WHAT IF? (mark + koeun)

By day202

45.6K 5.5K 2.1K

What if? Bagaimana jika? Apabila Markoeun itu nyata adanya, mungkinkah hal-hal kecil disekitar mereka menjadi... More

Love At First Sight
Rainy Girl
Toy
Dance Dance Dance
Walk You Home
Sorry
Be Happy, I'm Sorry
Sweet Little Secret
Baby Step
Couple Things
Library
Runaway
Classmate
Baby Don't Like It
Nanya Dong
A Pair Of Eyes
The First Chatting Session
Try Again
Friendzone
Some
Hairstyle
Is It The End?
Paper Plane
You'll Be Okay
Memory Of The Wind
Unspeakable Word
Little Peck
3 a.m
She Is Gone
Late Night Cafe
A Hug
Make Her Smile
Retrouvailles
Admirer
Sunday Morning
It's Fine
Waiting
I'll Be There
Distance
Words
Her House
Unfaithful
Dream Stage
Espresso
Rendezvous
Science
Give Up
Rainy Morning
Beautiful Goodbye
Missing You
Angel
Another
Amnesia
Stand By Me
Candy Shop
F.W.B
Love The Way You Lie
First Love
Insecure
Listen To This Song
New York
Moonlight
Reverie
Comfort Zone
Feeling
Something Forgotten
Two Hearts
Secretary
Christmas Gift
Pit A Pat
Festival
Announcement
Distance
Secret
Sophie
Double Date
New Start
Way To Get You
Watermelon Lipbalm
!!! Mau Promosi !!!
Time Machine
Gotta Be You
Drivers License
Straight To You
Happy
Rumit

Balcony

374 58 4
By day202

The night when they meet at balcony

Mark mungkin terdengar terlalu bersemangat. Malam ini ia berdiri di balkon kamarnya di lantai dua. Menatap pemandangan sepi dari arah sebelah rumahnya. Ke arah balkon kamar seseorang yang ia tunggu sejak beberapa hari lalu.

Tangannya menggenggam ponsel pintar dengan layar yang masih menampilkan tampilan dari salah satu aplikasi chatting. Memperlihatkan sebaris kalimat yang baru saja berhasil ia kirimkan setelah mengalami perdebatan batin cukup lama.

Dengan keberanian yang susah payah ia kumpulkan, akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Koeun. Sahabat masa kecilnya yang entah kenapa malah menjadi semakin jauh semenjak mereka tidak lagi bersekolah di tempat yang sama.

Sabar, laki-laki itu menatap kearah jendela kamar perempuan itu. Menatap pergerakan siluet tubuh Koeun yang nampaknya sedang sibuk belajar. Yeah, dari dulu hobi perempuan itu tak pernah berubah.

Tanpa sadar, senyum kecil terkembang di wajahnya. Memikirkan bagaimana dulu dirinya yang memaksakan diri untuk betah menemani perempuan itu belajar mata pelajaran yang ia benci hanya agar ia bisa terus dekat dengan sahabatnya.

Lama ia menunggu dan Mark tak protes sedikit pun. Justru kini ia mengambil sebuah kursi dari kamarnya, meletakkannya di tengah-tengah balkon dekat tralis sambil memangku gitarnya. Memetikan nada-nada secara acak tetapi tak terdengar sumbang sama sekali.

Laki-laki itu terbangun kaget ketika melihat kamar di depan balkonnya itu menggelap. Koeun sepertinya sudah selesai belajar dan bersiap untuk istirahat. Dan parahnya, ia sepertinya tak membaca pesan yang sempat Mark kirimkan.

Bagaimana ini?

Mark sedikit panik. Meletakkan gitarnya begitu saja di pojok balkon. Kepalanya berputar mencari cara untuk membuat Koeun tersadar jika sejak tadi ia menunggunya. Dihubungipun, perempuan itu tak mengangkat panggilannya.

Ia sedikit tersenyum ketika mendapati pot tanaman hias yang ada di balkon kamarnya. Bergegas, Mark mengambil sebuah kerikil yang tidak terlalu besar juga terlalu kecil lalu melemparkannya kearah kaca jendela kamar perempuan itu.

Tuk... tukk.. tukk...

Beberapa kali lemparan tak berhasil membuat perempuan itu bangun. Tapi pada lemparan kelima, jendela terbuka. Menampilkan wajah bersiap tidur milik Koeun yang kini nampak cemberut. Mark yang sudah melemparkan kerikil kelimanya tanpa sengaja malah mengenai dahi perempuan itu.

"Mark, apa yang kau lakukan?" Koeun mendesis kesal. Tangannya tergerak mengusap dahinya yang memerah karena lemparan kerikil laki-laki itu. "Tidak ada kerjaan ya?"

Laki-laki itu meringis lucu sambil mengusap belakang kepalanya canggung. "Ya habis, kau aku kirimi pesan tidak dibalas. Kau tak membacanya pasti."

Kerutan muncul di dahi perempuan itu. Ia berbalik lalu mengambil ponselnya yang memang dinyalakan dalam mode diam. Tertawa lucu menatap wajah pura-pura kesal yang ditampilkan laki-laki di balkon seberang sana. "Aku tak dengar. Lagipula ada apa? Tumben mengirimiku pesan?"

Mark menggeleng kecil. Menatap sahabatnya itu masih dengan senyum terkembang. "Tidak ada. Ingin saja."

Bohong.

Jelaslah Mark punya keinginan terselubung dibalik itu semua.

Koeun mungkin tak sadar, tapi sekarang ini tanggal 17 Maret pukul 23.45. 15 menit lagi, perempuan itu akan bertambah usia. Dan itulah yang jadi tujuan utama Mark memintanya muncul di balkon.

Mark ingin menjadi yang paling pertama mengucapkan selamat ulang tahun. Menjadi seseorang yang Koeun ajak melewati detik-detik pergantian usianya. Dan menjadikan dirinya ini milik perempuan itu. Malam ini.

"Aneh." Perempuan itu menggeleng sambil memutar bola matanya sebal. Ia sudah hendak kembali masuk ke kamarnya dan meninggalkan Mark sendirian di balkon kamar laki-laki itu. "Aku kembali ke kamar saja ya. Ini sudah malam dan aku mengantuk."

Mark kembali panik. Koeun tak boleh kembali ke kamarnya sebelum ia mengucapkan selamat ulang tahun. "Tunggu Eun! Jangan tidur dulu."

"Apalagi?" Koeun yang memang sudah membelakangi balkon kamar Mark dan hendak menutup pintu balkon kamarnya menoleh kesal. "Serius Mark, ini sudah malam. Besok pagi kita harus sekolah. Aku tak mau terlambat bangun."

"Ya sebentar saja. Temani aku disini." Mark kembali menarik kursinya. Mendudukan dirinya disana lengkap dengan gitar dipangkuan dan menatap kearah wajah kesal sahabatnya. "Lagipula sudah lama rasanya kita tak seperti ini kan? Jujur saja, aku merindukanmu tau."

Tanpa bisa dicegah, semburat merah itu muncul di kedua belah pipi Koeun. Dan saat ini, ia hanya berharap agar Mark tak menyadarinya.

Menyamarkan rasa gugupnya, perempuan itu kemudian ikut menarik kursi belajarnya dan membawanya ke balkon. Duduk sambil menopang dagu diatas tralis besi balkon kamarnya. Menatap kearah Mark yang memetik gitarnya kembali.

Yeah, mungkin Koeun memang rindu momen ini.

"Jangan menyanyi keras-keras Mark. Nanti tetangga akan bangun karena  suara sumbangmu."

Perempuan itu lantas terkekeh melihat wajah cemberut laki-laki didepannya. Koeun bohong tentang suara sumbang Mark. Sahabatnya itu aslinya memiliki suara yang indah. Dulu, ia bahkan bisa tertidur hanya dengan mendengar Mark bernyanyi atau bersenandung. Dan lucunya, laki-laki itu juga punya kebiasaan yang sama dengannya. Tertidur jika Koeun menyanyikan sebuah lagu untuknya.

"Sialan." Laki-laki itu mengambil kerikil kecil lalu ia lemparkan kembali ke arah Koeun. Yang tentu diantisipasi perempuan itu dengan baik. "Suaraku tidak seburuk itu ya."

Malam itu, hanya dipenuhi suara petikan gitar Mark. Dua sejoli yang duduk di balkon kamar, saling menatap rindu. Berpayung langit malam bertabur bintang.

Rasanya Koeun dibawa kembali ke masa-masa ketika mereka kecil dulu. Menyelinap keluar dari selimut mereka hanya untuk bertemu dan bercerita sepanjang malam di balkon masing-masing. Mengindahkan jam malam yang mengakibatkan mereka terlambat bangun keesokan paginya.

Perempuan itu tetap duduk diam. Menatap kearah Mark yang masih semangat memetik gitarnya dan sesekali mencuri pandang kearahnya. Senyum itu muncul perlahan.

Malam ini Koeun menyadari jika ia dan Mark benar-benar tak sedekat dulu. Dan ia sungguh menginginkan momen-momen kebersamaan mereka terulang kembali. Meskipun itu hanya sebatas duduk diam semalam suntuk saling menatap diselingi suara gitar.

Lucu jika ia ingat alasan ia menjauhi Mark dulu adalah karena Koeun mulai menyadari perasaannya yang berubah. Ia tak lagi melihat laki-laki itu sebagai seorang sahabat semata.

Sosok Mark tumbuh menjadi seseorang yang menawannya. Ia butuhkan dalam hidupnya. Dan mungkin yang juga membuatnya menjauh dari laki-laki lain yang mengejarnya.

Entah sejak kapan laki-laki itu berubah menjadi laki-laki yang Koeun sukai.

Sampai sekarangpun perempuan itu tak berani mengatakan perasaannya. Ia takut hubungan mereka malah menjadi sesuatu yang lebih canggung dari dua orang asing yang baru pertama kali bertemu. Jadi sebelum itu terjadi dan sebelum Mark menyadari perasaannya yang berubah, Koeun memilih untuk mundur dan membatasi dirinya.

Dia tak bisa sedekat itu dengan Mark jika tak ingin jatuh lebih dalam lagi pada pesona sahabatnya.

Saking asiknya melamun, perempuan itu tak menyadari jika Mark telah selesai memetik gitarnya dan sekarang ikut-ikutan menatap kearah perempuan itu.

"Apa saking terpesonanya denganku, kau sampai tak sadar jika aku sudah selesai dengan permainan gitarku?"

Perempuan itu tersentak. Terkesiap dari posisi duduknya dan sesegera mungkin kembali menegakan tubuh. Memasang wajah segarang mungkin.

Koeun memang seperti itu tiap kali seseorang memergokinya melamun.

"Apa katamu? Terpesona?" Ia pura-pura mendecih. "Mimpi saja sana!"

Mark terkekeh lalu menyandarkan gitarnya di tralis besi. Sekarang ia ikut menopang dagu seperti yang Koeun lakukan tadi. Menatap perempuan itu masih dengan senyum yang akan selalu Koeun rindukan. "Eun, aku mau bicara boleh?"

"Katakan."

Laki-laki itu mengambil ponsel pintar yang ia selipkan di kantong celananya barusan. Melihat kearah jam yang telah menunjukkan pukul 23.59. Semenit lagi.

"Tunggu satu menit lagi."

Dahi Koeun mengerut bingung. Untuk apa laki-laki itu menunggu satu menit lagi hanya untuk mengungkapkan sesuatu padanya?

"Kenapa harus tunggu satu menit lagi?"

"Iya tunggu saja." Senyum Mark mungkin terlihat biasa saja sejak tadi. Tapi sekarang Koeun mulai mencurigainya. Tidak biasanya laki-laki itu bertingkah seperti ini. "Hitung mundur ya Eun, satu menitnya sudah mau habis?"

"Hah?"

"10... 9.... 8...." Koeun makin tak paham. Mark sekarang malah mengajaknya berhitung mundur. Sebenarnya apa sih yang sahabatnya itu ingin lakukan? "3.... 2.... 1..... selamat ulang tahun Eun."

Wajah perempuan itu berubah kaget. Dengan terburu-buru ia melihat tanggal di layar ponsel pintarnya.

18 Maret.

Astaga ini hari ulang tahunnya dan ia lupa.

"Mark kau--"

Belum sempat Koeun menyelesaikan perkataannya, laki-laki itu mengangguk. "Yup, aku mengulur waktumu hanya untuk menunggu hari berganti. Dan aku puas bisa menjadi yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun, menjadi orang yang menemanimu melewati detik pergantian usiamu."

Koeun tak bisa membalas perkataan laki-laki itu disaat dirinya sendiri juga speechless. Jadi Mark sengaja?

"Kau benar-benar ya Mark." Ingin rasanya Koeun kesal pada Mark karena menjadi yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun padanya, karena menjadi orang yang paling ingat ulang tahunnya, karena menjadi sahabat yang membuatnya makin jatuh cinta. Hah, padahal Koeun ingin menjauhi laki-laki itu. Kalau begini, bagaimana mungkin ia bisa? "Mana kadoku kalau begitu? Tak lengkap jika hari ulang tahun tanpa kado kan?"

Mark tertawa tertahan. Menatap penuh arti kearah sahabatnya. "Kadonya aku saja bagimana?"

"Hah?"

"Ya aku." Laki-laki itu mengidikkan bahu. Masih menatap Koeun dengan senyum boyish miliknya yang lucu. "Jadi kekasihku yuk?"

SIALAN.

MARK LEE MEMANG SIALAN!

SELALU BISA MEMBUAT KOEUN JANTUNGAN SEPERTI INI!

AH, KOEUN BENCI MARK LEE YANG MEMBUATNYA BERDEBAR.
































Sebenernya pengen up pas ultah Koeun
Tapi waktu itu sibuk banget
Ga sempet nulis
Mood juga ancur banget
Jadi ini gantinya untuk ulang tahun nenengnya aa' mark ya

Happy birthday Koeunku❤

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 123K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...
48 By kevvvvveee

Short Story

281K 28.1K 109
48 oneshoot (Lebih ke Ch²)
148K 6.9K 41
°di mohon sebelumnya membaca lebih baik untuk follow terlebih dahulu ‼️ memang ada wanita yang beruntung dalam hal apapun? ada . azzura contoh nya...