EVANDER || BTS

By poppyopi

167K 9.9K 6K

[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Evander, sebuah nama geng motor yang sangat terkenal di ibu kota. Kumpulan anak re... More

INTRODUCTION
PROLOG
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

01

8.8K 421 112
By poppyopi

Satu tahun kemudian...

Sunyinya malam dipecahkan oleh suara motor yang melaju bersamaan, melintasi jalan raya yang sudah sepi. Ini bukan semata-mata para pengendara yang berlalu lintas di jalan raya, melainkan para anak muda yang berbalap liar di jalan sepi yang selalu menjadi tempat balapan mereka. Motor sport hitam memimpin lebih dulu, tangan kekar mengepal kuat handgrip gas motor––mengakibatkan motor tersebut semakin laju di depan. Sedikit lagi menuju garis finish, orang-orang yang menonton semakin bersorak heboh.

"DEVAN!! DEVAN!!"

Ciittt!!!

Motor tersebut berhenti setelah seorang perempuan mengibarkan bendera balap. Tepuk tangan meriah terdengar jelas––membanggakan pemuda yang satu itu. Sedang masih di atas motor sport-nya, lelaki yang disoraki namanya Devan itu lantas melepaskan helmnya, sedikit memutar badan melihat lawannya menatap tajam ke arahnya. Ada kekehan kecil seakan meremehkan.

"Emang takdirnya gak bisa dilawan ketua kita ini. Keren deh pokoknya!!" Salah satu temannya menghampiri, memberi tos sebagai rasa bangga pada sang ketuanya ini.

Ada senyum smirk dari lelaki itu. Kakinya langsung berpijak di atas aspal, melangkah untuk menghampiri lawannya yang kalah itu. Wajahnya yang datar membuat siapa saja lekas mundur sejenak memberikan jalan pada sang pemenang kali ini. Tepat dihadapan lawannya, lelaki itu baru berbicara, "Jangan lagi ngajakin gue balapan kalau ujung-ujungnya lo tetap kalah juga!"

Tidak ada hal yang penting lagi membuat lelaki itu lantas berlalu meninggalkan. Membiarkan sang lawan semakin terlihat rendah dipandangnya. Para teman-temannya yang masih tertinggal, satu persatu mulai bubar, ikut sang ketua untuk pergi dari tempat tersebut.

Salah satu di antara mereka masih diam di tempat, tangan kanannya menengadah. Dengan berkata, "Seratus jutanya mana? Sesuai janji lo."

Sempat mendesis, namun tetap memberikan amplop coklat yang berisikan uang seratus juta seperti janjinya jika lelaki itu kalah balapan dengan Devan. Senyum sumringah semakin mengembang, teman Devan yang satu itu sempat menepuk lengan lelaki dihadapannya ini, seraya berucap, "Saran gue mending gak usah lagi ngajakin Devan balapan, lo kalah mulu sih, bikin malu, haha."

"Bangsat! Enyah lo dari hadapan gue, sebelum gue tonjok muka sialan lo!"

Panggil saja Dafa––teman Devan yang paling suka memancing kesabaran ketua Black Moon––orang yang selalu kalah jika balapan dengan Devan, juga musuh bebuyutan Evander. Tak ingin membuang waktu di tempat itu, Dafa bersama uang digengamannya itu undur diri dengan tawa yang masih menggelegar. Sempat mengedipkan mata sebelum benar-benar pergi dari tempat area.

"Pulang-pulang jangan nangis lo!"

Lelaki itu berlenggang pergi, meninggalkan para anggota Black Moon yang mencoba menenangkan diri agar tidak lepas kendali untuk menghajar habis-habisan manusia yang satu itu. Sedang sang ketua mengangguk tersenyum, seakan tidak ada rasa malunya selalu kalah jika balapan dengan Devan.

"Kadang ada saatnya, berbahagia dahulu, baru bersedih-sedih kemudian."

***

Jakarta––ah, kota terpadat yang kerap dijumpai dengan kemacetan jalan. Pagi yang cerah seperti ini salah satu mobil dari Jogja harus terhenti dipertengahan jalan. Ada decakan kesal karena harus menunggu bermenit-menit. Di penumpang belakang, netra cantik milik seorang gadis berkulit putih bersih itu menoleh ke arah jendela mobil. Ia termenung mendengarkan bisingnya klakson mobil juga motor yang sama-sama ego ingin keluar dari kemacetan ini.

"Ternyata Jakarta nggak seindah yang aku bayangkan," ujar gadis itu. Ia kembali menyandarkan punggungnya, mengambil ponselnya untuk memutar lagu-lagu favoritnya dengan earphone-nya. Namun sebelum itu, sang Papa yang menyetir di depan menyita aktivitasnya barusan.

"Jakarta itu luas, kamu jangan sampai salah pergaulan. Tujuan kita kemari bukan ingin mencari suasana baru, dengan happy-happy mencari pengalaman menyenangkan di sini. Kamu tetap dengan sekolah baru kamu di sini nanti. Tetap tingkatkan nilai kamu, juga perbatasi pertemanan kamu."

Gadis itu terlampau jenuh mendengar pembicaraan Papanya yang tak pernah jauh-jauh dari nilai-nilainya. Sedang sang Papa melirik lewat kaca mobil, melihat putrinya seolah tak acuh akan petuahnya barusan. "Kamu mendengarkan, Anjani?"

"Iya Pa, Anjani denger." Earphone yang sempat terpasang lantas ia lepas begitu saja. Mendadak ia tidak mood untuk sekedar mendengarkan lagu, ia ingin cepat-cepat sampai ke rumah barunya untuk berkurung diri di kamar seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya mobil mereka keluar dari kemacetan itu. Ada rasa kantuk yang sengaja ditahan. Gadis itu merasa bosan jika berlama-lama dalam satu mobil bersama sang Papa. Masih dengan kepala yang menoleh ke arah jendela, tiba-tiba beberapa pengendara motor melaju, menyelip mobil mereka yang mengakibatkan sang Papa terkejut sesaat.

"Bisa-bisanya jam segini masih ada pelajar yang berkeliaran di jalan. Pasti mereka anak-anak nakal yang hobinya membolos," cibir Papa. Melihat yang menyelip mobilnya barusan masih anak sekolahan dengan pakaian putih abu-abu.

Anjani penasaran, melihat dengan fokus remaja SMA sepertinya yang sudah melaju jauh di depan mobilnya. Tidak ada respon apapun darinya, terlebih lagi ketika Papa kembali bersuara. "Jika di sekolah baru kamu nanti ada anak-anak berandalan seperti itu, jauhi! Jangan sampai kamu bergaul dengan mereka."

Anjani memutar bola mata malas. Selalu saja, apapun yang menjadi opini Papa akan dilibatkan kepadanya. Apa Papanya itu tidak pernah sadar, bahwa dirinya ini sudah besar. Tentu tanpa perlu diberitahu sekeras itu pun Anjani paham jika hal-hal cenderung menjerumuskannya pasti akan ia hindari sejauh-jauhnya. Setiap detik, setiap saat, setiap hari, rasanya kepala Anjani penuh akan peringatan dan penuturan milik Papa. Rasanya ingin meledak karena terlalu pusing mendengar.

"Ah ya, Papa lupa kasih tahu, Papa sudah dapet guru les privat baru buat kamu. Malam ini kamu mulai belajar lagi."

Ada lototan mata tidak percaya dari Anjani mendengar. Cepat ia berkata, "Pa, kita baru sampai loh di Jakarta, aku mau istirahat dulu malam ini. Lagipula, aku juga belum masuk ke sekolah baru aku."

"Nggak ada salahnya belajar lebih dulu. Lagipula juga kamu cuman santai-santai aja kan di kamar, mending mengisi waktu kosong itu kamu pakai dengan belajar."

Ini yang Anjani tidak suka. Papa selalu seenaknya dengan dirinya. Bahkan Mamanya pun tidak bisa berkutik jika kemauan Papa sudah bulat. Papa selalu berkata, "Apa yang Papa lakukan itu demi kebaikan kamu."

Bohong. Kalimat itu hanya perantara dari tingginya ego Papa memamerkan dirinya jika sewaktu-waktu untuk dibanggakan pada banyak orang. Anjani memang anak yang pintar, saya selalu bangga padanya.

Sayangnya, Anjani tidak pernah bangga pada dirinya. Apa yang ia lakukan dari dulu-dulu bukanlah gerakan hatinya, melainkan digerakkan oleh Papanya. Bagaikan boneka dan pemiliknya.

*****

Spesial solo Jisoo yang sudah rilis hari ini, aku double update!! Btw aku mau jujur, jichuu cantik bgttt ( ꈍᴗꈍ) Kalian semua harus nonton pokoknya!!

Vote dulu chapter ini, baru lanjut chapter satunya!

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 58.4K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
5.1M 379K 53
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.5M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.6M 375K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...