9.4

1.1K 211 11
                                    

Dikelas, Yuki hanya menatap orang disampingnya yang sibuk belajar. Ia ingin sekali bilang jika dirinya mulai jatuh cinta lagi. Stefan melirik Yuki yang tersenyum kearahnya membuatnya bingung dan merapatkan diri nyaris ingin bertanya. Yuki benar-benar merusak konsetrasi Stefan untuk menyerap pelajaran.

"Elo mau curhat?" Tanya Stefan setengah berbisik

Yuki tersenyum dan mengangguk "Iya"

"Tentang apa?"

"Ada deh" Balasnya kembali sibuk menulis dan mencontek hasil latihan Stefan. Sekarang mata pelajaran Fisika sedang berlangsung dan Yuki yang sejak awal tidak mengerti dengan yang namanya pelajaran Fisika hanya bisa melihat dan bertanya kepada Stefan jika tidak mengerti. Berbeda dengan Stefan yang sangat mengerti dan menguasai pelajaran Fisika dengan gampang.

Joy sudah kembali ke kamar rawat dan membisu sepanjang waktu. Ia hanya melihat tembok rumah sakit yang terpajang sebuah lukisan pemandangan dihadapan dan Shain ikut terdiam. Kamar rumah sakit itu terasa dingin dan sunyi meskipun cahaya matahari menelusuk manja menghangatkan mereka. Shain melihat wajah terpukul dan kebisuan Joy membuatnya tak kuat ingin bertanya.

"Joy...."

"Ini rahasia kita"

"Maksud kamu?"

"Cukup elo yang tau gue sakit, hanya elo bukan yang lain"

"Gimana dengan Yuki?"

"Dia juga"

"Tapi kamu gak bisa menyimpan rahasia ini selamanya Joy, kelak mereka perlu tahu apa yang terjadi denganmu"

"Rahasia adalah rahasia. Gue gak mau mereka iba dan kasihan sama gue. Elo harus ingat, gue Joy Octaviano cowok kuat dan jahat dan selamanya akan seperti itu. Gue gak mau mereka sedih karena gue mati nanti"

"Kamu jangan berkata seperti itu, selalu ada harapan Joy"

Joy menarik nafas dan membuangnya lalu menunduk pasrah "Gue rasa, Mama kesepian disana makanya dia manggil gue"

"Joy! Kamu gak boleh bicara seperti itu! Masih banyak yang sayang sama kamu disini termasuk aku! Yuki mencintaimu dan kamu juga mencintainya. Jadi kamu harus sembuh demi kebahagiaanmu sendiri"

"Kebahagiaan gue adalah melihat Yuki bahagia Shain. Dia tidak akan bahagia dengan mencintai penderita kanker seperti gue. Gue gak mau dia menderita karena gue akan meninggalkannya cepat atau lambat"

"Kamu benar-benar keras kepala yah! Kamu bukan Joy yang ku kenal, Joy yang aku kenal bukan orang yang pesimis!"

"Semua orang akan berubah jika menjadi gue Shain" Kata Joy menatap Shain yang sedang menatapnya dengan emosi dan mata memerah.

=00=

Stefan gelisah, sibuk melihat ponselnya yang sudah tertera nomor ponsel Yuki. Jantungnya benar-benar berdegup kencang karena sore ini Ia akan mengutarakan perasaannya yang selama ini terpendam. Ia mondar-mandir melihat lagi ponselnya lalu mondar mandir lagi tersirat kegelisahan disana.

"Telepon gak ya?" Tanyanya bingung, "Telepon.... Ngga.... Telepon... ngga.... Haaah!!! Telepon ngga ya?" Masih bertanya tapi sekarang malah gemas sendiri. Stefan duduk dipinggir ranjang dan menatap ponselnya dengan menarik nafas sangat-sangat dalam membuang seluruh ketakutannya untuk menyatakan cinta. "Gue mau nyatain perasaan gue, jadi Tuhaaaan... Pleeeeaaassee..... bantu gue buat bisa mengendalikan jantung gue yang gak bisa diem ini" Doa Stefan dalam hati.

"Oke Stefan William! Elo cowok dan elo harus berani" Stefan mulai bertekad dan melihat ponselnya. Ia mencoba menekan tombol call pada ponselnya namun belum sempat ponselnya malah berdering membuatnya kaget "Yuki?" Pikirnya bingung

NOT LOVE STORY - DestinyWhere stories live. Discover now