NOT LOVE STORY - Destiny

By RheniNazlita

121K 19.6K 956

Yuki Kato, anak broken home akibat perceraian orang tuanya yang menyebabkan ia 'terbuang' dari hati sang Mama... More

PROLOG
BAB 1
1.1
1.2
1.3
BAB 2
2.1
2.2
2.3
2.4
BAB 3
3.1
BAB 4
4.1
4.2
BAB 5
5.1
5.2
5.3
BAB 6
6.1
BAB 7
7.1
7.2
7.3
BAB 8
8.1
8.2
8.3
8.4
BAB 9
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6
9.7
BAB 10
10.1
10.2
10.3
BAB 11
11.1
11.2
11.3
11.4
BAB 12
12.1
12.2
12.3
BAB 13
13.1
13.2
13.3
13.4
BAB 14
14.1
14.2
14.3
14.4
14.5
14.6
14.7
14.8
BAB 15
15.1
15.2
15.3
BAB 16
16.1
BAB 17
17.1
17.2
BAB 18
18.1
18.2
BAB 19
19.1
19.2

18.3

1.6K 266 25
By RheniNazlita

Bangkar peraduan bergerak cepat membawa Joy yang tak sadarkan diri ke ruang UGD. Stefan ketakutan dan untungnya pertolongan cepat datang dimana seluruh jajaran dokter dan suster yang menangani Joy bergerak cepat karena melihat darah yang mengalir di hidungnya.

"Lo harus bertahan Joy...." Ucap Stefan berharap semua baik-baik saja dan masih menunggu di ruang UGD. Tak berapa lama jajaran dokter dan suster keluar dari ruang UGD menuju ruang ICU membuat Stefan langsung menghubungi Shain untuk menyusulnya menuju ruang ICU.

"Joy kenapa Stef?!" Tanya Shain ketakutan

"Gue gak tau Shain, tiba-tiba Joy pingsan dan ada darah dihidungnya" Jelas Stefan membuat Shain mematung. Matanya tak fokus sedikitpun dan beralih mengambil ponsel menghubungi seseorang.

Melihat kecemasan di wajah Stefan membuat Tria, sang Mama menenangkannya "Semoga Joy baik-baik aja ya Stef" Tuturnya pada Stefan.

"Iya Ma"

"Ah Iya! Bella" Tria baru mengingat sesuatu buru-buru mengambil ponselnya di dalam tas dan langsung menghubungi Bella

"Tlilililit...... Tlilililit....." Ponsel Bella berdering saat mereka sedang bersiap-siap memasuki mobil.

"Halo"

"Bel, ini aku Tria"

"Oh, kenapa Tri?"

"Joy masuk ICU"

"APA!!!!" Bella terkaget-kaget mendengar hal itu

"Iya, Joy masuk ICU dan sekarang dia sedang diperiksa Dokter"

"Oke...Oke aku akan kesana segera" Kata Bella menutup ponselnya "Vega kita harus pergi secepatnya, Joy masuk ICU" Imbuhnya buru-buru

"DEG!" Jantung Yuki seakan berhenti mendengar hal itu dan airmatanya seketika menetes "Apa... Ma?" Tanyanya terbata-bata memastikan pendengarannya.

"Joy masuk ICU, Yuki" Balas Bella yang sudah duduk disampingnya. Mendengar hal itu Yuki diserang rasa takut yang luar biasa hingga wajahnya memucat.

Ivan menstater mobil membawa pergi keluarga Yuki beserta Vega menuju rumah sakit tempat Joy dirawat. Dalam perjalanan, Yuki tak bisa tenang sibuk meminta Ivan mengebut agar bisa cepat sampai. Kepanikan Yuki terlihat jelas hingga Bella coba menenangkan dengan menggenggam tangannya menyuruhnya berdoa agar semua baik-baik saja. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Yuki mengeratkan genggaman tangannya untuk menekan rasa paniknya dalam-dalam sebab jantungnya berdebar begitu cepat serta nafasnya yang terus memburu.

"Van, bisa lebih cepat lagi?" Tanya Yuki tak sabar

"Ini bukan jalan tol Ki, kita udah dalam kecepatan maksimal karena ini jalan protokol. Jadi banyak polisi" Balas Ivan menggerutu sebab Yuki tak bisa tenang

"Sabar sayang" Kata Bella membuat Yuki sedikit bersabar.

Sedangkan didepan ICU, Shain terus mondar mandir dengan wajah panik. Tak lama kemudian, Anjas tiba dan segera menghampiri mereka yang sudah ada didepan ruangan ICU sedari tadi.

"Apa yang terjadi dengan Joy, Shain?" Tanya Anjas

"Joy pingsan Om... Darah mengalir dari hidungnya"

"Apa?!!!" Anjas kaget mendengarnya

"Om tenang ya, Joy lagi ditangani dokter sekarang"

"Baik... baik..."

Diruang ICU, Pemeriksaan terus dilakukan untuk mengetahui kondisi Joy. Joy diperiksa oleh jajaran dokter spesialis yang merawatnya. Mereka bekerja sama demi menyelamatkan nyawa Joy. Sensor ECG sudah melekat ditubuh Joy, masker oksigen juga sudah terpasang disertai dengan perekat perangsang otak untuk melihat kondisi kinerja otak Joy.

"Tit.... Titit.... Tititit.... Titit...." ECG berbunyi seirama sesuai dengan hembusan nafas Joy yang teratur.

Yuki terjebak macet membuatnya ketakutan dan terus menghubungi Shain untuk tahu keadaan Joy yang belum keluar dari ruang ICU. Ia makin kuatir mendengar kabar yang belum pasti dan seketika lega saat mobil melewati kemacetan panjang.

"Tuhan.... selamatkan Joy" Doa Yuki dalam hati

Gerbang rumah sakit telah dilewati dan akhirnya mereka sampai dilobby rumah sakit. Begitu mobil berhenti di depan lobby, Yuki langsung keluar seperti orang kesetanan berlari cepat menuju ruang ICU yang terletak di lantai 8. Ia menunggu lift namun lift terasa berjalan lambat membuatnya mengambil jalan pintas menaiki tangga darurat.

"TITITITITITITITITIT......" ECG berbunyi nyaring disertai tubuh Joy yang berguncang hebat dan darah mengalir deras dari hidung hingga mengotori masker oksigen membuat dokter sedikit panik. Suster segera menggantinya dengan masker yang baru sesuai instruksi dokter.

Yuki terus menaiki tangga dan menunjukkan lantai 7 membuatnya berhenti sejenak untuk bernafas, tapi rasa cintanya mengalahkan rasa lelahnya dan terus menapaki tangga sedikit demi sedikit untuk menemui calon suaminya yang ada di ICU sekarang.

Tubuh Joy mendadak berhenti berguncang diiringi nafas yang berhembus panjang meninggalkan sedikit senyum di bibirnya "Tiiiiiiittttt........" Alat ECG berbunyi nyaring spontan suasana diruang ICU kembali tegang.

"Siapkan Defibrilator segera!" Titah Dokter seketika suster mengambil alat kejut jantung yang sudah ada di samping bangkar tempat tidur ruang ICU. Suster melepas sensor pencetak denyut jantung dan menggantikannya dengan perekat sensor defibrilator. Ia mengolesi gel di dada Joy lalu mengaktifkan defiibrilator.

"Sudah Dok"

"Siapkan Adrenaline" Perintah Dokter dan Suster langsung menyiapkannya. Dokter menyuntikkan Adrenaline pada jantung Joy dengan sekali suntikan dan satu dokter spesialis yang lain memegang handle defibrilator.

"Siap! 120 Joule " Tutur Dokter melatahkan Suster mengoperasikan volume defibrilator ke 120 joule dan siap dipakai.

"Baik hitungan ketiga... satu dua tiga!" Dokter memberi instruksi

Tubuh Joy terangkat "Tiiiiiiiiiiiiittttt......." Namun denyut jantung Joy tak terangsang membuat dokter mengambil resiko "Naikkan volume rangsangnya ke 200 Joule"

"Baik"

"Siap!"

"Hitungan ke tiga, satu..... dua....tiga...."

Tubuh Joy terangkat kala menerima rangsangan namun tak ada reaksi apapun darinya. Usaha dokter sudah pada tahap akhir dimana volume defibrilator sudah hampir mendekati maksimal namun tubuh Joy tak turut bereaksi terhadap alat tersebut.

"TIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTT................." Defibrilator tetap memberi respon sama seperti sebelumnya membuat dokter dan seluruh jajaran yang ada ditempat hanya bisa pasrah.

Yuki kini sudah ada dilantai 8 dan hampir menuju ruang ICU. Ia merasa kakinya akan putus karena menaiki tangga yang banyak. Keadaannya sudah berantakan namun langkahnya belum berhenti menuju tempat Joy dirawat.

"Pasien tidak bisa diselamatkan" Ucap Dokter membuat jajaran lainnya mengerti

"Catat waktu kematiannya" Imbuh sang dokter

"Baik dokter" Suster mengambil rekam medik dan mencatat waktu kematian Joy. Suster melepas semua atribut yang ada di tubuh Joy dan membersihkan sisa gel ditubuhnya. Kini mereka hanya bisa pasrah dan menghadapi kenyataan bahwa Joy dinyatakan meninggal dunia.

"Klek!" Pintu ICU terbuka dan mengeluarkan dokter yang merawat

"Keluarga Joy?" Tanya dokter

"Saya Dokter, saya Papanya" Ucap Anjas segera menghampiri sang Dokter

"Baiklah, dengan berat hati saya sampaikan" Kata Dokter membuat semua orang didepannya tegang "Joy dinyatakan meninggal dunia" Imbuhnya melemaskan seluruh orang yang mendengar termasuk Anjas. Airmatanya menetes begitu pula Shain dan Stefan memeluk Mamanya.

"Kami sudah mengerahkan seluruh kemampuan kami namun Tuhan berkehendak lain, maaf..." Kata Dokter turut berbela sungkawa dan kembali masuk ke dalam ruang ICU. Kenyataan begitu pahit menghancurkan hati Anjas seketika. Ia tak menyangka Joy pergi disaat dirinya mulai berubah dan merasakan hubungan antara ayah dan anak. Kenangan Joy seketika merebak dalam pikirannya sehingga hatinya begitu sakit dan sulit mengungkapkan perasaannya sekarang.

"JOOOOY!!!!!!!" Pekik Anjas dengan airmata berlinang. Shain menghampiri Anjas dan memeluknya erat agar bisa menghentikan rasa sakit karena kehilangan orang yang disayangi.

Yuki tersenyum ketika sampai diujung lorong ruang ICU dan melihat beberapa orang yang dikenalnya sudah berkumpul. Ia berlari mengejar ketertinggalannya bermaksud ikut menunggu.

Semua terpaku melihat Yuki yang tiba di ruang ICU "Joy Mana?" Tanyanya disela-sela nafas yang memburu sebab habis berlari maraton namun tanggapan semua orang hanya saling melihat lalu menatapnya lagi dengan iba.

"Klek!" Pintu ruang ICU terbuka, suster datang membawa seseorang membuat Yuki terpaku. Tubuh yang tertutupi selembar kain putih menyedot perhatiannya untuk menghampiri. Ia tak ingin mempercayai kata hatinya meski takut melihat siapa yang terbujur kaku disana namun airmatanya menetes dan tubuhnya melemas.

Anjas menghampiri bangkar peraduan yang dibawa suster dan melihat kain putih menutupi tubuh seseorang seketika merasa hatinya sakit. Ia mempersiapkan hatinya agar tak hancur dan menyingkap sedikit kain tersebut dan akhirnya melihat Joy yang terbujur kaku membuatnya tak kuasa memeluk tubuh itu sambil menangis "Joy... ini Papa Joy... Jangan tinggalkan Papa Nak... Papa belum membahagiakanmu... Papa sayang kamu, Joy..." Rintihan lara Anjas menyadarkan Yuki bahwa didepannya adalah sosok Joy yang nyata. Ia terguncang hebat, tubuhnya limbung dan airmatanya menetes tak terbendungkan. Yuki melangkah tertatih menghampiri Joy di hadapannya sedangkan Shain mengajak Anjas menyingkir sejenak lalu memeluknya erat agar mereka bisa tabah.

Yuki melihat Joy yang tertidur dengan senyuman yang mengembang spontan airmatanya menetes lagi. Ia mengusap wajah Joy pelan meski tangannya gemetar karena syok "Joy... Joy Octaviano" Suaranya bergetar dan matanya turut berkaca-kaca saat Joy tak meresponnya. Yuki masih mengelus wajah Joy perlahan "Joy Sayang... Bangun... Aku mohon..." Suara Yuki mulai tercekat dan airmatanya mengalir "Kita mau menikah... Aku udah sampai... Tolong kamu bangun... Hiks... Bangunlah Joy... Aku mencintaimu... Aku mohon bangun.... Hiks....." Yuki akhirnya histeris menyakitkan Stefan yang melihat kehancuran orang yang dicintainya didepan mata.

Yuki mencengkeram bahu Joy memaksanya untuk bangun dengan mengguncang-guncangkan tubuh itu membuat Stefan menghampirinya dan menggenggam kedua bahu Yuki untuk menghentikannya "Hiks... Kamu harus bangun Joy.... Aku sudah sampai... Hiks... Aku mencintaimu... Bangun... Hiks...."

"Udah... Udah ya..." Stefan menenangkan Yuki dengan memeluknya meskipun Ia juga sedih atas kepergian Joy.

Yuki mengurai pelukan Stefan cepat, langsung memeluk Joy dan menangis histeris "Joy... Joy... Hiks.... Hiks... Huhuhuhuhu.... Jangan pergi... Aku mencintaimu... Aku mohon... Bangun Joy...."

"Mohon maaf, saya harus memandikan jenazah" Kata Suster yang membawa jenazah Joy membuat Stefan meminta Yuki untuk membiarkan suster melakukan kewajiban. Yuki mematung ditempatnya dan menatap bangkar rumah sakit yang membawa Joy tersebut lambat laun menjauh darinya. Kepergian Joy menyadarkan Yuki cepat "Jangan! Jangan!" Ia beralih mengejar namun langkahnya dihadang Stefan yang memeluk pinggangnya erat. Tangis Yuki kembali pecah membuat Stefan memeluknya erat agar mengikhlaskan Joy pergi dengan tenang "Jangan bawa Joy... Hiks... Jangan bawa Joy... AAAAAA!!!! Hiikkkss.... Hikkkks..." Yuki memekik keras karena hatinya telah hancur pasca Joy pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Stefan yang mendengar sungguh menyiksa batinnya namun tetap menenangkan Yuki agar bisa ikhlas.

"Please Yuki... Relakan Joy"

Stefan membalikkan tubuh Yuki berhadapan dengannya dan memeluknya agar airmata Yuki membasahi bahunya demi meredam tangisan yang begitu menyayat hati saat ini "Joy... Joy... Hiks... Huuhuuuhuuu... Hiks... Hiks... Jooooy... Huuhuhuuhuhu..."

"Hiks.... Heeeeeee.... Joy..... Joy..... Joy, Stefan..... Hiks......" Yuki menangis sekencang-kencangnya membuat dadanya sangat sesak dan nafasnya tak beraturan "Hiks!" Yuki seketika ambruk mengagetkan Stefan yang menahan tubuh Yuki agar tidak merosot.

"Yuki! Yuki!" Yuki pingsan dan membuat suasana kembali panik.

=00=

Hujan mengguyur kediaman Yuki dengan deras hingga menyisakan banyak garis air hujan di jendela kamar. Yuki hanya menyenderkan kepalanya di meja belajar dengan buku diary yang terbuka. Ia hanya diam namun airmatanya terus mencair mengingat semua kenangannya bersama Joy.

Agustus 2013

Dimana letak surga itu

Biar kugantikan tempatmu denganku

Adakah tanda surga itu

Biar kutemukan untuk bersamamu.... Joy

Sekelabat kenangan Joy dan dirinya terus muncul membuat Yuki hanya bisa menangis dalam diam. Tangisannya membanjiri buku diary saat mengingat kenangan Joy saat bermain petak umpet bersama.

"Jangan sembunyi Joy.... kalo aku menemukanmu, aku bakal menghajarmu" Seru Yuki mencari Joy dimanapun namun hasilnya adalah nihil "Joy, jangan bercanda deh" Yuki mulai panik tak melihat Joy dimanapun alhasil menggigiti kukunya.

"Ba!" Joy yang ada dibelakangnya membuat Yuki kaget dan langsung memeluknya

"Hei... sayang... aku dari tadi ada dibelakangmu, kamu aja yang gak sadar Ki" Jabar Joy disela-sela tangisan Yuki yang belum reda

"Sayang, jangan nangis ya..." Pinta Joy

"Aku takut... kamu pergi"

Joy mengurai pelukan Yuki dan menatapnya "Aku tak kan pergi kemanapun. Trust me, aku akan selalu ada disampingmu"

"Janji?"

"Aku berjanji"

Yuki tersenyum "Kalo kamu pergi, aku akan marah dan menghukum-mu karena ingkar janji. Aku akan memukulmu, gimana?"

"Emmm......."

"Bolehkan?"

"Baiklah... Jika aku pergi, kamu cukup datang ke danau, berteriaklah sekencang-kencangnya dan melempari danau dengan batu supaya aku tahu kalau kamu marah padaku" Jabar Joy

"Okey.... aku akan melakukannya"

Yuki tersentak bangun dari tidurnya. Ia beranjak pergi dengan langkah yang cepat seraya mengambil kunci mobil pergi keluar rumah.

"Klek!" Pintu rumah tertutup dan deru bising mobil menyadarkan Stefan yang tertidur di ruang keluarga.

"Yuki" Stefan menyadari kepergian Yuki langsung berlari mengejarnya "Yuki! Yuki!" Namun sayangnya terlambat karena mobil sudah menjauh dari rumah. Stefan akhirnya kembali kerumah Yuki beralih menelepon ponselnya namun tak ada jawaban.

"Ada apa Stef?" Tanya Bella menyambut Stefan yang panik.

"Yuki pergi Tante. Maaf, aku ketiduran saat Yuki pergi tadi"

Bella menghela nafasnya mengerti "Gak apa-apa Stef. Yuki ingin sendiri saat ini"

"Aku kuatir Tante"

"Kamu harus percaya sama dia. Yuki pasti baik-baik saja"

"Baiklah...."

"Yuk, kita masuk... baju kamu sudah basah"

"Iya Tante"

Yuki mendekati danau yang dimana tersimpan kenangan indah bersama Joy. Danau masih terlihat bekas guyuran hujan yang membuat sedikit berkabut. Memandangi itu semua justru hati Yuki semakin hancur mengingat kenangan mereka yang semakin berbekas tentang Joy.

"AAAAAAAAAA!!!!!!!" Pekikan Yuki menggema dan Ia jatuh bersimpuh menutupi isakan tangisnya yang mengharu biru dengan kedua tangannya.

"Kamu bilang akan terus disampingku, kamu bilang gak akan pergi... TAPI KAMU PERGI JOOOY!!!!"

"Hiks... Hiks... Kamu pergi... Kamu meninggalkanku... Hiks... Hiks..." Yuki menangis meratapi dirinya dan keadaan danau yang tenang. Ia mengutip batu yang berserakan di tanah dan menghampiri danau lalu melemparnya dengan kencang.

"Kamu bohong Joy, kamu pembohong... Hiks... KAMU PEMBOHONG!!!!" Pekiknya keras agar Joy bisa mendengar kekecewaannya yang ditinggalkan namun tetap saja tak ada jawaban dan akhirnya Yuki menyerah "Aku benci kamu... Aku membencimu... Hiks..." Yuki akhirnya beranjak pergi meninggalkan danau dengan hati yang hancur. Ia menyerah karena tak ada jawaban dari semua pertanyaan dalam hatinya.

Sampai di rumah, semua menyambut Yuki dengan senyuman seolah-olah tidak terjadi apapun. Tapi Yuki tetap seperti orang mati, zombie hidup yang bisu berusaha menghindari kenyataan dan tak ingin diganggu siapapun meski tangisan dirinya belum juga berhenti. Yuki berjalan dengan lunglai namun seketika Ia berlari ke dapur mencari sesuatu membuat Stefan yang tak sengaja mendengar dentingan sendok jatuh tersadar dan berlari cepat. Yuki mendapati sebilah pisau, mengepalkan tangan kirinya erat berniat memotong nadinya namun Stefan langsung menghentikan hal itu.

"Lepas!!!!" Pinta Yuki berontak berusaha memotong nadinya dengan pisau disaat Stefan datang menghalanginya.

"Yuki, lepasin pisaunya! Lepasin gak!" Sahut Stefan tegas berusaha menghentikan pergerakan Yuki yang berontak keras sambil menangis histeris namun kekuatan Stefan tak sebanding dengannya. Akhirnya lambat laun pisau itupun terlepas dari tangannya spontan Stefan melempar pisau itu jauh dari jangkauan mata Yuki.

Stefan mencengkeram bahu Yuki erat, memaksa Yuki menatapnya namun Yuki hanya menangis frustasi "Gue mau pergi... gue mau pergi aja..." Pintanya memaksa meski tersirat rasa putus asa disana.

"Dengerin gue Yuki!" Stefan ingin menyadarkan Yuki dengan tindakan bodohnya

"Jangan halangin gue! Gue mau pergi Stefan... Lepasin gue!!! Le...passs!!!!!" Pinta Yuki berontak membuat Stefan geram "DENGERIN GUE!!!" Pekiknya menghentikan pemberontakan itu. Yuki spontan menatap mata Stefan yang tajam seakan-akan ingin menghabisinya seketika.

Ruang dapur pun mendadak sunyi dimana hanya terdengar isakan tangis Bella dipelukan Bastian. Bella tak menyangka keadaan Yuki jadi hancur pasca Joy pergi. Namun Yuki tetap seperti itu, masih mengalirkan airmatanya di sela isakan tangis yang begitu perih dan akhirnya Ia lemah dan merosot terduduk di lantai.

Stefan seketika mengangkat wajah cantik itu dengan jemarinya. Ia menatap Yuki dengan rasa iba serta menyesal karena telah membentaknya "Elo kira dengan elo mati semuanya akan selesai?" Tanya Stefan pada Yuki yang masih berurai airmata "Elo kira kalo elo pergi, elo bakal ketemu Joy di surga?" Pertanyaan sarkastik Stefan seketika menyadarkan Yuki akan tindakannya hingga Ia menunduk dan menangis lagi.

"Jangan berpikir bodoh Yuki, gak semua masalah bisa diselesaikan dengan mengakhiri hidup. Pikirkan keluarga elo... Mama elo... Bastian dan Gue..." Kata Stefan membuat Yuki menangisi kebodohannya.

"Masih ada orang yang menyayangi elo di dunia, mencintai elo sepenuh hati dengan nyata" Stefan menggenggam wajah Yuki dan menatap matanya lekat-lekat "Bukan kematian elo yang Joy mau, tapi kebahagiaan elo. Kalo elo mati, apa Joy akan bahagia Ki?" Tanyanya membuat Yuki tertunduk bersalah "Kematian gak akan mengakhiri sebuah cinta Yuki, gak akan... Joy mau cintanya terus hidup di hati elo. Kalo elo mati, cinta Joy juga akan mati sia-sia. Lo mengerti?" Perkataan Stefan membuat Yuki menangis hebat memeluk diri sendiri.

"Biarkan Joy tenang, elo gak boleh menghalanginya pergi Yuki" Tutur Stefan membuat Yuki terisak. Sesenggukan Yuki menyakiti Stefan yang akhirnya membawanya masuk dalam pelukannya "Elo harus merelakannya Yuki...."

"Hiks... Hiks.... Hiksss.... Joy pergi Stefan.... Joy pergi ning.. ninggalin gue...."

"Ssssttt...... sssssttt...." Stefan ikut merasakan sakit yang diderita Yuki. Ia benar-benar tidak bisa membiarkan seorang Yuki sendirian seperti ini sekarang.

=00=


Continue Reading

You'll Also Like

201K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
90K 4.5K 33
nama gua kim hyerin, gw ini cewek tulen ya. gw termasuk dr keluarga kaya. gw punya 7 kakak yang sifat nya bisa dibilang aneh iya dibilang ajaib juga...
28.1K 1.9K 42
Kebohongan terbodoh! ••• oyasumi •••
508K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.