Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya!
•
•
•
🍂 Happy Readings 🍂
Pukul 20.00 WIB seperti ini biasanya Arqan sudah tiba di rumah, meski sering terjebak macet tapi tidak pernah seterlambat ini. Berulang kali Ayna mendesah pelan, menunggu dengan cemas sang suami yang belum saja tiba. Ditangannya, terdapat sebuah kotak persegi panjang berisi hasil jika ia dinyatakan positif hamil. Perempuan itu ingin memberikan kejutan untuk sang suami lewat kotak itu.
"Mas Arqan masih di mana sih?" Netranya berkali-kali melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 20.05 WIB, itu artinya Arqan telah terlambat sekitar 2 jam lebih. Karena biasanya, pria itu tiba di rumah di pukul 18.00 WIB.
"Aku nggak sabar buat kasih kabar ini." Ayna menunduk, dia mengusap-usap perutnya yang masih rata. "Aku pengen banget liat ekspresi mas Arqan pas tau aku sekarang lagi hamil."
Baru saja sedetik ia berucap demikian, perutnya tiba-tiba terasa mual. Ayna refleks menutup mulutnya dengan tangan lalu menaruh kotak tersebut di nakas.
"Huwekk." Rasa mual itu semakin menjadi, perempuan itu pun berlari kecil menuju kamar mandi untuk menuntaskannya.
Disisi lain, Arqan baru saja tiba di rumah. Merasa sudah terlambat, pria itu pun berlari kecil masuk ke dalam rumahnya. Arqan yakin pasti sekarang Aynanya sedang menunggu dirinya dengan cemas, terlebih Arqan tak sama sekali mengabarkan keterlambatannya karena ponselnya kehabisan daya.
"Sayang!" Arqan mendorong pintu kamar, dahinya mengernyit saat tak menemukan Ayna di dalam. Semakin kakinya masuk ke dalam, indera pendengarannya mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Lantas, Arqan tersenyum. Aynanya pasti sedang berada di dalam sana.
Sambil menunggu Ayna keluar dari kamar mandi, Arqan bergerak untuk mengganti pakaiannya. Namun sebelum itu, netranya justru terpaku pada sesuatu yang menarik perhatiannya sejak masuk ke dalam kamar. Sebuah kotak cantik berbentuk persegi panjang di atas nakas.
"Untuk mas Arqan?" Dahi Arqan mengernyit heran saat kotak tersebut ditujukan untuknya, dia angkat kotak tersebut sejajar dengan wajahnya. "Isinya apaan? Ini dari Ayna?" tanyanya.
Baru saja tangannya ingin membuka tutup kotak itu, sebuah suara membuatnya mengalihkan pandang.
"Mas Arqan? Baru pulang?" tanya Ayna.
"Iya, maaf ya. Tadi aku abis dari bengkel, ganti aki mobil." Arqan tersenyum, lantas lelaki itu melupakan kotak di tangannya dan menaruhnya kembali di atas nakas. Sambil berderap menuju Ayna, Arqan merentangkan kedua tangannya ke depan, menyuruh untuk Ayna datang pada tubuhnya.
Melihat itu, Ayna pun tersenyum dan langsung menerjang tubuh Arqan, melingkarkan tangan pada punggung tegap itu.
"Kenapa, hm?" tanya Arqan saat mendapati wajah Ayna yang sedikit pucat, saat Ayna barusan bertanya dia melihat wajah Ayna yang sedikit pucat entah karena apa.
Ayna bergerak melepaskan pelukan itu, perempuan itu lantas berderap mengambil kotak di atas nakas yang tadi sempat Arqan pegang.
"Aku punya kejutan buat kamu, ini!" Ayna mengulurkan kotak tersebut pada Arqan.
"Aku tadi sempat mau buka, emang isinya apaan?" tanya Arqan, penasaran.
"Buka aja!"
Sebelum membukanya, Arqan menatap wajah Ayna yang nampak berseri meski sedang sedikit pucat. Senyuman perempuan itu nampak mengembang manis sehingga membuat kedua kelopak matanya terlihat menyipit.
"Ayo buka, Mas!" kata Ayna, tak sabar.
Tangan Arqan mulai membuka kotak itu dan menemukan sebuah alat tes kehamilan di sana. Arqan kembali menatap Ayna yang kini memiringkan kepalanya ke kiri sambil masih tersenyum.
"Positif?" tanya Arqan. "Kamu hamil, Sayang?" tanyanya lebih jelas.
Ayna mengangguk tegas, lantas kembali menerjang tubuh Arqan, memeluk tubuh suaminya itu.
"Iya, Mas. Aku hamil, kita bakal jadi orang tua." Mendengar itu, Arqan balas memeluk tubuh Ayna. Memejamkan matanya, mengucap rasa syukur di dalam hati.
"Masyaa Allah, alhamdulillah." Arqan berucap sambil melepaskan pelukannya, lantas lelaki itu menangkup kedua pipi Ayna. Terlihat gurat bahagia di wajah cantik itu. "Kenapa baru bilang sekarang, hm?" tanya Arqan.
"Aku juga baru tau, Mas. Tadi siang aku baru cek pas kebetulan aku lagi pusing."
"Besok kita checkup ke Dokter kandungan, aku pengen tau udah berapa lama dia ini berada di perut Uminya." Tangan Arqan terangkat mengusap perut Ayna yang masih rata.
"Mas?" Ayna menatap Arqan dengan bibir terlipat ke dalam.
"Hm?" Arqan hanya menjawabnya dengan deheman.
"Aku tiba-tiba kepengen sesuatu." Ayna menunduk sambil memainkan jari jemarinya.
"Kamu ngidam? Ngidam apa, Sayang?" tanya Arqan.
"Aku pengen sate ayam tapi nggak ditusuk."
"Hah?!" Dahi Arqan mengerut heran. "Sate ayam tapi nggak ditusuk? Gimana konsepnya?"
"Ya pokoknya gimana aja terserah, aku pengen sate ayam tapi nggak ditusuk."
"Yaudah beli ayam bakar aja, kan sama-sama dibakar."
"Ihh, Mas. Ini maunya dede loh, pokoknya sekarang kita pergi ke warung sate!"
"Yaudah iya, hayu."
30 Menit kemudian
Saat ini Arqan dan Ayna sudah berada di warung sate Mang Asep, warung sate yang setiap harinya selalu ramai. Ayna sudah duduk dengan lesehan di atas karpet, menunggu pesanannya tiba.
"Mas, gimana? Mang Asep mau kan bikininnya?" tanya Ayna.
Arqan mengangguk tapi tak urung juga dia meringis pelan saat mengingat kebingungan mang Asep saat Arqan memesan sate ayam tapi tidak ditusuk.
"Gimana ekspresi mang Asep, Mas?" Ayna terkikik geli sendiri mengingat pesanannya yang memang aneh.
"Bukan cuma mang Asep yang bingung tapi aku juga bingung, Sayang. Jadi aku cuma minta mang Asep bikin daging ayamnya dipotong-potong kaya disate tapi nggak ditusuk." Ayna mengangguk saja sebagai respon, memang seperti itu keinginannya. Sate ayam tapi tidak ditusuk.
Beberapa saat kemudian, mang Asep dan satu pelayannya datang menghampiri tempat duduk Ayna membawa pesanan yang sudah cukup lama Ayna tunggu.
"Ini pesanannya Neng Ayna, sate ayam tanpa ditusuk," kata mang Asep diakhiri senyum kecil.
"Makasih ya Mang, maaf nih ngerepotin." Mang Asep mengangguk lalu pergi setelah menyimpan pesanan Ayna.
Sepeninggal mang Asep, Ayna pun menatap makanannya dengan mata berbinar. Tangannya mulai mencomot satu daging ayam yang dipotong-potong kecil itu dalam piring.
"Pake sendok, Sayang!" Arqan sedikit menegur Ayna.
"Maunya dede, Mas. Aku mau makan pake tangan!" Lagi dan lagi Ayna mengucapkan jika ini kemauan si cabang bayi.
"Oke, oke. Jangan lupa baca doa!" Ayna mengangguk.
Usai membaca doa dalam hati, Ayna pun memasukkan daging ayam ke mulutnya yang sedari tadi sudah membuatnya lapar.
Satu suapan dia begitu menikmatinya, mengunyah daging ayam itu sambil memejamkan mata.
"Hm, enak," gumam Ayna. Selanjutnya, ekor mata Ayna melirik sang suami yang begitu menikmati sate ayamnya, tentu ditusuk menggunakan tusuk sate.
Kedua alis Ayna mengerut, sepertinya yang dimakan oleh Arqan terlihat enak.
"Kenapa?" tanya Arqan dengan matanya yang menatap Ayna.
"Sate kamu kok kayanya enak, Mas?"
"Hm, iya dong." Arqan mengangguk.
Arqan melanjutkan memakan satenya dengan Ayna yang memperhatikannya, kedua bola mata perempuan itu membola, berulang kali ia membasahi bibirnya karena ingin makanan yang dimakan oleh Arqan. Padahal tadi saja dia menggebu-gebu ingin makan sate tanpa ditusuk, tapi kenapa sekarang malah ingin makan sate milik Arqan?
Arqan yang melihat itu tersenyum kecil, lantas saat sudah menghabiskan daging ayam di satu tusuk satenya dia pun memberikannya pada Ayna bermaksud menjahilinya.
"Aaa, dimakan dong!" kata Arqan dengan senyum tak luntur di wajah.
Namun Ayna justru merespon tangannya, dia menjilat tusuk sate yang kosong itu dengan mata berbinar seolah ia memang menikmati bumbu-bumbu yang sedikit tersisa di tusuk sate itu.
"Enak, Mas," ujar Ayna.
"Kok bisa ya tusuk sate bekas kamu enak begitu?" Ayna bertanya.
"Karena di situ ada bekas bibir aku."
•••
Gimana chapter ini?
Go follow akunku dulu gengs...
Follow juga Tiktok aku: @fiaafnh
Aku sering buat konten-konten menarik di sana, kalian bisa lihat dan bagikan.