19

340 58 14
                                    

Ratu Naomi memijit keningnya. Sekarang ia merasa sedikit menyesal mengirim Vino sebagai utusannya.

Bukannya mengatasi permasalahan yang ada, Vino justru menambah masalah baru.

"Maafkan kelancangan Saya, Ratu. Walaupun bisa mengulang waktu, Saya tetap akan melakukan hal yang sama. Saya tidak akan diam saja, saat ada orang yang mengambil kebahagiaan anak Saya" Ucap Vino.

"Aku mengerti Panglima. Tapi apa harus kau mengibarkan bendera perang kembali di saat kerajaan kita sudah berdamai." Vino berdiri dari tempat duduknya.

"Mereka yang menginginkan hal itu. Kali ini Saya bertarung bukan demi kerajaan, tapi demi anak Saya. Jika mereka mengakui dan menyerahkan kembali Sinka pada Ravien, masalah ini tidak akan menjadi serumit ini. Saya permisi." Vino langsung pergi meninggalkan Ratu Naomi dan juga Okta.

Vino berdiri dengan gagahnya di depan gerbang Istana.
Ia tidak main-main dengan kata-katanya.

"Ayah.." Ravien menatap wajah samping Ayah nya.

"Tunjukan semua usaha dan kemampuanmu. Buktikan jika hanya kau yang pantas mendapatkan Sinka" Jawab Vino tanpa melihat ke arah anaknya, ia tetap menatap lurus kedepan. Ravien mengangguk.

"Bagaimana dengan Papa?" Tanya Ravien, ia berdiri di samping Vino mengikuti apa yang Ayahnya lakukan.

"Papa mu tidak bisa ikut membantu. Tapi Ayah rasa, cukup kau dan Ayah saja sudah cukup untuk membuat mereka berpikir ulang jika ingin mencari masalah dengan kita" Ravien tersenyum tipis.

"EKHEM.. Hanya kalian berdua? Apa aku tidak dihitung? Padahal aku adalah bagian dari keluarga dan kerajaan ini." Vino dan Ravien menoleh kearah sumber suara.
Terlihat Stephan berjalan menghampiri mereka bersama Gracia, Shani dan juga Nadila.

"Kak, kamu serius?"

"Aku tidak pernah menarik ucapanku. Dan aku akan tetap melakukannya walaupun harus menentang Ratu Naomi."

Shani benar-benar khawatir, ia tidak ingin keluarganya kembali terluka karena peperangan yang seharusnya tidak perlu terjadi.
~~~

Sementara itu, Di kerajaan sihir Putih. Ratu Manda sedang mencoba berbicara pada dua anak kembarnya.

Kayl dan Arz.
(Bisa nebak kan itu siapa. 😂 itu Kyla dan zara. Cuma kepikiran nama itu yg cocok untuk di pakai sebagai anak dari negeri sihir. 😂)

"Aku tidak akan menyerahkan gadis itu. Dia milikku" ucap Kayl.

"Lalu, apa kau mau kita kembali berperang kembali?" Kayl terdiam. Ia juga tidak menginginkan hal itu, tapi ia juga tidak ingin melepas gadis yang telah susah payah ia rebut dari Ravien. Rival abadi Kayl sejak kecil.

"Bukankah kita juga memiliki Panglima yang kuat? Kenapa harus takut?" Sambung Arz.

"Maksudmu Panglima Okta?" Tanya Kayl. Arz mengangguk, walaupun Okta lebih banyak menghabiskan waktu di kerajaan sihir Biru. Namun ia tetaplah berasal dari kerajaan sihir Putih.

"Bukankah dia seharusnya membela kerajaannya sendiri?" Keberanian Kayl semakin bertambah mendengar ucapan adiknya yang seakan memberikannya jalan.

"Bunda mengenal Panglima Okta dengan baik, dan Bunda ragu dia akan ikut membantu. Jika keadaan seperti ini, dia akan lebih memilih untuk tidak membela siapapun." Ratu Manda berdiri.

"Bersiaplah, kita harus tetap membawa gadis itu. Bagaimana keputusannya nanti, Bunda harap kita tidak kembali berperang."

Kayl mengerang kesal. Mau tidak mau, suka tidak suka. Ia harus membawa gadis yang disukainya itu ke kerajaan sihir Biru.
~~~

Two Moon [END]Where stories live. Discover now