Two Moon [END]

By Shion2

21.9K 2.9K 810

Sekuel dari The Angel Fall in Love. Kisah mereka setelah melewati pertarungan melawan para Ratu dan Raja dar... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

16

397 65 12
By Shion2

"OKTA, NGALAH GAK SAMA ANAK KAMU." Sejak awal pertarungan itu di mulai, Gracia menjadi yang paling tak bisa diam.

"Astaga, Gre. Telinga kita bisa tuli gara-gara suara kamu." Tegur Shani.

"Ci, apa ini gak terlalu berlebihan?" tanya Gracia.

"Kamu tau sendiri Gre, gimana keras kepala nya mereka." jawab Shani. Matanya tak lepas dari pertarungan yang sengit di antara mereka.

"Kak Sinka, Stephan keren ya." Mata Nadila terlihat berbinar. Ia terlihat menikmati pertarungan di depannya.

"Iya, mereka emang keren." jawab Sinka.

"OKTA, AWAS AJA KAMU KALAU ANAK AKU SAMPAI KENAPA-NAPA." Shani, Sinka dan Nadila kembali menutup telinganya karena Gracia yang tiba-tiba saja berteriak setelah tadi ia sudah tenang.

"Aku tidak mungkin sampai membunuh anak kita. Jadi berhentilah berteriak." ucap Okta.

Melihat Papa nya yang lengah, Stephan langsung menyerang dengan tinjunya.

"Maaf, Nak. Kau salah jika mengira Papa akan terkena serangan mu ini." pukulan Stephan di tahan dengan mudahnya oleh Okta.

Stephan kembali menyerang Papa nya dengan pukulan bertubi-tubi namun tetap saja tak bisa menembus pertahanan Okta.

"Pukul terus, sayang. Kalahin Papa kamu. Mama rela!!" Gracia kembali berteriak.

Shani masih terus fokus pada pertarungan Ravien dan Vino yang sepertinya mulai merangkap ke tahap bahaya.

'Mata itu, sepertinya dia mulai serius.' batin Vino.

"Jika seranganmu berhasil menembus pertahanan Ayah. Ayah berjanji akan memberikan mu uang, kau bisa mengajak Sinka jalan-jalan dengan uang itu." Mendengar hal itu membuat Ravien semakin bersemangat untuk menerobos pertahanan Ayah nya.

Sempat beberapa kali pertahanan Vino hampir saja tertembus oleh serangan Ravien.

"Aku rasa Ayah harus menyiapkan uang itu. Karena aku pasti bisa meruntuhkan pertahanan Ayah." Ucap Ravien dengan percaya diri.

"Buktikan."

Vino melesat dengan cepat kembali menyerang Ravien. Serangan pertama, Ravien berhasil menghindar.  Serangan kedua Ravien menahannya dengan kedua tangan yang ia silangkan di depan wajahnya. Saat akan melakukan serangan ketiga, Vino menghentikan serangannya. Ia melihat Ravien tersenyum tipis padanya, Vino hafal dengan senyuman itu. Senyuman saat ia merasa akan memenangkan pertarungannya.

Vino melompat ke belekang menjaga jarak aman pada Ravien.

(Anggap aja itu Ravien ya.)

"Aku akan mengalahkanmu, Ayah." Ucap Ravien dengan percaya diri.

"Ayah bangga dengan pencapaianmu sampai detik ini, tapi jangan harap Ayah akan mengasihanimu." Vino kembali menyerang Ravien. Tentu saja kali ini ia harus lebih berhati-hati, karena api biru yang berada di tangan kiri Ravien itu bisa saja membakarnya.
Dan sesungguhnya, ia jug tidak begitu mengetahui seperti apa efek jika terkena serangan api biru itu. Meski Vino sudah kebal dengan serangan api sihir seperti itu, tetap saja ia harus berusaha terhindar dari serangan itu.

Vino mengingat beberapa hari yang lalu, dimana ia menguji kekuatan Ravien dan ia dibuat terkejut dengan ilmu sihir dari Ravien yang baru pertama kali ia lihat seumur hidupnya.

"Papa, apa Papa tidak ingin memberikan aku uang seperti Ayah ke Kak Ravien tadi?" Ucap Stephan di tengah pertarungan mereka.

"Apa yang ingin kau lakukan dengan uang itu?" Okta pun terpaksa harus menghentikan pertarungan mereka.

"Tentu saja uangnya akan aku pakai untuk mengajak Nadila jalan-jalan. Aku tidak ingin kalah dari Kak Ravien." Okta menghela nafasnya. Anaknya itu selalu tau cara merusak moment mereka. Tak bisakah ia membicarakan hal itu, setelah mereka selesai bertarung saja. Okta jelas akan mempertimbangkannya.

"Baiklah, Papa juga akan memberikan uang sebagai hadiahmu." Ucap Okta.

"Yeey.. Nadila, tunggu aku. Setelah ini, aku akan mengajakmu jalan-jalan. Kita akan beli ice cream yang banyak." Teriak Stephan sambil melambaikan tangannya ke arah Nadila.

Nadila membalas melambaikan tangannya sambil tersipu karena ulah Stephan.

"ADUH.." Stephan memegangi kepalanya yang terasa sakit saat Okta menjitak kepalanya.

"Jangan lupa, kita saat ini sedang bertarung."

"Ah, Papa. Jangan menjatuhkan harga diriku di depan calon pacarku." Protes Stephan. Ia menghentak-hentakkan kakinya masih dengan memegangi kepalanya yang baru saja mendapat hadiah dari Papa nya.

"Papa akan menyerangmu, jika kau masih bisa bertahan hingga serangan terakhir. Kau akan mendapatkan hadiahnya"

"Baiklah." Stephan mulai mengeluarkan kekuatannya.

Dikedua tangan Stephan muncul kekuatan seperti sihir petir. Okta pernah melihat Stephan menggunakan kekuatan itu. Sihir itu adalah sihir asli milik kerajaan sihir Putih. Tapi seingatnya, Stephan masih belum bisa mengendalikan sihir itu.

"Kau yakin menggunakan kekuatan itu, untuk melawan Papa?"

"Kenapa, Papa? Papa takut?" Tanya Stephan dengan percaya dirinya.

"Lakukan lah sesuka hatimu."

Mereka kembali saling menyerang. Okta ternyata serius dengan ucapannya. Ia benar-benar tidak melonggarkan serangannya pada Stephan.

"OKTA!!" Gracia berteriak saat Okta terus mengincar Stephan dengan serangan bola api yang keluar dari telapak tangannya.

"Lumayan, empat kali terkena serangan bola api itu. Kau masih bisa berdiri."

"Tentu saja, Papa. Karena apapun yang terjadi, aku harus bisa mendapatkan uang itu. Lagipula, harga diriku sedang di pertaruhkan saat ini. Karena Nadila sedang melihatku bertarung." Ucap Stephan.

Pertarungan mereka berlangsung menegangkan. Tak ada seorangpun dari mereka yang ingin mengalah.

"Ingatlah Ravien, kau bisa di katakan sebagai orang yang hebat. Jika kau sudah berhasil mengendalikan emosimu sendiri." Ucap Vino.

Ravien terus menyerang tanpa henti, ia tak ingin memberikan kesempatan sedikitpun pada Ayah nya. Baginya, lengah sedetik saja saat bertarung dengan Ayah nya. Sama saja mengantarkan nyawa.

"Baiklah, sudah cukup." Ucap Okta.

Vino menghentikan serangannya dan menghilangkan mantra pelindung yang sebelumnya ia pasang.

"Tes kalian cukup sampai disini."

"Jadi, apa kami berhasil?" Tanya Ravien. Vino mengangguk.

"Yeey, jalan-jalan lagi." Sorak Stephan.

"Baiklah, Ayah harus kembali ke kerajaan sihir. Masih ada hal yang harus Ayah kerjakan. Dan untuk hadiahmu, kau bisa mengambilnya pada Bunda mu."

"Terimakasih, Ayah."

"Kerja bagus, Nak. Papa bangga padamu." Ucap Okta, ia sedikit membungkuk untuk memeluk putranya itu.

"OTA!!" Gracia yang lebih dulu menghampiri mereka.

"Kamu tuh ya, kebiasaan banget deh. Suka banget bikin aku marah, suka banget bikin aku khawatir, suka banget bikin aku kaget." Omel Gracia sambil memukuli lengan Okta.

"Hei, hentikan. Kau tidak malu di lihat oleh mereka?" Okta berusaha menghentikan pukulan Gracia dengan menangkap tangannya.

"Ku serahkan mereka padamu." Ucap Okta. Setelah mengucapkan hal itu, Okta mengangkat tubuh Gracia secara tiba-tiba. Membuat otomatis mengalungkan tangannya pada leher Okta.

Okta membawa Gracia pergi menuju portal untuk kembali pulang ke rumahnya.

"Berhentilah memukuli ku. Kau bisa lihat sendiri, anak kita masih hidup. Dia baik-baik saja. Bahkan saat ini dia ingin pergi untuk jalan-jalan dengan calon pacarnya." Ucap Okta.

"Tetap aja Ota. Ge kaget ngeliat Ota nyerang Stephan kayak gitu."

"Dia itu anak yang pintar dan kuat seperti Mama dan Papa nya. Jadi tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Ucap Okta, ia mengecup kening Gracia.

"Kenapa sih kamu keras banget kalau ngelatih anak kita? Emang gak kasian gitu?"

"Aku ingin dia jadi anak yang kuat, cerdas, dan tentunya bisa mengendalikan kekuatannya. Jika ketiga itu telah dimilikinya. Aku yakin dia akan menjadi lelaki yang lebih baik daripada Papa nya." Gracia tersenyum.

"Kamu yang terbaik." Gracia mengecup pipi Okta.

"Dengarkan, apapun yang kalian lihat dan dengar selama bersama kami. Kalian tidak boleh membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Bahkan ke orang tua kalian sekalipun. Jika itu sampai terjadi. Aku tidak bisa menjamin kalian terbebas dari hukuman kerajaan." Sinka dan Nadila mengangguk paham.

"Nah, sekarang. Anak-anak Bunda mandi, terus siap-siap ya."

"Iya, Bunda." Jawab Stephan dan Ravien.

Melihat kedua anaknya masih belum beranjak dari tempatnya. Membuat Shani berpikir untuk memberikan waktu pada kedua anaknya.

"Yuk, kita ke rumah dulu sebelum kamu kembali ke kerajaan." ajak Shani.

Melihat kedua orang tuanya telah pergi. Stephan baru mengeluarkan suaranya.

"Bagaimana? Aku hebat kan?" Nadila mengangguk lucu.

"Ajarin aku juga dong." Nadila tiba-tiba saja menggandeng lengan Stephan.

"Eh? Aku harus bicarakan ke Papa dulu."

"Aku baru ketemu cowok sekeren dan sehebat kamu." Stephan hanya menggaruk kepalanya. Ia merasa malu saat di puji oleh Nadila.

"Ayo kita pulang. Kita kan mau jalan-jalan." Nadila mengangguk.

Setelah Stephan dan Nadila pergi. Kini giliran Ravien yang mengeluarkan suaranya.

"Kenapa?" Tanya Ravien.

"Gak tau, aku ngerasa seneng aja punya kamu." jawab Sinka. Sejak tadi ia membersihkan tangan wajah Ravien dengan saputangan yang selalu ia bawa.

"Aku jauh lebih senang bisa memilikimu." Sinka mendekat untuk memeluk Ravien. Namun Ravien mundur, membuat Sinka bingung.

"Aku masih kotor dan juga bau karena berkeringat." Sinka tersenyum. Ia tetap mendekat dan memeluk Ravien.

"Kamu gak bau kok. Aku suka." Sinka memejamkan matanya dalam pelukan Ravien.

"Benarkah?" Sinka mengangguk. Ia tak berbohong. Ravien memang tidak bau, bahkan Sinka menyukai aroma tubuh Ravien.

"Baiklah, ayo kita pulang. Setelah itu, kita jalan-jalan."

Saat sudah berada di depan portal menuju rumah. Sinka berhenti.

"Vien.."

"Ya?"

"Aku sayang kamu." ucap Sinka. Ia mengecup pipi Ravien kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Ravien yang masih mematung karena ciuman Sinka.

"Aku juga menyayangimu." Ravien tersenyum dan menyusul Sinka.




😌I'm Back😎

Gimana?

Ciee.. Yang mau jalan-jalan. Gre nya hobby banget ya teriak-teriak. 😂😂

See Ya🙋
Salam Team GreTa&VinSha

Continue Reading

You'll Also Like

67.8K 13K 14
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
54.3K 7K 45
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
319K 24.2K 109
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...