New Romantics (Marc Marquez F...

By JojoChirathivat

346K 21.5K 666

Emma Watson, seorang jurnalis anyar yang baru saja lulus dari bangku perkuliahan ini dituntut untuk mengejar... More

Satu
Hola Spain!
Rendezvous I
Rendezvous II
Best Mistake
Sweetest Devotion
Remedy
Don't Let Me Down
Love You Longer
We Found Love
Wildest Dreams
AdiĆ³s Spain!
Chasing Pavement
Problem
12 Days of Loving You
Hey, I Didn't Mean to Break Your Heart!
Brokenhearted
Cervera
If I Ain't Got You
Hiding My Heart
3 Years Gone
Dangerous Woman
I Miss You
#IAM93
Met Gala I
Met Gala II
I Used To Love You
Say You Love Me
And I'm Telling You I'm Not Going
The Greatest
I LOVE U
Stand By You
It's Getting Complicated
Greatest Love Of All
Chocolate
Can't Keep My Hands To Myself
I'm Not The Only One
Lost Then Found
Love In The Dark
Where Do Broken Hearts Go?
Lost
I Can't Make You Love Me
Speechless
If I Let You Go
Fall Apart
Get Up and Try
Everything Has Changed
Prove
Hello
Irreplaceable
Just A Friend To You
I Look To You (Reposting)
Fall For You
Decisions
Waiting and Mean It
New Romantics
Love On Top
#TeamEmma&Marc
New Romantics Trivia
EXTRA PART
*Bonus*
*ANNOUNCEMENT*

It Must Have Been Love

3.7K 249 3
By JojoChirathivat

Perlahan Marc membuka matanya yang berat. Kepalanya begitu pening sekarang, ia tidak ingat akan apa yang telah terjadi semalam. Yang ia tau, dirinya berada di bar hotel dan tidak ingat apapun selanjutnya. Marc menatap tubuhnya, ia tidak memakai baju namun celana jeans nya masih setia ia pakai. Bayangan Emma masih muncul terus membuat Marc menghela nafas berat. Bagaimana keadaan Emma disana? Apakah ia masih marah?

Hari apa ini? Oh race nya kan kemarin. Jadi, Marc bisa pulang? Ada rasa bergemuruh di hati Marc. Kini ia bisa pulang dan menemui Emma di Spanyol. Namun tunggu, ia berada di kamar hotel. Tetapi Marc merasakan ada seseorang disampingnya.
Irina tertidur disamping Marc, gadis itu tidur membelakanginya. Selimut putih tebal menyelimuti tubuh gadis itu sampai ke leher. Dalam hati Marc berpikir, kenapa Irina ada di dalam kamar hotelnya?

Marc pelan-pelan mengintip dari belakang. Namun Irina sudah terlanjur membalikkan badan. Marc mengurungkan niatnya.

"Hay, kau sudah bangun?" sapa Irina bangun dari tidurnya.

"Irina apa yang kau lakukan disini? Kau--" ucap Marc terputus, ia curiga jika Irina sedang telanjang, "--you're not naked right?" tanya Marc hati-hati.

Irina menghembuskan nafas berat dan menunduk. Inilah apa yang mereka lakukan semalam.

"Inilah yang kau lakukan Marc. Ini apa yang kita lakukan tadi malam" balas Irina memandang tajam Marc.

Seakan tidak percaya, Marc berdiri dan mengambil kaos yang tergeletak di lantai. Tidak mungkin jika mereka melakukan hal itu semalam.
Lagipula, apa yang di katakan Irina bisa saja terjadi karena ia tidak ingat apapun.

"Tidak mungkin. Kau berbohong kan?" bantah Marc mengacak-acak rambutnya.
Jika benar, hancurlah sudah hidupnya. Apa yang harus ia jelaskan pada kedua orang-tuanya, atau Emma bahkan media jika Irina membocorkannya?

Irina memandang Marc yang terlihat sangat frustasi. Hmm, ia harus mengutarakan yang sejujurnya.
Marc terus saja berjalan mondar-mandir dan mengacak-acak rambutnya. Irina mengutuk dirinya karena seandainya saja ia tidak berbalik dan menyapa Marc, pasti dirinya sedang mengalami apa yang ia impikan, terbangun di samping seorang Marc Marquez.

"Marc, tenanglah. Kita tidak benar-benar melakukannya" seru Irina setengah tertawa.
Marc mendengar ucapan Irina lalu menoleh padanya dengan tatapan yang tak bisa Irina artikan.

Marc pagi ini tidak berselera untuk sarapan, ia terus menatap Irina yang ada dihadapannya ini. Begitu lahapnya Irina menyantap sarapan makanan hotel itu.

"Kau bersungguh-sungguh kan? Maksudku, kita tidak benar melakukannya?" tanya Marc seakan tak puas.

"Sebenarnya, hampir saja kau melakukannya. Kau dibawah pengaruh alkohol dan kau lepas kontrol. Ya tuhan Marc tenagamu kuat sekali, kau baru melepas bajuku dan aku langsung menghajarmu. Untung aku pernah ikut kejuaraan beladiri di kota ku" jelas Irina kembali menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.

Marc menaikkan satu alis nya, pantas saja wajahnya terasa memar. Ternyata dipukul wanita yang ada didepannya ini.

"Maafkan aku. Aku tidak ingat apa yang terjadi semalam..." ucap Marc tertunduk.

Irina terkejut melihat ekspresi Marc, walaupun tertunduk Irina dapat melihatnya jelas.
Ia harus bisa menenangkan Marc. Irina menggapai tangan Marc dan mengelusnya lembut tepat di punggung tangan.

"It's okay. Ku tau kau sedang menghadapi masalah berat. Hari ini kau akan pulang kan?" Irina tersenyum memamerkan gigi-gigi putih nya yang rapi.

Marc duduk di seat pesawat, ia menoleh kesamping dan menemukan Alex sedang menatapnya tajam. Marc ingin sekali mengabaikan adik gila nya itu. Namun kali ini apa yang dilakukan Alex sangat-sangatlah mengganggu. Marc tidak tahan akannya.

"Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Marc nyinyir.

"Ckckck" hanya decakan yang Alex keluarkan. Ia menggeleng-geleng namun pandangannya tetap tajam menatap Marc.

"What???" Marc sudah tidak sabar, perilaku Alex kali ini benar-benar absurd.

"Kau ini belum puas mendapatkan Emma? Sampai-sampai kau bermesraan dengan Irina di belakangnya?" tanya Alex berbisik.

"Apa? Darimana kau tau itu?" balas Marc tak kalah berbisik.

Alex menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, ia berharap semoga tidak ada pramugari yang menegurnya ketika ia menyalakan handphone di dalam pesawat.

"Aku memfotonya" balas Alex nyengir sembari menunjukkan foto Marc dan Irina di dalam handphone-nya.

"Apa?! Kau gila! Hapus!" perintah Marc berseru namun menahan keras suaranya.

"Fine. Ada apa denganmu?" Alex kembali memasukkan handphone-nya.

"I've been drunk. Dan aku tidak sadar" langsung saja pernyataan Marc membuat Alex menoyor kepala kakaknya itu.

***

Lucy mendengar suara ketukan di pintunya. Ia segera menghentikan aktivitas membaca novelnya dan berlari kearah pintu.
Lucy tidak menaruh curiga apapun, namun terkejutnya saat mengetahui siapa yang ada di depannya. Seorang pria dengan garis bekas cukur kumis dan jenggot di dagu dan sebagian pipi membuatnya tampak lebih manis.

"Lucy...." sapa Fabrizal tersenyum manis.

Saking terkejutnya, Lucy tak dapat berkutik, lidahnya kelu. Hanya matanya saja yang menilai keseluruhan penampilan Fabrizal yang mengenakan jaket berwarna hitam dan celana jeans biru.
Kemudian, kedua bola mata Lucy menangkap dua sosok--ralat--tiga sosok makhluk hidup yang bisa bernafas, mempunyai akal dan otak, mempunyai hawa nafsu yang disebut manusia sedang berdiri menatapnya nanar.

Emma menatap Lucy dengan tatapan 'maaf Lucy' kentara sekali dari cara mata Emma yang sayu itu memandang.
Andres hanya bisa mendengus perlahan, dan siapa gadis kecil yang ada disamping Andres?

"Apa yang kau lakukan disini?--" tanya Lucy pedas, "--sebaiknya kau pulang" Lucy menutup pintunya.

Namun saat hampir berhasil tertutup, Fabrizal menahannya dengan tangan kekarnya. Seberapa keras pun Lucy berusaha, tenaganya tidak akan cukup.

"Dengar Lucy, aku bisa menjelaskan semuanya.." ucap Fabrizal berusaha membuka kembali pintu itu.

Lucy melihat mimik wajah Fabrizal yang berbeda dari sebelumnya yang ia tau. Apa yang harus dilakukan Lucy? Mendengarkan atau berusaha lari?
Kemudian memori Lucy tentang permasalahan Emma muncul. Gadis itu lari dari perasaannya, hanyalah kesia-siaan yang akan didapatkan. Kali ini Lucy harus bisa belajar dari masa lalu seseorang.

Tanpa menjawab ucapan Fabrizal, Lucy membukakan pintu-nya lebar-lebar. Menunjukkan bahwa Lucy memberi kesempatan untuk menjelaskan. Tanpa babibu, Fabrizal masuk dan mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah ini. Rumah yang Lucy tempati semenjak mereka berpisah. Tidak sebesar rumahnya yang sekarang, namun dilihat dari bagaimana Andres hidup, sepertinya Lucy berhasil menjadi seorang single parents. Emma dan Andres tetap berdiri di tempat, Lucy melemparkan pandangan 'kenapa?' yang dijawab dengan anggukan oleh Emma.
Emma memberi mereka berdua sebuah privasi. Ya, sebuah privasi abal-abal. Ujung-ujungnya Emma dan Andres juga akan menguping dari taman belakang.

"Duduklah..." perintah Lucy pada Fabrizal. Lucy mengeratkan sweater abu-abu yang ia pakai.

Kini mereka berdua duduk saling berhadapan di sofa berwarna coklat di ruang tamu. Fabrizal ingat betul, warna kesukaan Lucy adalah coklat.
Tak ada sepatah dua patah kata pun yang mereka lemparkan. Hanya sebuah pandangan kosong.

"Aku...." ucap Fabrizal dan Lucy berbarengan.

"Kau dulu..." ucap Lucy menahan senyumannya. Ia masih saja salah tingkah di depan Fabrizal.

Emma dan Andres saling menatap dan melemparkan senyum satu sama lain. Mereka sedang menguping di balik pintu berwarna biru dimana satu jendela menghiasinya di bagian atas. Pintu yang menghubungkan antara dapur dan taman belakang.
Jarak wajah Andres dan Emma sangatlah dekat. Andres terus terang sedang terpana dengan Emma.
Jadi, ini rasanya saat kau berhadapan dengan orang yang kau kagumi sejak dulu?
Jantung Andres berdetak sangat kencang.

"Aku--" Fabrizal menelan ludahnya sebelum memulai, "--Uhm, bagaimana kabarmu?"

"Baik. Seperti biasa. Bagaimana denganmu? Sepertinya tak ada yang berubah dari dirimu sejak dulu" balas Lucy memberanikan diri menatap mata coklat Fabrizal.

"Baik. Seperti yang kau lihat. Aku sangat berubah"

"Berubah apa? Kau terus saja memandangku dengan tatapan mengerikan itu" Lucy mengucapkan kata mengerikan, namun yang ia maksudkan adalah tatapan penuh kagum dari Fabrizal untuk Lucy.

"Aku merindukanmu, Lucy" balas Fabrizal frontal.

"Kau tidak seharusnya merindukanku. Tidakkah kau merasa bersalah pada istrimu di rumah karena mengunjungiku?" Lucy menuangkan segelas teh hangat kedalam cangkir yang ada dihadapan Fabrizal.

"Kau masih menjadi istriku bukan? Kita belum bercerai. Selama ini aku berbohong jika telah mendapat seorang istri" Fabrizal menggeser duduknya menjadi disamping Lucy. Lucy terkejut akan tingkah Fabrizal itu.

"Tapi masa itu telah berakhir. Hanya kepedihan dan sakit hati yang aku ingat saat diriku melihatmu" Lucy memalingkan pandangannya.

"I see your same old love in your eyes--" Fabrizal memalingkan wajah Lucy dengan memegang dagunya lembut, "--di bola matamu, aku melihat diriku sendiri sedang memandangmu kagum. Aku bisa membaca apa kata hatimu saat ini"

"No. You don't love me. I don't." Lucy melepas pegangan Fabrizal pada dagunya.

"Lucy, aku tau kau selalu menyimpan memori kita berdua terutama didalam kalung yang kau beli saat kau berusia enam belas tahun. Tepat disamping dimana jantungmu selalu berdetak dan mengucapkan namaku tiap kali kau melihatnya, tepat dimana seharusnya diriku berada. Aku akan selalu mengingat bagaimana dirimu menciumku tepat di bawah lampu jalanan di jalan keenam pertigaan rumah kita dulu" Fabrizal bernostalgia seraya menempelkan dahinya pada dahi Lucy.

Lucy tertegun dengan aksi Fabrizal. Sudah lama ia tidak merasakan kenyamanan seperti ini. Prioritas utama dalam hidup Lucy yang telah lama ia tinggalkan, sebuah kenyamanan.
Tak terkira air mata menetes dengan cepatnya dari pelupuk mata Lucy.

"Maafkan aku Lucy, aku salah telah meninggalkanmu. Aku sadar bahwa hanya dirimu yang membuatku gila. Membuatku tak sadar akan dimana posisiku di dunia ini. Karena saat dirimu dan diriku berada, dunia ini hanyalah milik kita" balas Fabrizal memeluk Lucy erat.

Yang hanya bisa Lucy lakukan, hanyalah menahan tangis di bahu Fabrizal. Ia tidak ingin terlihat cengeng disaat seperti ini. Ia bahkan sudah berjanji tidak ingin menangisi apa yang telah mengecewakannya. Namun sepertinya bendungan air mata Lucy jebol juga.

"Aku akan menjadi lebih dari sekedar bodyguard dalam hidupmu. Aku pernah berjanji akan memenangkan pertempuran dengan ego-mu. Kali ini aku berhasil bukan?" ucapan Fabrizal tersebut sontak mendapat sebuah pelukan erat dari Lucy. Kata-kata Fabrizal menbunuhnya.

Emma dan Andres yang menguping mengerti, jika Lucy dan Fabrizal sedang saling mendekap erat. Sebuah senyuman tercetak di bibir Emma. Andres terpana akannya.
Matilda memandang Andres, ia tau jika Andres sedang terpesona dengan Emma. Terlihat dari bagaimana cara Andres memandangnya.

"Om Andres suka sama Emma ya? Kok senyum-senyum seperti itu?" seru Matilda polos yang membuat Emma menoleh pada Andres.

Andres secepat mungkin memalingkan wajahnya dan menutup mulut Matilda.
Lucy dan Fabrizal melepaskan pelukannya, mengerti jika kedua bocah tengil itu sedang menguping. Mereka berdua saling berpandangan dan melemparkan senyum masing-masing.

Lucy beranjak dari duduknya dan menghampiri dua bocah tengil yang menguping itu di taman belakang. Saat Lucy membuka pintu yang berwarna biru itu, Emma dan Andres jatuh tersungkur di kaki Lucy. Mereka berdua mengaduh.
Emma dan Andres langsung berdiri dan cengar-cengir bak maling ayam.

"Hehe, kami tidak dengar apapun." ucap Emma membentuk huruf V dari jari telunjuk dan tengahnya.

Lucy menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan memandang Emma setengah tersenyum. Andres melirik Emma dari ekor matanya, betapa manisnya Emma disaat seperti itu.

Kini, Lucy memerintah Emma dan Andres juga Matilda untuk masuk melewati pintu depan rumah. Sepanjang mereka berjalan, Emma dan Andres saling melemparkan gurauan yang membuat Emma tertawa sampai harus memegangi perutnya.

Namun saat sampai didepan, Emma dikejutkan dengan seseorang yang sedang menatapnya nanar. Seorang pria berhidung mancung, berkulit putih bersih dan wajah tampannya sedang berdiri disamping mobil Honda Civic nya.
Emma tanpa sadar berjalan mendekatinya.

"Emma.." panggil Marc dengan tatapan sayu.

Continue Reading

You'll Also Like

132K 14K 30
[ COMPLETED ] Aku dengan segala kelemahanku, membuatku berpikir jika sebenarnya aku memang tak pantas untuk mencinta dan dicinta.
1K 71 5
Kalau kamu ingin pergi,pergi aja jangan kembali.Bawa semua bayanganmu agar bayanganmu tidak membuat hati aku semakin sakit dan satu yang harus kamu t...
1.8K 1.1K 11
[ Choi Mujin x Yoon Jiwoo x Ma GwangCheol ] Ini hanya fanfiksi dengan karakter dalam drama 'My Name' original series milik Nettflix, dan Karakter Ma...
77.9K 9.8K 88
*** "Aku tidak masalah bila harus selamanya menjadi alat untuk mencapai tujuanmu... tapi kenapa rasanya itu tidak pernah cukup?" ~ L *** Start: 27 Se...