11

445 66 12
                                    

"Aku mau ngomong sesuatu."

"Ada apa?"

"Kak, aku pengen Ravien dan Stephan sekolah." ucap Shani.
Kini mereka tengah berkumpul di ruang tengah, Shani lah yang memanggil mereka semua untuk berkumpul di ruang tengah itu.

"Bukankah mereka juga sudah bersekolah?"

"Bukan di sana, tapi bersekolah di sini."

"Kau yakin, Shan?" Okta ikut angkat bicara, pasalnya ia sendiri pun belum begitu percaya untuk melepas anak-anak mereka untuk keluar sendiri di dunia manusia.

"Kamu aja dulu bisa, kenapa mereka gak?" timpal Gracia.

"Tapi waktu itu, Okta sudah sangat dewasa ku rasa kalian tidak melupakan berapa umur Okta yang sebenarnya saat dia masuk sekolah bersama Gracia." sela Vino. Hal itu terlalu beresiko.

"Kamu tega bikin anak kamu kecewa? Kamu tega bikin aku sedih?"ucap Shani dengan sedikit drama. Ia yakin, Vino pasti akan mengabulkan permintaannya.

"Itu hal yang beresiko, Shani." Okta ikut membantu Vino yang terlihat mulai luluh.

Shani melirik ke arah Gracia, ia memberi kode pada adiknya itu. Setelah sama-sama mengerti dengan kode masing-masing. Shani dan Gracia berdiri,

"Kita gak mau ngomong sama kalian kalau kalian gak mau nurutin, apa yang kita mau." ucap Shani.

"Betul, ayo Ci." Gracia menarik tangan Shani untuk pergi meninggalkan dua pria itu yang tampak berpikir keras untuk mengambil keputusan itu.

Sementara itu, di dalam kamar,  tiga anak-anak itu sedang sibuk membicarakan tentang sekolah mereka nantinya.

Ya, Shani dan Gracia sudah menjanjikan pada mereka untuk bisa sekolah. Bahkan Shani juga mengatakan akan menanggung biaya sekolah Sinka, asalkan gadis itu mau untuk sekolah, dan mau untuk menjadi teman anak-anaknya.

"Bunda sendiri yang berjanji? Apa Ayah setuju? Rasanya tidak mungkin." ucap Ravien saat mendengar penjelasan dari Sinka dan Stephan.

"Kak, biasakan menggunakan bahasa anak manusia biasa. Kata Mama sama Bunda biar kita gak gampang ketahuannya. Susah sih, Aku aja belajar dari tadi di ajarin sama Mama udah mulai pusing. Tapi aku udah mulai bisa kan?" Sinka menahan tawa nya mengingat bagaimana Stephan belajar oleh Mama nya.
Jelas Stephan di buat pusing, Mama nya mengajarkannya bahasa gaul anak jaman sekarang. Yang sangat jauh berbeda dengan bahasa sehari-hari ia gunakan.

"Bukan masalah bagiku." jawab Ravien dengan santainya.

"Jadi gimana? Kak Ravien mau ikut sekolah juga?" tanya Stephan

"Kalau kalian sekolah, aku juga akan ikut sekolah." Stephan langsung melompat memeluk Kakaknya itu.

"Mereka seneng banget mau sekolah, Ci." Shani mengangguk. Sejak tadi mereka mendengarkan pembicaraan ketiga anak itu yang tampak bersemangat untuk segera sekolah.

"Pokoknya mereka harus setuju." ucap Shani.

Shani dan Gracia kembali ke kamar mereka masing-masing, dan melanjutkan aksi ngambeknya hingga keinginan mereka terpenuhi.

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Entahlah. Shani jika sudah menginginkan sesuatu, dia akan terus memita hal itu."

"Gracia pun seperti itu."

"Mereka kakak beradik yang membuat kita pusing."

Begitulah kira-kira keluhan para Suami yang sedang di landa kebingungan menghadapi sang istri.
~~~

Two Moon [END]Where stories live. Discover now