About YOU

By sindiaasari

3.7K 1.7K 1.8K

Pertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Extra Chapter

Chapter 12

68 28 38
By sindiaasari

"Masih mau ngapain sih Rel, gue udah ngantuk nih, mana dingin lagi!" Gerutu Ara disertai dengan usapan pada kedua lengannya.

Pasalnya mereka masih berada di taman yang sama, tetapi memang tak lagi duduk di rumput tengah taman. Mereka beralih ke seberang jalan menikmati alunan lagu yang dinyanyikan oleh pengamen jalanan yang sebenarnya suaranya bisa dikatakankan enak untuk didengar. Disana terlihat lebih ramai, banyak sepasang muda-mudi yang juga duduk di sekitaran untuk sekedar menikmati lagu. Hasil romansa mereka bisa berbaur dengan lagu yang entah mengapa bisa begitu pas. Atau mungkin lagu itu hasil request dari salah satu pasangan disana. Entahlah mungkin hanya Farel dan Ara yang bukan sepasang seperti mereka.

"Mau coklat lagi?"

Ara yang mendengar jawaban tak sesuai itu pun mendengus keras. Sudah kesekian kalinya ia bertanya motif Farel mengajaknya kesini tapi tak juga diberi jawaban. "Gue mau pulang."

Ara telah berdiri, berusaha melangkah maju untuk meninggalkan kerumunan yang saat ini tengah bertepuk-tangan karena lagu yang dinyanyikan sang pengamen telah usai. Dihentak-hentakkan kakinya sebal. Farel tidak mengejarnya. Laki-laki macam apa Farel itu.

Ara berdiri di pinggir jalan berusaha menunggu taxi yang mungkin saja lewat. Jarum jam yang berada di pergelangan tangan kirinya kini sudah menujukkan pukul 21.20, entahlah semoga masih ada taxi yang lewat.

"Ayo pulang." Ara melirik sekilas, ternyata Farel telah berada di atas vespanya, mengulurkan helm yang tadi dipakainya ketika berangkat. "Mau kayak yang di sinetron? dipakein?"

Mendengar itu kekesalan Ara kian bertambah. Direbutnya helm itu kemudian memakainya cepat dan langsung naik ke boncengan belakang. Di depannya Farel tersenyum tipis. "Kalo dingin peluk aja."

Tak lama setelah kalimat itu terlontar, Ara tak segan-segan meninju bahu Farel dengan keras. "Cepetan!" Farel terkekeh ringan. Melihat raut wajah Ara yang kesal membuatnya gemas sendiri.

"Mau makan dulu nggak?"

"Ck! Udah dibilang pulang juga!"

Farel tak menjawabnya. Perlahan vespa itu mulai membelah jalanan ibukota yang tak pernah sepi itu. Lamunan Ara terlempar ke kota tempatnya besar. Disana, di kota itu jalanan tak pernah seramai ini. Tak pernah macet apalagi sepanas saat siang disini. Dulu ia sering berjalan kaki kemanapun ia mau tanpa repot memikirkan tentang segala asap yang siap berpapasan. Keramah-tamahan begitu dijaga di sana, sampai-sampai Ara tak berani bila tak menyapa ketika saling bertemu. Tetapi bagaimana dengan kota itu sekarang? Apa masih sama seperti dulu saat ia masih tinggal? Apa masih banyak tukang becak yang selalu menawarinya ketika ia pulang sekolah dulu? Atau justru mereka telah digantikan dengan para ojek online yang sekarang begitu merajalela. Huft, Ara ingin kesana.

Farel mengendarai motornya tidak terlalu kencang karena tadi Ara sempat bilang sedang kedinginan. Tak lama kemudian vespa itu berbelok memasuki pelataran sebuah cafe. "Ngapin kesini? Gue kan mau pulang! Gue tuh nggak laper, Rel. Gue ngantuk-tuk-tuk! Nggak usah dipaksa makan deh. Besok aja kalo mau traktir."

Farel memadang jengah ke arah Ara. "Bawel banget sih lo, orang yang laper tuh gue. Yang mau makan tuh gue." Ucapnya lalu mulai melangkah memasuki cafe. Meninggalkan Ara yang kini berwajah cengo.

Ara yang masih duduk pada bangku belakang itu melongo tak percaya. Mengerjap-ngerjapkan matanya. Farel tadi bilang apa? Ohhh tolonglahh kenapa Ara jadi kepedean gini sih. Ara pikir kan kaya yang di sinetron gitu!

"Nggak ikut masuk mbak? Masa pacarnya nggak ditemenin." Ara menoleh. Dilihatnya tukang parkir yang berdiri tak jauh darinya. Pacar? Siapa? Ara kan disini sendiri. Tukang parkirnya gitu?

"Saya sendiri kok mas. Nggak ada pacar saya."

"Yang itu tadi? Ohh atau si mbaknya ngode saya nih?"

Mulut Ara terbuka lebar. Ini apaan sih tukang parkirnya nggak jelas bener. Bukanya tadi dia nanya pacarnya nggak ditemenin? Lah Ara kan disini sendirian, ga punya pacar pula. Terus apa hubungannya sama ngodein mas-mas parkir sih?

"Okedeh mbak, saya itu orangnya peka kok. Mbaknya mau jadi pacar saya?" Mata Ara semakin melotot.

"Tapi maaf mbak saya udah punya istri di rumah, udah punya anak juga. Saya nggak mau mbak menduakan istri saya. Saya tu udah cinta--" Nah-nah kok nggak nyambung sih. Yang enggak nyambung siapa coba, masa sampai kesana obrolannya.

"Ehm... maaf mas saya permisi." Ara langsung berlari memasuki cafe. Merinding lama-lama dijagongin sama mas-mas parkir tadi. Pede gila lagi. Siapa juga yang ngode. Cuih!

Mata Ara mengitari seluruh penjuru cafe, mencari keberadaan Farel yang seenaknya meninggalkannya tadi. Kemudian matanya menemukan Farel yang tengah asik makan. Ara melangkah dengan lebar kearahnya. Setelah sampai, ia langsung menarik kursi dan duduk. Membuat Farel berjenggit kaget dengan mulut penuh burger dan mata yang melotot.

"Ho-ho...hapain...hi..sini?!"

"Telen dulu bego!"

Farel buru-buru mengunyah dan menelannya. Memperhatikan Ara sekali lagi yang ada di depannya itu.

"Lo sinting apa gimana sih?" Ara melotot, "Saking sayangnya sama helm sampe nggak dicopot gitu? Ra! Didepan ada tukang parkir. Gausah malu-maluim gue napa."

Tangan Ara buru-buru hinggap di kepalanya. Setelah menyadari kebodohannya, ia langsung melepas helmnya dan diletakkannya di kursi kosong samping tempatnya. Tangannya ia lipat di meja, bibirnya mengerucut sebal. Apa Farel tidak penasaran dengan kejadian tadi? Dilihatnya Farel yang masih saja terus memakan burger bignya. Nggak ditawarin lagi! Gue kan juga laper gara-gara ngeladenin tukang parkir agak gila tadi!

Jari-jari Ara mulai mengetuk-ngetuk meja, berusaha mengode Farel yang begitu tidak peka. Pasalnya kali ini Ara lupa tak membawa dompet, kalo bawa mah udah dari tadi ia pesan. Dan untungnya ia tadi tak jadi naik taxi, kalau jadi gimana nasibnya?

Ditempatnya Farel terkekeh. Gengsi digedein sih lo! Jadi laper kan. Dengan rakusnya ia kembali makan dengan gerakan yang slow, berusaha menggoda Ara. "Duhh saosnya ampe luber-luber gini." Ucapnya diikuti jilatan pada jari-jarinya yang terkena lelehan saos.

Alah bodo amat sama gengsi!

"Rel!" Ara menyentak diikuti pukulan keras di mejanya. "Gue juga mau." Ucapnya begitu lirih.

Farel menaikkan sebelah alisnya. "Hem?"

"Itu, mau." Tunjuk Ara pada burger milik Farel yang berada ditangannya.

Pandangan Farel beralih pada burgernya, kemudian menatap Ara disertai senyuman miring. "Gue kan mau pulang! Gue tuh nggak laper, Rel. Gue ngantuk-tuk-tuk! Nggak usah dipaksa makan deh." Ucap Farel menirukan persis apa yang diucapkannya tadi. Tetapi memang dari nada suaranya terdengar lebih lebay dari yang diucapkannya tadi.

"Ish! Itukan tadi sebelum gue ketemu sama mas-mas tukang parkir!"

"Aradella yang uun, apa hubungannya coba laper sama tukang parkir?"

Ara menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkan dengan kasar. Setelah berkali-kali ia kemudian menceritakan kejadian tadi pada Farel.

"Hahahah.....lo?....hahahah tukang parkir? Hahaha bininya? Lo mau jadi bini keduanya?"

"Bodo!" Ketus Ara. Kemudian ia mengangkat tangan, memanggil pelayan cafe. Bodo amat sama tingkah Farel yang saat ini belum juga menghentikan tawanya.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu."

"Minta menunya dong mas." Ara masih saja memandang Farel kesal. "Lo tuh diem deh! Nyesel gue cerita!"

Ara kemudian mengalihkan pandangannya ke buku menu yang sudah ada di depannya. Membalik-balikkan mencoba mencari makanan apa yang akan dimakannya. "Saya pesan burger yang super big 1, kentang gorengnya 1 juga, sama milkshake strawberry."

"Maruk amat lo."

Ara mendelik. "Sewot amat sih, orang yang makan gue, yang bayar juga--" Ara kemudian tersadar. Menggigit bibir bawahnya. "Rel, lo ganteng deh, gue--"

"Alah pasti ada maunya! Apa?" Ucap Farel tahu.

"Traktir yaaa, gue lupa gabawa dompet. Hehe,"

Farel mendengkus kasar. Menjitak kepala Ara hingga rambutnya keluar dari kunciran. "Ishh... lo tuh ya!"

Ehm! Terdengar suara deheman dari sebelah mereka. "Ada lagi yang mau dipesan?"

Kompak Ara dan Farel menoleh ke arah pelayan cafe itu.

"Kak Revan!"

***

Hai hai semua👋

Gimana? Gimana?
Ada yang mau ditanyakan?

Haha absurd banget ya chapt ini, lah bodo amat ya :v

Oh iya ada yang bisa tebak Revan siapa?
Hayoloh siapa hayo

Tunggu di chapter selanjutnya ya😙 Jumpa lagi

Semoga suka❤

Continue Reading

You'll Also Like

530K 87.5K 30
✒ 노민 [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...
1.3M 35.4K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.3M 256K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.4M 140K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...