EVANDER || BTS

By poppyopi

166K 9.9K 6K

[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Evander, sebuah nama geng motor yang sangat terkenal di ibu kota. Kumpulan anak re... More

INTRODUCTION
PROLOG
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

21

3.3K 303 235
By poppyopi

Keributan yang terjadi atas ulah Arga dan Devan di toilet perempuan itu menyebar luas ke seluruh murid SMA Gama. Beberapa dari mereka berlari penasaran menuju ruang BK sekedar menguping pembicaraan di dalam sana. Padahal ini sudah jam pulang, namun mereka seakan enggan untuk meninggalkan sekolah ini––lebih memilih menetap di sekolah untuk mencari tahu kronologi dari keributan kali ini––ditambah lagi ada Anjani yang ikut terseret.

"Kenapa kalian berdua berada di toilet perempuan? Dan parahnya, berantem di sana?" Ibu Dona––selaku guru BK itulah yang bertanya. Netranya menatap tajam Devan dan Arga bergantian.

Arga yang mendengar itu lantas angkat bicara, setelah menyeka darah yang ada di hidungnya. Pukulan kencang milik Devan benar-benar menimbulkan memar yang parah di wajah lelaki itu. "Devan yang duluan Bu! Dia pukul saya tanpa alasan!"

"Bangsat! Lo gak sadar, apa yang lo lakuin sama Anjani barusan?!" Devan bangkit berdiri. Kepalan tangannya nyaris saja mendarat kembali di wajah Arga jika saja salah satu guru laki-laki tidak menahan Devan untuk duduk kembali.

"Devan! Tahan emosi kamu! Kalian Ibu bawa ke sini untuk menyelesaikan masalah kalian, bukan kembali ribut seperti itu!"

Devan diam. Mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Jujur, untuk mengontrol emosinya sendiri, kadang Devan tidak bisa. Jiwanya masih memberontak, ingin sekali menghajar habis-habisan Arga sekarang ketika mengingat kembali perbuatan lelaki itu pada Anjani.

"Anjani, bisa kamu jelaskan kenapa mereka bisa berantem seperti itu? Kamu melihat kejadiannya kan?" Ibu Dona berpaling menatap Anjani––yang sejak tadi menunduk dalam seolah enggan untuk bicara.

Menunggu cukup lama hingga akhirnya Anjani angkat suara, dengan kepalanya yang masih menunduk. "Arga..., dia ngikutin saya ke toilet itu, dan dia..., juga hampir melecehkan saya."

"Heh lo jangan asal bicara ya! Buktinya mana?!" Dengan tampang yang tak bersalah lelaki itu bangkit berdiri, menatap tajam Anjani saat ini––seakan sekarang ia difitnah yang tidak-tidak oleh gadis itu.

Devan terkekeh, merasa lucu dengan perkataan omong kosong Arga itu. "Lo itu seperti berlindung di balik sehelai daun. Seolah menjadi korban, padahal jelas-jelas lo pelakunya!"

Mencoba untuk tidak terpancing emosi, Devan berbicara dengan nada yang cukup tenang. Lalu menoleh ke arah Bu Dona untuk berniat menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi. "Saya di toilet itu menjadi saksi, bahwa Arga ingin melakukan hal yang tidak-tidak kepada Anjani. Karena itulah, alasan saya memukul Arga."

Mendengar itu, Bu Dona nyaris percaya. Namun dengan cepat pula Arga menyangkal. "Ibu gak bisa langsung percaya aja sama omongan Devan itu kalau gak ada bukti. Saya berada di toilet perempuan itu karena salah masuk, kebetulan di sana ada Anjani juga. Saya sebenarnya ingin bertanya pada Anjani dimana toilet laki-laki, mengingat saat ini saya masih murid baru. Tapi Anjani, malah salah sangka, beranggapan kalau saya tengah melecehkan dia."

Anjani lantas angkat pandang dengar pernyataan Arga barusan. Astaga, lelaki itu ternyata pembohong yang handal. Arga cukup pintar memutar balikan fakta. Sekarang posisinya malah Bu Dona yang bingung ingin percaya kepada siapa, di saat mereka bertiga tidak memiliki bukti yang kuat.

Brak!

Mereka semua sontak menoleh pada sosok perempuan yang dengan lancang masuk ke dalam ruang BK ini. Anjani mengernyit, sebab cukup terkejut dengan kedatangan Hana. Sementara gadis itu mencoba memberanikan diri untuk berkata, "Maaf, saya masuk dengan lancang. Tapi saya di sini membawakan bukti, kalau kak Arga memang mau melecehkan kak Anjani di toilet itu."

Mendadak Arga terdiam sesaat, merasa was-was dengan kedatangan Hana yang membawa bukti yang dimaksud. Sedang gadis itu sudah berjalan mendekati, mengeluarkan ponselnya lalu meletakkannya begitu saja di atas meja.

"Saya merekam kejadiannya. Saat kejadian itu, saya ada disalah satu bilik toilet. Silakan Ibu denger sendiri rekaman suaranya."

Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mendengarkan dengan saksama rekam suara dari ponsel milik Hana itu. Semua terdengar jelas. Dan Arga memang terbukti ingin melecehkan Anjani. Arga benar-benar merasa kalah, tangannya terkepal kuat, bersama dengan netranya yang menatap tajam Hana saat ini.

Cukup terkejut Bu Dona mendengar. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, wanita itu berkata, "Arga, panggil orang tua kamu besok pagi ke sekolah, Ibu mau berbicara dengan mereka. Juga orang tua Anjani."

***

Ketika keluar dari ruang BK, semua pasang mata menyorot Anjani sekarang. Seakan artis yang tengah dikejar wartawan, seperti itulah Anjani saat ini. Beribu pertanyaan sudah terlontar begitu saja, namun Anjani enggan untuk berbicara. Beruntung ada ketiga temannya yang sudah menarik gadis itu untuk keluar dari kerumunan tersebut.

"Anjani, lo gak sempat diapa-apain kan sama Arga itu?" tanya Alesya, sembari menyerahkan botol mineral pada Anjani. Saat ini mereka berempat berada di kantin, satu-satunya tempat yang sudah cukup sepi lantaran sudah jam pulang.

Merasa cukup tenang setelah sempat meminum air mineral pemberian Alesya barusan, baru Anjani perlahan angkat suara, "Gue baik-baik aja. Arga gak sempat macem-macem sama gue. Cuman, gue takut aja..."

Mendengar itu, Gea yang duduk di samping Anjani lekas menarik gadis itu untuk di peluknya sesaat. "Lo tenang aja, si Arga pasti bakal dikeluarin dari sekolah ini kok. Jadi gak ada lagi yang gangguin lo di sekolah ini."

"Semoga..."

"Kalau sampai Arga gak dikeluarkan dari sekolah ini, gue bakal nuntut sekolah ini sih! Jelas-jelas Arga udah melakukan tindakan pelecehan! Gak bisa dibiarin!" Nada suara Alesya meninggi, benar-benar marah besar kepada Arga itu. Dari awal memang ia tidak suka dengan lelaki itu.

"Gue juga bakal panggil Om gue yang polisi itu buat nuntut sekolah ini kalau Arga gak dikeluarkan dari sekolah ini," ujar Amanda ikutan––mengingat temannya sudah dalam bahaya.

Anjani tersenyum tipis, merasa mulai aman akan kehadiran ketiga temannya ini. Sempat hening dari mereka, sebab membiarkan Anjani tenang lebih dulu. Hingga berselang beberapa menit, seseorang datang mengejutkan mereka berempat.

"Ayo pulang."

Nada suaranya terkesan dingin, raut wajahnya terlihat tanpa eskpresi. Tanpa perlu dipertanyakan lagi, orang tersebut tentu saja Devan. Yang kini datang tanpa permisi menarik pelan tangan Anjani untuk ikut dengannya.

Belum sempat menolak, tangan Anjani sudah ditarik paksa untuk ikut melangkah. Terkesan tak sabaran, tapi memang begitulah sifat Devan. Membuat Alesya, Gea, dan Amanda tercengang sesaat.

"Itu serius Devan? Dia ngajak Anjani pulang bareng gitu?" tanya Alesya masih tidak percaya.

"Makin hari, Devan makin deket aja sama Anjani, ya gak sih?" Opini Gea terlontar, membuat Alesya mengangguk pelan. Sementara Amanda terdiam sesaat, menatap dua insan yang tengah dibicarakan ini.

"Bahaya gak sih kalau Anjani terus deket sama Devan? Musuhnya Devan pasti makin ngincar Anjani."

***

"Lepasin!" Anjani menghempaskan tangannya agar Devan melepaskan pegangan erat di lengannya itu.

Lalu, dengan raut wajah kesal yang masih sama, Anjani kembali berbicara, "Lo apa-apaan sih, hah? Lo tuh bener-bener gak jelas tau gak! Lo ngapain tadi ngakuin gue cewek lo di depan Arga?"

"Biar dia berhenti gangguin lo," jawab Devan seadanya.

Anjani tercengang, benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Devan itu. "Gue masih gak ngerti sama jalan pikiran lo. Kemarin lo bilang gak mau direpotin sama gue, dan lo juga bilang jangan hubungin lo kalau gue diganggu sama anggota Black Moon, Arga itu anggota Black Moon kan? Sekarang, gue digangguin lagi, dan lo datang lagi buat bantuin. Bahkan ngakuin kalau gue cewek lo. Sifat lo yang begini bikin gue bingung, sebenarnya lo tulus gak sih nolongin gue? Terus nanti besok-besok, lo bakal ngakuin gue apalagi kalau anggota Black Moon gangguin gue? Musuh kali ya?"

Kini malah Devan yang dibuat bingung oleh perkataan Anjani barusan. Ia seakan mempermainkan setiap katanya. Seperti tidak teguh dalam pendiriannya.

"Maaf."

"Hah?"

"Anggota Black Moon gangguin lo karena gue. Dan karena itu, gue mau ngelindungin lo dari mereka. Dengan lo jadi cewek gue, lo mungkin lebih aman."

Mendengar itu, Anjani sontak menggeleng cepat. "Gue gak mau! Gue gak mau berurusan sama lo atau anggota Black Moon. Gue mau hidup tenang, gue capek tiap hari selalu ada gangguan dimana-mana! Lo ngerti kan maksud gue?"

"Iya karena itu gue di sini buat ngelindungin lo. Gue pastikan, lo bakal aman, mereka-mereka gak akan berani lagi ngedeketin atau gangguin lo."

Anjani menunduk mendengarkan. Tanpa disangka pula, ia tengah menyembunyikan tangisnya. Anjani masih trauma dengan kejadian yang dialaminya barusan. Tentang anggota Black Moon yang begitu gencar mengganggu hidupnya sekarang.

"Gue takut, Dev..., kejadian barusan bakal terulang lagi, atau mungkin bisa lebih parah lagi."

Devan sempat terdiam sesaat. Merasa amat bersalah dengan apa yang dialami Anjani sekarang, dan itu karena dirinya.

Entah dorongan darimana, tangan Devan dengan lancang menarik tubuh Anjani untuk masuk ke dalam dekapannya. Menenangkannya, yang membuat Anjani mendadak hanyut merasakan elusan lembut dari lelaki itu.

"Gue janji, kejadian tadi gak bakal terulang lagi."

***

"Dengan terpaksa, kami pihak sekolah mengeluarkan Arga karena terbukti ingin melakukan tindakan pelecehan terhadap Anjani. Maaf saja, kami tidak bisa mempertahankan siswa yang seperti itu. Keamanan dan kenyamanan siswa-siswi di sekolah ini menjadi prioritas bagi kami," ucap kepala sekolah dengan tegas. Pria itu menarik senyum tipis kepada Mama dari Arga saat ini.

Bukannya merasa bersalah juga malu atas kelakuan anaknya itu, wanita setengah baya dengan setelan baju formal itu hanya menanggapi anggukan pelan saja. Ia sempat menatap Anjani juga Mama dari gadis itu yang sekarang duduk bersebelahan––ada senyum meremehkan yang ia tunjukkan. Anjani yang melihat hanya bisa terdiam. Anjani tahu, bahwa orang di depannya ini cukup penting di sekolahnya ini sebelumnya.

"Saya rasa pembicaraan kita sudah selesai, bukan? Kalau begitu, saya bersama anak saya pamit untuk pulang, karena tidak ada hal yang penting lagi untuk kami berdua berlama-lama di sini." Wanita itu bangkit berdiri. Tampangnya yang angkuh itu sudah jelas membuktikan betapa berkuasanya orang itu ketika menggunakan uangnya untuk menutupi rasa malunya.

Melihat Mamanya yang bersiap untuk pergi dari tempat ini, Arga lantas ikut berdiri. Tak ada sebait kata pun dari mulutnya terucap meminta maaf kepada Anjani sekarang. Malah lelaki itu seolah santai saja ketika tahu bahwa hari ini adalah hari terakhir ia berada di sekolah ini.

"Ohya satu lagi, terimakasih sebelumnya sudah sempat menerima anak saya bersekolah di sini. Kedepannya saya akan mendidik anak saya untuk tidak seperti ini lagi, di sekolah yang jauh lebih bagus dari sekolah ini."

Setelah mengatakan itu, wanita itu beserta anaknya benar-benar melangkah pergi dari tempat itu. Anjani yang melihat sempat tercengang luar biasa. Begitukah orang-orang yang punya kuasa? Kata maaf seolah tidak ada dalam kamusnya.

Masalah sudah selesai. Anjani bersama Mamanya juga ikut keluar dari ruang kepala sekolah itu. Kini keduanya juga sudah melangkah di koridor, Anjani berniat mengantarkan Mamanya ke depan gerbang––wanita itu ke sekolah anaknya sendirian, juga dengan cara diam-diam agar suaminya tidak tahu. Mengenai masalah di sekolah Anjani, suaminya cukup sensitif menanggapi, sebab itulah cukup dirinya saja yang turun tangan untuk menyelesaikan.

"Ma, janji jangan kasih tau Papa soal hari ini ya?" pinta Anjani yang cepat diangguki oleh Mamanya itu.

"Iya sayang. Kamu juga, kalau ada masalah di sekolah, jangan pernah segan buat cerita ke Mama, ya?" Wanita itu mengelus rambut putrinya lembut. Dalam lubuk hatinya, ia khawatir. Takut, kejadian yang ditimpa putrinya itu terulang lagi.

Anjani menarik senyum hangat. Memang Anjani cukup tertutup mengenai semua masalahnya pada Mamanya ini. Anjani hanya tidak ingin membebani Mamanya tentang masalah miliknya.

"Mama pulang dulu ya?"

Sebuah taksi berhenti tepat di depan mereka. Anjani mengangguk cepat sambil berkata, "Hati-hati Ma!"

Kini langkah Anjani kembali memasukkan area sekolahnya. Dikarenakan sekarang jam istirahat, koridor cukup ramai, membuat pasang mata milik mereka mendadak terfokus pada Anjani kali ini. Ya, berita mengenai Arga yang dikeluarkan dari sekolah, juga tentang Anjani yang hampir dilecehkan Arga sudah menyebar luar di sekolahnya itu. Banyak gosip yang bertebaran karena berita itu. Dan parahnya, banyak dari mereka justru marah atas dikeluarkannya Arga sekarang, yang disebabkan oleh Anjani.

"Heh anak baru!"

Refleks Anjani menoleh ke belakang, seolah yakin jika panggilan itu terlontar untuknya. Dan benar saja, Ziva lah yang memanggil––yang kini sudah berjalan mendekati Anjani, bersama dua temannya itu.

"Gue denger-denger, katanya Arga dikeluarkan dari sekolah ini karena lo. Hebat banget lo, padahal lo juga masih anak baru di sekolah ini, tapi udah bisa ngehasut kepala sekolah buat Arga dikeluarkan." Ucapan Ziva itu menimbulkan bisik-bisik dari beberapa orang yang kini sedang mendengarkan, seolah menyetujui apa yang diucapkan Ziva kali ini.

"Gue juga denger, kalau lo mau dilecehkan sama Arga. Gak salah? Lo lagi gak memutar balikan fakta kan? Kalau sebenarnya, lo yang duluan ngerayu Arga." Ziva menyeringai, membuat Anjani melotot sempurna. Dengan cepat ia menyangkal.

"Lo jangan asal bicara! Gue gak serendahan itu buat ngerayu Arga––"

"Tapi, waktu Arga pertama kali masuk di sekolah ini, lo orang pertama yang dia kenal. Apa jangan-jangan kalian berdua itu punya hubungan? Dan apa yang terjadi di toilet itu, kalian sebenarnya sama-sama mau?" Ziva benar-benar manusia yang pintar menghasut orang-orang. Terbukti sekarang, dari beberapa yang masih ada di tempat kini mengangguk menyetujuinya. Lalu menatap sinis Anjani saat ini. Seolah Anjani lah satu-satunya gadis murahan di mata mereka.

"Udah selesai sama omong kosong lo itu?"

Mereka semua sontak terkejut, dengan kedatangan Devan yang cukup tiba-tiba ini––berjalan mendekati Anjani juga Ziva saat ini. Lalu kembali angkat bicara, sembari menatap Ziva tanpa eskpresi. "Sekarang giliran gue putarin satu rekaman suara, dimana itu adalah bukti bahwa Arga mau melecehkan Anjani."

Ya, rekaman suara milik Hana kemarin itulah yang sekarang Devan putar, beruntung ia sempat memintanya pada gadis itu. Semua mendadak bungkam, juga merasa bersalah sudah menuduh Anjani yang tidak-tidak.

"Sudah jelas?"

Semua tidak ada yang berani angkat bicara, membuat Devan menatap satu persatu mereka-mereka dengan senyum tipisnya. "Berhenti beropini yang nggak-nggak selagi kalian gak punya bukti, dan jangan mudah percaya sama omong kosong orang lain."

Sembari berkata seperti itu, Devan sekilas melirik Ziva--seolah perkataannya itu memang ditunjukkan kepada gadis di depannya ini. "Dan satu lagi, tentang Anjani dan Arga yang kata Ziva punya hubungan itu, itu nggak benar. Dia cuman ngarang cerita. Yang bener itu, Anjani, cewek gue!"

"Hah?"

"Ini serius? Omg! Anjani sama Devan pacaran?"

"Gila! Gue masih gak percaya."

Pengakuan dari Devan itu membuat mereka sontak berbisik heboh. Terlebih lagi pada Ziva yang notabene menyukai Devan sejak lama––ia menggeleng pelan, beranggapan Devan hanya bohong kali ini.

"Lo bohong, Dev! Nggak mungkin––"

"Gue lagi gak bercanda. Jadi untuk kalian semua, berhenti untuk mengusik Anjani lagi, kalau kalian gak mau berurusan sama gue. Terlebih lo, Ziva."

Setelah mengatakan itu, Devan lantas meraih lengan Anjani untuk ikut dengannya pergi dari tempat itu. Meninggalkan mereka semua yang masih tenggelam pada ketidakpercayaan, mengenai Devan yang mengungkapkan bahwa Anjani kekasihnya.

Seorang Devan, yang terkenal anti dideketin cewek, sekarang justru menghebohkan satu sekolah karena hubungannya yang amat tiba-tiba dengan Anjani––murid baru di sekolah mereka.

"Awas aja lo, Anjani, gue pastikan lo gak akan betah di sekolah ini, karena sudah berani merebut Devan dari gue!"

*****

Bye-bye Arga. Dan terimakasih kepada Hana yang sudah membantu dengan membawa bukti rekaman suaranya hihi

Ciee yang udah resmi nihh, tapi Anjani masih dalam mode nolak, gatau kedepannya gimana wk

Dimohon yang komen tapi gak vote itu tolong bgt kesadarannya, bagi aku vote itu penting bgt. Itu bisa bikin aku tambah semangat buat next (╥﹏╥)

Lanjut chapter 22? Spam next di sini, dan jangan lupa vote! Nanti kalau udah rame baru aku up lagi^^

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 122K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
798K 42.3K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
5.5M 374K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...