EVANDER || BTS

Par poppyopi

167K 9.9K 6K

[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Evander, sebuah nama geng motor yang sangat terkenal di ibu kota. Kumpulan anak re... Plus

INTRODUCTION
PROLOG
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

23

3.1K 249 182
Par poppyopi

"Gue di depan rumah lo."

"HAH?!"

Ini terlalu pagi bagi Anjani diberi kejutan seperti ini––oleh kedatangan Devan yang amat tiba-tiba. Gadis itu nyaris tidak percaya melihat lelaki itu bersama motor sportnya di depan pagar rumahnya. Sial! Jika sampai Papanya tahu, habis dirinya.

Karena itulah, Anjani dengan cepat angkat suara lagi melalui panggilan yang masih terhubung ini. "Lo diam di situ! Jangan berani-berani mencet bel!"

Tanpa mendengarkan lagi jawaban Devan dari sebrang sana, Anjani sudah bergegas keluar dari kamarnya menuju keluar rumah menemui lelaki itu. Ketika melewati dapur, Mamanya yang berada di sana lantas bersuara, sontak menghentikan langkah Anjani saat ini.

"Anjani, mau kemana? Sini, ayo makan."

"Sebentar dulu, Ma," jawab Anjani seadanya. Ia kembali lagi melangkah. Beruntunglah di dapur belum ada Papa––artinya pria itu masih di kamar. Anjani sedikit bernapas lega, berharap pula Papanya tidak tahu dengan kedatangan Devan diluar itu.

Ketika langkah itu sampai di halaman rumah, Anjani segera menarik pagar. Pandangannya langsung bertemu dengan Devan yang masih duduk santai di atas motornya. Anjani sempat berdecak kesal. Ritme jantungnya sudah tidak terkendali lantaran kedatangan lelaki itu.

"Lo ngapain ke rumah gue?" tanya Anjani dengan nada suaranya yang kentara akan kekesalan. Sesekali pula kepalanya menoleh ke belakang, takut-takut ketahuan Papa.

Dengan tampang yang tidak bersalah karena datang tanpa berkabar sebelumnya, lelaki itu menjawab, "Ngejemput lo."

Anjani sontak ternganga. Lelaki ini benar-benar tidak bisa dimengerti, semenjak dirinya dianggap pacar oleh lelaki itu––sifatnya mendadak tidak bisa ditebak. Membuat Anjani harus berhati-hati, sebab dirinya tidak segampang itu untuk didekati. Apalagi jika Papa sampai tahu.

"Makasih banget atas tumpangannya, tapi gue gak bisa. Gue diantar Papa. Jadi kedepannya lo gak perlu lagi repot-repot ke sini buat jemput gue, karena itu bakal percuma juga," tolak Anjani secara baik-baik.

"Bensin gue habis sia-sia ke sini, dan lo malah ngusir gue?"

Sejak kapan seorang Devan mempermasalahkan bensinnya yang hampir habis, padahal jika diingat lelaki itu jauh lebih kaya dari Anjani, dan pasti membeli bensin pun tidak membuatnya jatuh miskin––pikir Anjani segara logis. Namun karena tidak ingin berdebat, terpaksa gadis itu menjawab. "Oke, nanti gue ganti. Tapi sekarang lo pergi dulu. Nanti Papa gue liat."

"Bagus. Nanti gue minta izin ke bokap lo untuk antar jemput lo ke sekolah."

"Heh, lo jangan gila ya!"

Devan sontak mengulum senyumnya melihat raut wajah kesal dari gadis itu. Entah mengapa, mendadak Devan suka menjahili gadis itu. Mimik wajahnya yang menahan amarah itu justru menggemaskan, sedikit.

Sedikit bermain-main dengan gadis itu, Devan lantas turun dari motornya. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya, tetapi Anjani menjadi was-was. Takut saja Devan nekat meminta izin kepada Papanya.

"Ayolah Dev, hari ini aja lo turutin kata gue. Lo pergi. Lagian Papa gue serem tau, gak mungkin ngizinin."

"Jadi semakin pengen gue ketemu sama bokap lo."

Ah sial! Ternyata berbicara dengan Devan jauh lebih melelahkan daripada berbicara pada anak bandel sekalipun. Anjani tidak tahu lagi bagaimana nasibnya kali ini. Wajahnya yang cemberut itu membuktikan betapa lelahnya sudah menghadapi Devan sekarang ini. Membuat Devan sontak merasa sedikit kasihan.

"Oke. Gue pergi, tapi ada syaratnya."

"Apa? Cepetan bilang!"

"Pulangnya bareng gue. Gue tunggu di parkiran. Kalau lo kabur, besok gue ke sini lagi. Nekat ketemu sama bokap lo."

Lelaki itu benar-benar pergi. Meninggalkan Anjani, juga ancaman yang baru saja terlontar itu. Astaga, begini kah nasibnya sekarang? Tercekat dengan lelaki menyebalkan itu!

"Anjani, sedang apa kamu diluar?"

Anjani terperanjat. Suara Papa membuyarkan lamunannya seketika. Tidak ingin Papa menaruh curiga padanya. Dengan sedikit berbohong ia menjawab, "Itu Pa, nunggu bubur ayam lewat. Anjani mendadak pengen makan bubur ayam."

***

Tak ada tempat yang paling berisik selain kantin ketika jam istirahat berbunyi. Aroma-aroma sedap dari berbagai makanan menusuk masing-masing indra penciuman mereka di sana. Bukan cuman untuk tempat makan bersama, di sana juga menampung manusia-manusia yang hampir semua bergosip ria. Topik mengenai Anjani masih belum meredup, bahkan tatapan sinis pun masih terlempar pada Anjani––yang sekarang sialnya berada di kantin juga.

"Gak usah didengerin Anjani, mereka iri sama lo," kata Gea. Tangan gadis itu sempat menutup telinga Anjani, membuat Anjani terkekeh merespon. Selama ada ketiga temannya, Anjani tidak mempedulikan cibiran terhadapnya itu.

Alesya yang sebelumnya fokus menjilat es krimnya sontak angkat suara juga mendengar ucapan Gea barusan. "Ya jelas iri lah. Seorang Devan loh, ketua geng motor, sekarang pacarnya Anjani. Kalau gue jadi Anjani sih bakal pamer ke semua orang. Biar yang panas makin panas."

Gea tertawa renyah mendengar penuturan Alesya barusan. Namun tidak dengan Anjani, gadis itu kurang senang mendengar kata pacar tertuju untuknya.

"Apa yang perlu dipamerin sih? Gue sama Devan gak pacaran. Devan aja yang ngaku-ngaku gak jelas. Hidup gue jadi gak tenang sekarang gara-gara dia," gerutu Anjani. Tangan kanannya menghempas pelan garpu yang sempat digenggamnya itu. Emosinya sedikit meluap mengingat itu.

"Tapi ya, ini fenomena langka. Seorang Devan ngejar-ngejar Anjani," sahut Alesya. Ia menunjuk-nunjuk Anjani dengan stik es krimnya yang sudah habis itu. Wajahnya terkesan antusias membuat Anjani memutar bola mata malas melihatnya.

"Bukan ngejar-ngejar. Emang ada maksud. Si anggota Black Moon gangguin gue itu gara-gara Devan, gue gak tau juga gimana ceritanya. Tapi yang jelas, kata Devan, dia mau ngelindungin gue, dengan cara yang gak masuk akal ini, jadi pacar dia," jelas Anjani sedikit terperinci.

Amanda yang sejak tadi hanya menyimak pembicaraan ketiga temannya sontak ikut bergabung pada topik kali ini. "Tapi, dengan lo jadi pacar Devan, posisi lo semakin terancam gak sih? Mereka semakin ngincar cewek musuhnya. Ibaratnya kan gitu."

Anjani menjentikkan jarinya mendengar ucapan Amanda itu. "Nah itu maksud gue. Dia tuh gak mikir sampai ke situ."

"Kalau niatnya Devan ngejadiin Anjani pacarnya buat ngelindungin, gue pikir gak papa deh. Niat dia baik kan?" Pemikiran Gea jauh lebih positif. Beranggapan bahwa apa yang dilakukan Devan pada Anjani sekarang ini adalah pilihan yang tepat.

Anehnya, Amanda justru menggeleng pelan. "Devan gak sebaik itu. Kalau kalian lupa, dia ketua geng motor, yang punya banyak musuh dimana-mana."

***

"Kabur, nggak. Kabur, nggak. Kabur, nggak."

Sudah terhitung sepuluh kali Anjani berbicara seperti itu, bersama sepuluh jemarinya yang ia gunakan sebagai keputusan hari ini. Namun tampaknya itu tidak berhasil sama sekali, Anjani malah semakin bingung. Ia mengacak rambutnya frustasi. Jam pulang menjadi tidak menyenangkan semenjak Devan berniat ingin mengantarkannya pulang ke rumah.

"Arghh! Kalau gue kabur, besok dia ke rumah gue lagi. Bisa mampus kalau nanti benar-benar ketahuan Papa."

"Mau kabur kemana?"

Anjani terperanjat. Ia pikir Devan, namun ketika berbalik badan, sosok Satria lah yang tengah berjalan ke arahnya. Ada senyum canggung menatap Satria yang sudah berdiri di hadapannya itu. Apalagi saat Satria kembali bertanya, "Kenapa tuh muka murung gitu?"

"Gak papa. Capek doang. Pengen cepet-cepet pulang, hehe," alibi Anjani. Tawa garingnya mengudara.

Satria mengangguk menanggapinya. Sejujurnya ia tidak terlalu percaya dengan jawaban gadis itu, tetapi karena tidak ingin membuat suasana menjadi canggung oleh pertanyaannya lagi, Satria lebih memilih mengikuti langkah Anjani.

"Gimana kesannya udah hampir satu bulan sekolah di sini?" tanya Satria mencari topik yang lebih menyenangkan. Namun tampaknya itu tidak berpengaruh apapun dengan raut wajah Anjani––gadis itu terdiam sejenak mendengarnya.

"Jujur, atau bohong nih?" tanya balik Anjani.

"Ya, jujurlah...," Ada tawa kecil diakhir katanya.

"Gak begitu menyenangkan," jawab Anjani jujur. Dengan sudut bibir yang dipaksa tersenyum––menandakan bahwa ia mencoba baik-baik saja.

Satria terdiam sejenak. Seolah ada rasa penasaran untuk ia tanyakan, tetapi mulutnya cukup kelu mengatakan. "Soal gosip lo itu, benar?"

Anjani menoleh segera. Siapapun tidak mungkin ketinggalan gosipnya itu bukan? Apalagi Satria. "Tentang gosip aku sama Devan itu?"

Mendengar itu, lantas Satria mengangguk. "Lo beneran pacaran sama dia?"

"Sebenarnya––"

Ucapannya terpotong, kala ponselnya mendadak berbunyi. Atensi gadis itu lantas tertuju pada layar ponselnya––yang sekarang sudah menunjukkan nama seseorang yang tengah meneleponnya––Devan.

"Sebentar ya kak, ngangkat telepon dulu," izin Anjani yang cepat dihadiahi anggukan singkat dari Satria.

Gadis itu sedikit menjauh. Berselangnya baru mengangkat panggilan Devan itu. "Apa?"

"Gue udah di parkiran. Lo dimana? Jangan bilang lo kabur ya!"

"Gue baru keluar kelas anjir! Sabar dikit kenapa sih!"

"Gue tunggu sampai satu menit."

Tut

Panggilan diputus secara sepihak. Anjani menghela napas jengah. Sekarang bukan lagi anggota Black Moon yang mengganggunya, justru Devan sendirilah yang mengganggu hidupnya. Sialan! Hidupnya menjadi tidak tenang karena ulah lelaki itu.

Anjani kembali melangkah menghampiri Satria yang masih setia menunggunya itu. "Kak, aku duluan ya. Udah ditungguin."

Tidak sempat mendengar jawaban dari Satria, Anjani sudah mengambil langkah meninggalkan. Membuat Satria hanya bisa menatap kepergian gadis itu. Juga meninggalkan tanda tanya besar baginya pada hubungan yang membingungkan Anjani dan Devan itu.

***

"Janji ya lo besok jangan ke rumah gue lagi!" Peringat Anjani. Gadis itu terkesan berteriak tepat di belakang Devan, lantaran sedang di perjalanan.

"Gak janji juga sih."

"Lo jangan mancing emosi gue ya! Gue udah nurutin kemauan lo pulang bareng gini!" Nyaris saja Anjani ingin memukul helm yang dikenakan Devan itu akibat amarahnya yang sudah meluap-luap.

Bukannya menjawab lagi, dibalik kaca helm itu Devan justru menahan tawa kala melihat wajah merah padam Anjani sekarang––gadis itu sedang menahan amarahnya.

Tak ada topik lain. Keduanya sama-sama larut pada pikiran masing-masing. Hingga masuk jalan cukup sepi menuju rumah Anjani, Devan tiba-tiba menghentikan motornya. Membuat Anjani yang di belakang nyaris terhuyung ke depan.

"Kok berhenti?"

Devan tidak menjawab. Ia memilih turun lebih dulu dari motornya, lalu menoleh ke arah ban belakang yang membuat Anjani semakin menatap bingung. "Kenapa sih?"

"Ban belakang bocor," beritahu Devan. Membuat Anjani lantas turun dari motor itu untuk ikut memeriksa.

"Astaga! Kok bisa sih?"

Cukup syok melihat satu paku menancap di ban itu. Dibanding menjawab pertanyaan dari Anjani itu, Devan lebih memilih mencabutnya. Ketika menoleh ke samping kanan, tepat di tepi jalan itu ada paku yang sudah berhamburan.

Devan terdiam sesaat, mencoba mengartikan kejanggalan ini. Tak sampai tiga menit terlewati, dari arah jalan raya itu ada beberapa pengendara datang mendekati mereka.

Sekarang Devan paham, bahwa ini adalah jebakan, dari anggota Black Moon.

Tanpa berbicara sedikitpun, Devan langsung menarik Anjani untuk berlindung di belakangnya. Dilihatnya kini sang ketua musuhnya itu sudah turun dari motor––tersenyum licik ke arahnya.

"Surprise!"

Anjani mendadak takut. Terhitung tujuh anggota Black Moon berada di sini. Entah apa yang akan mereka lakukan, Anjani berharap dirinya dan Devan akan baik-baik saja.

"Akhirnya, gue nungguin loh momen kalian berdua begini," ujar Andrew. Lelaki itu melangkah mendekati. Sedang Devan berbalik badan sebentar sekedar meminta Anjani untuk mundur, berlindung.

"Apapun yang terjadi nanti, lo tetap diam di sini, atau kalau perlu lo kabur aja. Jangan sekali-kali lo ngedeketin gue, selagi gue ngehajar mereka-mereka. Paham?"

Karena situasi yang cukup mendesak, Anjani terpaksa mengangguk mengerti. Lalu membiarkan Devan berbalik badan mendekati Andrew saat ini. Dalam pikirannya, tak ada yang ia khawatirkan selain Devan saat ini.

"Mau lo apalagi?"

Sebelum menjawab pertanyaan Devan itu, Andrew sempat melirik ke arah Anjani––yang saat ini terlihat mulai ketakutan dengan kedatangan mereka-mereka ini.

"Ngerebut cewek lo kayanya asik deh."

Bugh!

*****

Kalau gak meresahkan bukan anggota Black Moon namanya hehe

Sifat Devan yang sekarang ini lagi terinspirasi dari lagu barunya Jungkook 'Seven' mencintai secara ugal-ugalan. Berapa kali pun Anjani nolak, Devan malah semakin semangat buat ngejar wk

Btw jangan lupa streaming MV-nya ya!!

Lanjut chapter 24? Spam next di sini dan jangan lupa vote sebanyak-banyaknya!!

Chapter sebelumnya nembus 100 vote, chapter ini bisa dong juga:)

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

763K 27.8K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
[BL] Become Antagonis Twins Par che

Roman pour Adolescents

351K 42.6K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
2.9M 167K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...