15

391 62 22
                                    

Stephan mengajak Nadila untuk melihat-lihat sekeliling tempat latihannya itu.

Stephan tersenyum senang, Nadila terlihat sangat bersemangat. Nadila bertanya tentang ini itu pada Stephan, dan tentu dengan senang hati ia menjelaskannya. Tak lupa ia menerapkan ajaran Papa nya tentang mengeluarkan aura atau pesona dari dalam diri melalui setiap kata yang dilontarkan.

'Lelaki yang memikat itu adalah laki-laki yang memiliki wibawa dan ketegasan sebagai sorang lelaki sejati' Batin Stephan.

Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, ia sudah siap memulai aksinya.

Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, ia sudah siap memulai aksinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ekhem.. jadi, ada lagi yang mau kau tanyakan?" Nadila mengangguk dengan semangat.

"Berapa banyak jumlah kuda di hutan ini?"

"Hah? Kuda?" Nadila menunjuk ke arah yang sedang meminum air di sebuah danau kecil yang tak jauh dari tempat mereka.

"Astaga, aku membawamu berjalan terlalu jauh. Ayo kita kembali" Nadila menarik tangannya saat Stephan mencoba mengajaknya pergi.

"Aku mau megang kuda itu." Nadila melipat kedua tangannya di depan dada.

'Bagaimana ini? Aku tidak tau apa kuda itu jinak atau tidak.' Batin Stephan.

Nadila mengerucutkan bibirnya tanda ia sedang marah.

"Baiklah, tapi berjanji padaku. Kau harus berhati-hati dan kau juga tidak boleh mengagetkannya" Nadila mengangguk tanda setuju.

Perlahan mereka mendekati kuda yang sedang meminum air danau itu.

"Hati-hati." Stephan menuntun tangan Nadila dengan perlahan untuk menyentuh kepala kuda itu.

"Jadi, ada berapa banyak kuda yang kau punya?" Tanya Nadila

"Aku tidak pernah menghitungnya. Mereka di sini tumbuh dengan bebas, karena itu aku tidak tau berapa jumlah semua kuda ini."

"Aku suka tempat ini." Nadila benar-benar jatuh hati pada tempat ini. Sejuk, tenang, dan sangat nyaman.

"Aku juga"

"Oh iya. Aku mau tanya sesuatu, tapi kamu gak boleh bohong." Stephan mengangkat tangannya hingga telapak tangannya sejajar pada wajahnya sambil mengangguk ia berkata 'Aku berjanji'

"Apa benar, kita berbeda?"

"Siapa yang memberitahu mu?"

"Dari Paman mu yang menjemput kami. Aku cuma pengen tau langsung dari kamu." Stephan mengangguk.

"Ayo kita kembali."

"Gendong aku.." Tentu saja Stephan menyetujuinya.

Sementara itu, Ravien masih diam di tempat yang sama masih menatap dalam mata Sinka.

"Aku boleh memelukmu?" Setelah lama berdiam, hanya itu kata yang keluar dari mulut Ravien.

"Tentu." Ravien menarik Sinka ke dalam pelukannya.

Two Moon [END]Where stories live. Discover now