38

248 40 12
                                    

Ravien dan Stephan sama-sama berusaha keras untuk melumpuhkan monster itu tanpa harus membunuhnya.

"Stephan!!" Fokus Ravien terganggu karena melihat adiknya beberapa kali terlempar dan terkena serangan yang cukup kuat.

"Ada ide lain?" tanya Stephan. Ia sudah mulai kelelahan. Dan monster itu masih tampak baik-baik saja.

"Aku belum terpikirkan apapun." Jawab Ravien.

"Mau mencoba caraku?" Tanya Stephan lagi, sambil mencoba menghindari serangan monster itu.

"Apa?"

"Aku baru tiga bulan ini mempelajarinya. Dan aku akan mencobanya sekarang" Ucap Stephan.

Stephan berlari menuju arah belakang monster itu. Dengan bersusah payah dia mencoba memanjat tubuh monster, hingga ia berhasil berdiri di punggungnya.

"Maafkan aku" Stephan mengaktifkan sihir barunya dan dengan membuka kekuatan sihir terbesarnya, ia berhasil mengeluarkan dua buah rantai berukuran cukup besar dan panjang dari balik punggungnya.

Ravien membulatkan matanya melihat kekuatan adiknya.
Rantai yang diselimuti kristal es itu mulai menjalar dan mencekik leher monster itu.

"Sihir apa itu? Aku baru pertama kali melihatnya. Dimana dia belajar ilmu itu?"

Begitu banyak pertanyaan dikepala Ravien.

Ravien tersadar, dari lamunannya. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Dengan gerakan cepat, Ravien melompat dan menancapkan pedangnya pada kaki monster tersebut lalu merobeknya. Untuk ia ambil kulitnya.

Setelah berhasil mata biru Ravien mulai mencari kuku dari monster itu.

"Belakang! Kuku nya ada di balik kakinya." Teriak Stephan.

Ravien melompat kesamping ketika monster penjaga itu mulai menyerangnya.

Melihat Kakaknya yang tampak kesulitan mendapatkan kuku dari monster itu, membuat Stephan melakukan hal nekat.

Ia berayun dengan rantai yang masih melilit di leher monster itu, setelah merasa cukup berayun-ayun. Stephan menendang rahang bawah monster itu hingga mulutnya terbuka lebar.

"Potong taringnya dulu!" Stephan melompat masuk kedalam mulut monster.

Ia menegakkan tubuhnya dengan kedua tangan ia luruskan keatas untuk menahan mulut monster itu agar tidak menutup. Kedua rantai di punggungnya pun ia gunakan untuk bertahan.

Ravien langsung menyerang menggunakan pedangnya untuk memotong taring monster itu. Setelah berhasil memotongnya. Ravien menarik adiknya keluar dari dalam mulut monster yang sepertinya sebentar lagi akan semakin mengamuk.

"Itu ide yang gila, kau tau?!"

"Aku tau kau bisa diandalkan." Bukannya takut akan bentakan Ravien. Stephan justru memperlihatkan senyumannya.

"Sekarang tinggal kukunya saja." Ucap Ravien setelah memasukkan potongan yang telah mereka dapatkan kedalam kantong kain khusus yang diberikan Okta pada mereka.

Ravien dan Stephan berlari dengan menyilang, untuk mengelabui monster yang sedang mengamuk itu. Api biru yang keluar dari tubuh Ravien dan menyelimuti seluruh tubuhnya,begitu pun dengan Stephan. Bedanya, Stephan memiliki rantai sihir yang berada di punggungnya. Melihat monster itu telah bingung untuk menyerang. Stephan berhenti dan melilitkan rantainya ke kaki monster, mencoba mengunci pergerakannya.

"Conjunctivitis" Ravien menggunakan sihir untuk merusak penglihatan musuhnya. Namun karena ilmu itu belum sepenuhnya ia kuasai, dan memerlukan kekuatan yang lebih. Ravien tidak bisa menggunakan sihir itu dengan sempurna. Dengan kata lain, sihir itu hanya bertahan sementara waktu.

Two Moon [END]Where stories live. Discover now