6

504 72 14
                                    

"Di sini kau rupanya, apa yang kau lakukan? Menghindari Ayah karena rahasia mu kini sudah terbongkar?"

"A-ayah.."

"Kenapa? Kau terkejut karena Ayah tau tentang gadis yang kau sukai itu?" Vino berjalan mendekati putra nya itu.

"Jelaskan pada Ayah sekarang juga." Ravien tidak berani menatap mata Ayahnya. Ketakutannya benar terjadi.

"Maaf Ayah.."
~~~

"Kau menyukai seorang gadis? Dan dia adalah manusia biasa?" tanya Vino. Ravien mengangguk.

"Tatap mata Ayah, saat Ayah berbicara padamu." Ravien mengangkat wajahnya perlahan.

"Jika kau sudah berani mengenal Cinta, kau harus tau caranya berkorban dan berjuang. Sekarang, Ayah tanya padamu. Apa yang telah kau korbankan dan kau perjuangkan untuk gadis itu?"

"Tidak ada Ayah."

"Kalau begitu, kau akan mudah meninggalkannya kelak." ucap Vino.

"Tidak mungkin, aku menyukainya dengan tulus." bantah Ravien. Ia selalu ingin berada di dekat Sinka, meskipun saat ini ia masih belum berani untuk mengajaknya mengobrol lebih dekat. Tapi, bagaimana bisa Ayahnya mengatakan kalau ia akan meninggalkan Sinka.

"Sejujurnya, Ayah juga tidak sepenuhnya mengerti bagaimana manusia mengartikan cinta itu seperti apa. Tapi yang Ayah tau, untuk bisa memiliki Bunda mu. Ayah sudah berjuang dan mengorbankan sesuatu untuk bersama. Dan bagi Ayah, jika kau sudah melakukan hal itu. Hal itulah yang secara tidak langsung menguatkan perasaan kalian. Kau mengerti?" Ravien mengangguk.

Ia sudah mengetahui bagaimana Ayahnya yang lebih memilih di usir dari kerajaannya demi untuk bersama Bunda nya.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan Ayah?" tanya Ravien.

"Duduklah, Ayah juga tidak tau apa cara ini berhasil. Tapi, mungkin bisa membantumu." Ravien mengikuti Ayahnya yang duduk di tanah.
Dan mereka mulai bercerita.
~~~

Sementara itu. Shani, Sinka dan juga Stephan sedang menunggu pesanan ice cream mereka tiba.

"Kamu mau kemana tadi?" Shani lebih dulu memulai obrolan mereka.

"Saya mau pulang, tante."

"Panggil Bunda aja, sama Kayak Stephan dan Ravien. Dan santai saja saat kita ngobrol, anggap aja saya Bunda kamu juga." Sinka mengangguk detik berikutnya ia tampak berpikir, mengingat salah satu pemilik nama yang di sebutkan oleh wanita di depannya saat ini. Ia merasa pernah mendengarnya baru-baru ini, tapi dimana?

"Ravien, dia kakak sepupu dari Stephan. Anak laki-laki yang memakai Syal." Shani mencoba membantu Sinka untuk mengingat anaknya itu.

"Ah, iya. Sinka ingat." Shani tersenyum.

"Oh, iya. Tadi kata Stephan kalau ini belum waktunya kamu untuk pulang kerja. Kenapa kamu sudah ingin pulang? Apa kamu sakit?" Sinka menggeleng.

"Lalu?"

"Sinka baru aja di pecat dari tempat kerja." jawab Sinka.

"Game Over sudah." ucap Stephan tiba-tiba membuat Shani dan Sinka menoleh ke arahnya.

Sadar di perhatikan, Stephan menoleh. Ia menunjukkan cengirannya.

"Hehehe.. Silahkan lanjutkan lagi. Aku sedang main game. Anggap aja aku tidak ada."

"Sejak kapan handphone Bunda sama kamu? Ga sopan ya, ngambil handphone Bunda gak ijin dulu."

"Stephan sudah ijin kok tadi."

Two Moon [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum