Berlabuh Padamu

Oleh dejavugh

10.4K 887 50

What if he stares at you everytime you look away? Copyright©2017-All Rights Reserved Lebih Banyak

#1-EYE CONTACT
#2-INVITATION
#3 IRONY
#4
#5
#6
Story Trailer
#7
#8
#9
#10
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
#34
#35
#36
#37
#41 GOING OUT
#42 THE DAY
#43 WAIT
#44 EXPLANATION
#45 HOW IT GOES
#46 REPLACED
#48 LETTER
#49 TICK TOCK
#50 BACK
#51 COLLECT
#52
#53
#54 (A)
#54 (B)
#55
#56
#57 END

#47 TWO IN ONE

96 7 0
Oleh dejavugh

Malam yang cukup ramai itu lebih terasa menambah risau pikiran Nando yang telah dipenuhi oleh semua tentang Fika. Sejak percakapannya dengan perempuan itu kemarin, keduanya belum sempat mengirim pesan satu sama lain. Nando sempat bertanya pada diri sendiri dan memastikan apakah yang sudah ia lakukan adalah suatu kesalahan. Jika iya, lalu bagaimana yang benar? Membohongi perempuan yang dua tahun lebih muda darinya sampai perempuan itu mengutuk diri sendiri karena merasa telah menjadi orang terbodoh sedunia? Nando tidak pernah berpikir untuk bisa lebih jahat dari itu.

Seiring langkah kakinya yang sengaja diperlambat, laki-laki dengan kemeja denim itu meregangkan kedua tangan dengan kepala bagian belakang sebagai tumpuan. Jika dilihat dari setiap mata orang yang berlalu lalang, Nando hanya nampak seperti seorang pemuda yang mencari angin di tengah malam. Namun sangat akan berbeda jika melihat dari cara laki-laki itu mendongak untuk sekedar menatap langit entah untuk apa, atau setiap kali ia memijat dahinya yang terasa pening dipenuhi persoalan yang padahal bukan miliknya.

"It's not even my fuckin business, i swear." Gumamnya pelan pada diri sendiri setelah menemukan kursi panjang di pinggir jalan dan duduk di sana. Kedua tangannya mengusap wajah berkali-kali. Ini yang dinamakan frustasi sungguhan.

Setelah beberapa menit ia menghabiskan waktu untuk mengambil keputusan, tangan kanannya merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel berwarna silver miliknya. Dan setelah berhasil menyalakan benda tersebut, nama yang baru saja akan ia hubungi muncul di layar.

15 missed call from Afika Syifa

Afika Syifa: Jemput. Urgent.

Nando bersyukur pesan tersebut baru masuk tujuh menit yang lalu. Ia baru akan menanyakan pada perempuan itu 'jemput kemana?' tapi ia mengurungkan niat tersebut dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku sebelum ia berdiri dan dengan langkah yang cepat pergi ke tempat mobilnya terpakir.

--

"Jadi, gue belom bisa nerima fakta kalo Kiki pergi gitu aja." Pandangan Fika lurus, seperti tidak membiarkan siapapun mengelak dari pernyataan yang barusan ia 'deklarasikan'.

Nando menunduk, memerhatikan kopi yang masih mengepul dengan posisi tubuh bersandar di kursi. "Dan lo mau menjadikan gue sebagai intel setelah nyuruh gue jemput lo ke sini?" sekarang tatapan matanya beralih ke Fika.

Perempuan itu menggeleng. Anehnya, tersenyum lebar.

"Terus misi lo apa, anak kecil?"

Berbeda dari mimik wajah Fika kemarin malam saat aura kesedihan ada pada dirinya, malam ini ia terlihat jauh lebih siap untuk menerima fakta apapun yang harus ia dengar. "Gue cuma pengen denger alasan yang masuk akal."

Sekonyong-konyongnya, Nando terbelalak dengan kedua mata terbuka lebar. Mungkin sekarang ia lebih terlihat seperti memelototi Fika. Tidak percaya bahwa perempuan yang ada di hadapannya sekarang ini ternyata tidak kalah keras dengan batu. "Ya –lo gila atau gimana si? Itu yang udah gue kasih tau semua emang bener begitu adanya, Afika Syifa. Emang apa perlunya gue kurang-kurangin –atau –dari segi mana lo bisa bilang semua itu gak masuk akal?"

Air wajah Fika sulit dibaca, namun lagi-lagi perempuan itu tersenyum. "Jadi itu semua udah bener adanya?"

"Ya iya," Nando masih memasang muka kesal.

"Gak ada yang dikurang-kurangin?"

"Enggak. Astaga lo kok—"

"Bentar." Fika membenarkan posisinya, melipatkan kedua tangan di atas meja agar bisa melihat wajah Nando lebih serius. "Tapi aneh, Do. Semuanya kayak gak real di mata gue. Kalo semua itu bener adanya, lo bisa jelasin kenapa sekarang gue gak nangis?"

Tidak ada jawaban. Nando hanya bisa menelan ludah sambil menatap lurus-lurus sepasang mata Fika. Sekarang apa lagi, Fik?

"Bisa?" ulang Fika.

Yang ditanya memejamkan mata, kedua alisnya mengerut, dan ia mengangguk.

"Jelasin. Tolong,"

Nando membuka kedua matanya kembali sebelum berkata, "Itu karena lo terlalu sedih. Dan gue gak suka itu, Fik."

Fika membiarkan laki-laki itu melanjutkan kalimatnya. Ia bahkan ingin mendengar banyak sekali kalimat yang akan dikatakan Nando. Ia penasaran akan fakta-fakta berikutnya yang belum ia belum ketahui.

"Kalo lo gila, gue juga ikutan gila. Inget Fik, lo gak sekeren itu untuk bikin gue terlihat seperti Harley Quinn versi cowok yang ikut gila karena Joker macam lo."

"Menarik. Kenapa juga lo harus ikut gila?"

"Afika, please. You are not 'you' tonight." Nando berdiri ke samping meja dan menarik lengan Fika. Rasanya ia tidak tahan dalam perbincangan memuakkan ini. Sekali lagi, ini bukan masalah Nando tapi ia merasa muak entah untuk apa.

"Duduk dulu, Do," perintah Fika pelan setelah melepaskan genggaman Nando. "Please. Sekali lagi. Gue mau nanya sekali lagi. Ya?"

"Oke, tanya sekarang."

"Duduk dulu."

"Gak akan."

Fika mengangkat kedua tangannya di udara. "Oke, gue kalah."

--

Tampaknya mereka berdua selalu menjadikan mobil sebagai tempat andalan untuk membahas suatu masalah. Karena pada saat inilah Fika melanjutkan hal yang belum ia pertanyakan pada Nando tadi.

"Udah, mau tanya apa?" ujar Nando sambil bersandar di kursi pengemudi.

"Kira-kira Kiki bakal sembuh gak? Kalo enggak, terus kapan dia mau ketemu sama gue?"

"Oke sekarang gue yang gila, Fik. Dia bahkan juga gak hubungin gue atau ninggalin jejak lagi –like, sama sekali, gak."

Fika mengangguk, mengerti. Ia mengerti setelah mendengar intonasi keputus asaan Nando.

Nando seperti ingin menyerah, ia mengubah posisi duduknya menghadap Fika. "Udah, ya? Gue capek. Kita gak harus selesaiin masalah ini sekarang juga kan? Ini udah malem, lo—"

"—Terus siapa yang berani kasih jaminan kalo gue gak akan lagi kayak gini untuk kesekian kali? Gue juga capek, Do. Kenapa tiap kali gue nyaman sama orang, kenapa orang itu pergi? Gue jadi ngerasa dikutuk sama waktu atau bahkan gue emang ditakdirkan untuk gak bisa ngerasain kisah cinta yang kayak di novel-novel?" Bayangan Raka ikut melayang di atas kepala Fika saat ia mengutarakan itu semua.

Fika berbicara tanpa jeda. Dan sekarang Nando mulai bertanya pada diri sendiri tentang mengapa dengan mendengar suara barusan rasanya seperti tersambar petir. Semuanya begitu rumit, tapi Nando tahu ada yang salah. Ada yang salah saat hatinya bergemuruh dan ngilu merasakan rasa sakit yang sama. Setiap kata yang dikeluarkan Fika, faktanya, juga sebanding dengan apa yang pernah Nando rasakan.

"Fik," ucap Nando pelan, seperti berbisik. Ia menyesal hampir putus asa di depan perempuan yang membutuhkan siapapun untuk sekedar mengurangi beban yang sedang dirasakan. Beban yang nyaris membunuh hampir separuh dirinya.

Perempuan itu menghapus air mata yang sejak tadi ia tahan. Ia tersenyum getir. "Tapi makasih. Akhirnya gue bisa nangis lagi. Tadi rasanya gue hampir kehabisan oksigen kalo gak gini."

"Fika," ucap Nando lagi sebelum Fika menoleh. Kemudian ia mencari kedua manik mata perempuan itu dan menguncinya. Beberapa detik pada saat itu, ia sempat tertegun dengan keindahan yang dilihat. "Lo cantik." Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak meraih lengan perempuan itu.

Seketika Fika merasakan darahnya mengalir cepat di balik kulitnya yang kedinginan, menghadirkan rasa hangat yang selama ini ia rindukan. Perkataan Nando dan intonasinya, sama persis dengan apa yang pernah Kiki lakukan.

Bulu kuduk Fika merinding. Yang ada di hadapannya saat ini layaknya Raka dan Kiki dalam satu tubuh. Kedua insan yang sangat ia inginkan sekaligus butuhkan. Kedua insan yang selama ini ia cari.

"Gue gak suka." Nando menggeleng pelan, "Gak akan pernah suka sama siapapun yang bikin manusia secantik ini luka. Sekarang, yang ada di hadapan gue ini, adalah Afika Syifa. Hampir sempurna." Jeda. Nando mengamati Fika dengan baik. "Kita bukan sekedar saling kenal, Fik. Ini lebih terasa jadi tanggung jawab."

Kiki, is that you inside? Batin Fika saat tidak bisa terlepas dari sepasang mata Nando yang begitu mengunci.

a/n: maaf sekali kalau ini kriyuk kriyuk yummy

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

6.4M 716K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
30.9M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...