About YOU

By sindiaasari

3.7K 1.7K 1.8K

Pertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Extra Chapter

Chapter 6

188 118 107
By sindiaasari

Pusing. Itulah yang dirasakan Ara ketika telah tersadar dari pingsan. Dipijitnya area pangkal hidung hingga bagian kepala. Matanya menyisir ke sebuah ruangan yang kini ditempatinya. Berpikir sebentar, hingga bau obat-obatan yang begitu menyengat meyeruak masuk ke hidungnya. Rumah Sakit, pikirnya. Dan akhirnya manik matanya bertubrukan dengan manik mata gelap milik Farel.

"Masih pusing?" Tersirat nada kekhawatiran di sana. Ara tak menjawabnya, ia tengah mencoba untuk bangun dan duduk bersender pada kepala ranjang.

Ara tengah mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang membawanya ke sini. Hingga akhirnya ia teringat kejadian pulang sekolah tadi. Saat meyebrang akan membeli jus ada sebuah mobil yang melaju ke arahnya. Ia tertabrak. Hingga ia berguling-guling di jalan dan akhirnya kepalanya terbentur sesuatu yang keras--ia tak tahu benda apa itu. Setelah itu ia tak mengingat apapun lagi.

Kepalanya kembali berdenyut mengingat-ingat kejadian itu. Ara memejamkan matanya sejenak. Setelah itu ditatapnya kembali Farel yang sedari tadi masih setia duduk di pinggiran ranjang.

"Kok lo bisa ada disini?"

Sudah beberapa detik berlalu, Farel belum juga menjawab pertanyaannya. Matanya masih memandagi Ara. Belum juga berkedip sejak pertanyaan itu terlontar.

"Maaf." Ucapnya setelah beberapa kali menghela napas. Farel merasa tenggorokannya tercekat saat akan melanjutkan kata-katanya. Hingga kini matanya telah mengarah ke lantai dihadapannya. "Gue yang nabrak lo."

"Maaf." Ucap Farel sekali lagi. Terapi saat ini matanya telah kembali mengarah pada Ara.

Terdapat kilatan amarah yang tercetak jelas pada manik mata milik Ara. Wajahnya juga telah memerah. "GUE PUNYA SALAH APA SIH SAMA LO?! NGGAK CUKUP KEJADIAN TADI PAGI? HA!?"

"Ra, maaf. Gue nggak sengaja. Maaf buat yang tadi pagi, itu gue buru-buru dan-dan nggak sengaja...."

Ucapan Farel itu belum selesai,tetapi telah terlebih dulu dipotong oleh Ara. "ALAH! Gue nggak ngerti deh sama lo. Baru sehari Rel! Baru sehari kita kenal. Oh ralat, Baru sehari kita ketemu. Dan lo..." ucap Ara sembari menunjuk Farel tepat di mukanya. Emosinya benar-benar pecah saat ini. "Lo udah sebegitu bencinya sama gue sampe-sampe lo nabrak gue. Bikin gue kayak gini. Nggak nyangka gue."

"Ra! Nggak gitu..." ditangkapnya tangan Ara yang tadi menunjuk wajahnya. "Gue nggak sengaja."

Hingga akhirnya Ara menepis kasar tangan Farel yang berani menyentuhnya. "Mana HP gue?"

Farel pun berdiri dan merogoh ponsel milik Ara di sakunya. Diulurkannya ponsel itu kepada si pemilik. Hingga dengan gerakan kilat Ara telah berhasil merebut ponsel itu dari tangan Farel.

Cukup lama Ara mengotak-atik ponsel miliknya. Meneliti satu persatu pesan yang sedari tadi--dari pulang sekolah-- belum dijamahnya.

35 panggilan dan 72 pesan. Matanya hampir melotot melihat riwayat panggilan juga pesan dari bundanya. Buru-buru ia menghubungi bundanya. Bundanya pasti begitu khawatir akan keadaannya. Tak lama kemudian panggilan itu pun tersambung.

"Ha-halo bun..."

"........."

Ara sempat menjauhkan ponsel dari telinganya karena mendengar suara bundanya yang seperti toa.

"Iya maaf bun...ini Ara aja ada di rumah sakit."

"............"

"Emm tadi ada insiden dikit. Eh tapi Ara udah nggak papa kok. Bunda nggak usah khawatir."

"............"

Ara mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Farel. "Shut.... RS mana nih?" Tanyanya masih dengan nada ketus.

"Citra Medika."

Ara pun kembali sibuk dengan aktivitas teleponnya dengan sang bunda. Setelah selesai, ia pun meletakkan ponselnya ke nakas samping ranjang.

Di dalam pikirannya ia masih bertanya-tanya soal Farel hari ini. Ditatapnya Farel yang kini tengah bersandar pada dinding dekat pintu. Pandangan Farel jatuh lurus ke arah lantai UGD yang putih bersih.

Dihembuskannya napas kasar berkali-kali. Jujur, saat ini ia masih kesal dengan Farel. Kesal sekesal-kesalnya. Mengingat kejadian saat ia jatuh pagi tadi yang juga disebabkan oleh Farel, saat ia merasa dipermalukan oleh Farel hingga Farel yang mengobati lukannya saat jam istirahat. Seolah-olah Farel benar-benar merasa bersalah atas kejadian tadi pagi. Tetapi setelah ia tahu Farel yang menabraknya hingga masuk Rumah Sakit. Ia mencabut seluruh kata-katanya tadi. Perasaannya campur aduk. Ia bingung.

Tetapi saat matanya menangkap raut wajah bersalah Farel tadi, Ara sedikit kasihan. Saat ia membentaknya. Tetapi mau bagaimanapun juga kan semua ini terjadi karena Farel. Seharusnya ia tidak perlu merasa kasihan seperti ini. 

Hingga tiba-tiba pintu UGD dibuka secara tiba-tiba oleh seseorang. Membuat ketiga orang didalamnya menoleh bersamaan ke arah pintu--Ara, Farel, dan juga satu suster yang sedang berjaga--. Dari sana muncullah seorang wanita dengan wajah panik yang luar biasa.

Hingga akhirnya wanita itu berlari ke arah ranjang yang Ara tempati. Setelah sampai di samping Ara, ia langsung memeluk dengan sesekali mencium puncak kepala Ara penuh sayang.

"Ara nggak papa sayang? Bunda khawatir....."

Dibalasnya pelukan hangat dari bundanya itu. Disana Ara dapat merasakan nyaman yang sangat luar biasa. Rasa nyaman yang hanya didapatnya dari sang bunda. Dengan sesekali mengusap tangan bundanya yang memeluknya erat. "Ara nggak papa bun..."

Hingga dirasa sudah cukup lega, bunda pun melepaskan pelukannya. "Kamu kok bisa gini itu gimana? Nggak ngabarin bunda juga. Tadi Pak Udin ke sekolah katanya kamu udah nggak ada. Bunda khawatir sayang..."

Jujur, Ara merasa bersalah hingga membuat bundanya khawatir. Tapi akar dari rasa bersalah itu berasal dari Farel. Coba kalau Farel tidak menabraknya, pasti bundanya tidak akan khawatir seperti ini.

"Ehm..." terdengar deheman dari seseorang, yang membuat Ara dan bundanya mau tidak mau menoleh ke asal suara. Dilihatnya Farel yang kini tengah berdiri tak jauh darinya. Hingga tak disangka Farel meraih tangan bunda dan menenggelamkan kepalanya disana. "Maaf tante... saya benar-benar minta maaf. Semua ini salah saya. Saya yang sudah membuat Ara seperti ini. Tapi...tapi jujur tante saya tidak sengaja. Saya minta maaf tante, saya janji bakal tanggung jawab kok tan. Sampai Ara sembuh."

Bunda yang diperlakukan seperti itu pun kaget. Tiba-tiba datang seorang laki-laki berseragam sama persis seperti milik putrinya tengah bermonolog meminta maaf. "Ehh udah-udah ya...." ucap bunda sambil berusaha membangunkan Farel. "Tante udah maafin kamu, udah ya."

Diatas ranjangnya Ara masih tidak percaya apa yang barusan dilihatnya. Mendengar Farel yang meminta maaf pada bundanya dengan nyaris berlutut seperti tadi? Ara masih belum percaya.

Apa Farel hanya bersandiwara?

Tapi terdengar dari ucapannya Farel terlihat begitu tulus. Tapi enggak. Ara tidak mudah percaya dengan semua itu. Farel itu mudah sekali berubah-ubah. Dikit-dikit ngeselin, dikit-dikit nyolot, terus tiba-tiba baik, tiba-tiba manis. Ahhh Ara tidak mau tertipu.

"Lo apaan sih! Ngapain masih disini. Pergi sana!"

"Hus Ara.... nggak boleh ngomong gitu sama temennya."

"Bunda juga apaan sih kok jadi belain dia. Bun, dia yang udah bikin Ara kayak gini. Nggak cuma nabrak bun. Tadi pagi dia juga dorong Ara di lapangan sampe Ara jatoh, berdarah lagi. Padahal dia anak baru loh bun, Ara nggak tau Ara salah apa sama dia. Kenal aja enggak." Ucap Ara berapi-api. Emosinya kembali meledak-ledak.

Bunda yang mendengar penuturan dari putrinya pun kembali memandang Farel.

"Ra, gue minta maaf. Buat kejadian tadi pagi sama yang barusan. Sumpah ra gue nggak sengaja. Dan...dan yang tadi pagi itu gue nggak dorong lo, gue buru-buru. Gue minta maaf ya buat semuanya. Gue...."

"Alah! Gue nggak mau denger apapun yang keluar dari mulut sampah lo itu. Mendingan sekarang lo pergi dari sini! Pergi!"

"Ara! Bunda nggak pernah ya ngajarin kamu ngomong nggak sopan kaya gitu! Dia udah minta maaf kan, dia juga udah tanggungjawab bawa kamu kesini. Bunda nggak mau denger kamu ngomong kasar kaya tadi. Minta maaf."

Minta maaf? Ara melotot mendengar kalimat yang dilontarkan bundanya. Kenapa jadi dia yang dimarahin. Disuruh minta maaf pula.

"Bun?" Hanya dibalas pelototan dari sang bunda. Ara menghela napas kasar. Dipandangnya Farel yang sedari tadi masih berdiri di dekat bundanya. "Sorry. Udah kan. Pergi sana."

Sang bunda hanya menggeleng pasrah akan sikap putrinya itu. Memang kadang putrinya tidak sanggup mengontrol emosinya seperti ini. "Tante minta maaf ya. Ya mungkin kamu lebih baik pulang aja, sekarang kan udah ada tante disini. Eh tapi bukan tante bermaksud ngusir atau gimana ya. Makasih juga udah bawa Ara kesini."

"Iya tante. Sekali lagi saya minta maaf." Ucap Farel seraya mengulurkan tangannya untuk pamit.

Farel pun melangkahkan kakinya keluar dari UGD. Hingga sesampainya di depan pintu ia berhenti dan menoleh. Dipandangnya Ara sekali lagi. Ternyata disana Ara juga tengah memandanginya, dengan sorot pandang yang begitu tajam. Dihembuskannya napas kasar. Ia pun berbalik dan kembali melangkahkan kakinya hingga ia benar-benar keluar.

                            # # #

Hai🙋

Ada yang nungguin update nggak? Hehe pede amat yak

Gimana chapter ini? Aku tunggu komentarnya ya,

Semoga suka❤

Continue Reading

You'll Also Like

8.3M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
4.4M 260K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
845K 84.3K 47
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.3M 256K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...