Kasian kalo tidurnya gini. Pasti nanti sakit semua badannya. Dibangunin atau mau Ayah gendong?"

Gio menatap putrinya kasihan. Bila dibangunkan, rasanya ia tidak tega. Tidur putrinya begitu pulas. Napasnya teratur tanda kenyamanan.

"Ayah gendong aja, kasian kalo dibangunin."

"Yaudah yuk, biar Bunda siapin tempatnya."

Sepasang suami istri itu berjalan depan belakang menuju kamar putrinya. Dengan sang putri yang tertidur berada digendongan sang ayah. Saat sampai di kamar dan direbahkan di kasur pun Ara tetap tidak bangun. Memang tadi sempat menggeliat pelan saat diturunkan dari gendongan. Tetapi sang bunda dengan telaten mengelus lembut kepala Ara hingga nyaman kembali. Setelahnya, satu persatu dari mereka mengecup sayang pelipis Ara. Menaikkan selimut sebatas dada dan berjalan beriringan keluar kamar.

"Selamat tidur sayang."

# # #

Yeay, tau nggak kalo hari ini tepat satu tahun cerita ini aku publikasikan?

Em, sebenernya cerita ini tuh udah ada di draf kurang lebih 3 tahunan lah di akun ini. Iya udah lama :(

Dan tepat tanggal 27 Oktober 2018 lalu, ada satu orang yang buat aku jadi berani buat publikasiin.

Yah walaupun aku tau, kalo cerita ini masih jauh dari kata bagus, tapi ya seenggaknya bisa bikin aku lega.

Dulu takut banget kalo mau pencet publikasikan itu. Takut nggak ada yang baca, takut dikomen yang enggak-enggak tentang cerita ini, takut diiniin takut diituin. Ah pokoknya banyak takutnya akumah.

Tapi sekarang, yang ada malah aku jadi ketagihan. Rasanya jadi pengen cepet-cepet selesaiin cerita ini.

So, makasih buat kamu.

Dan untuk kalian yang selalu nungguin cerita ini, makasih banyak. Makasih udah mau baca cerita abal-abal ini😢

Luv kalian😙

Semoga suka❤

Seguir leyendo

También te gustarán

Roomate [End] Por asta

Novela Juvenil

846K 57.1K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
MARSELANA Por kiaa

Novela Juvenil

814K 42.6K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
little ace Por 🐮🐺

Novela Juvenil

711K 55.7K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...