EL JUGADOR

Hanraaa

2.9M 256K 50.3K

TELAH DIBUKUKAN "Ini perasaan gue yang pacarnya, kenapa berasa jadi selingkuhan dah?" -Obelia Andara (End) Pu... Еще

New Story
⚠️WARNING⚠️
Cast
00 : Prolog
01 : El Jugador
02 : El Jugador
03 : El Jugador
04 : El Jugador
05 : El Jugador
06 : El Jugador
07 : El Jugador
08 : El Jugador
09 : El Jugador
10 : El Jugador
11 : El Jugador
12 : El Jugador
13 : El Jugador
14 : El Jugador
15 : El Jugador
16 : El Jugador
17 : El Jugador
18 : El Jugador
19 : El Jugador
20 : El Jugador
21 : El Jugador
22 : El Jugador
23 : El Jugador
24 : El Jugador
25 : El Jugador
27 : El Jugador
28 : El Jugador
29 : El Jugador
30 : El Jugador
31 : El Jugador
32 : El Jugador
33 : El Jugador
34 : El Jugador
35 : El Jugador
36 : El Jugador
37 : El Jugador
38 : El Jugador
39 : El Jugador
40 : El Jugador
41 : El Jugador
42 : El Jugador
43 : El Jugador
44 : El Jugador
45 : El Jugador
46 : El Jugador
47 : El Jugador
48 El Jugador
49 El Jugador
50 El Jugador
51 : El Jugador
52 : El Jugador
53 : El Jugador
54 : El Jugador
55 : El Jugador
56 : El Jugador
57 : Epilog
Info Harga + Spoiler novel El Jugador
PO EL JUGADOR
43-44 : El Jugador (What If)
43-44 (2) : El Jugador (What If)
43-44 (3) : El Jugador (What If)
RAJA SPECIAL CHAPTER : 01
RAJA SPECIAL CHAPTER : 02
RAJA SPECIAL CHAPTER : 03

26 : El Jugador

42.1K 3.9K 430
Hanraaa




Happy Reading!!!




Doni benar-benar tidak habis pikir dengan anak lelakinya. Sadewa langsung sembuh di keesokan harinya setelah Obelia datang ke rumah. Padahal Doni sudah berniat membawa Sadewa ke rumah sakit karena Obelia bilang panasnya sangat tinggi.

Ditambah lagi Sadewa yang menjadi sering senyum-senyum sendiri akhir-akhir ini, kalau kata Doni seperti orang yang sedang kemasukan jin. Dari pada rumah sakit umum, sepertinya akan lebih baik jika Doni membawa anaknya ke rumah sakit jiwa.

Setelah hari itu, Obelia dan Sadewa tidak ada bertemu lagi karena sibuk dengan kuliah masing-masing. Ingin menelepon pun tidak bisa, karena ponsel Obelia masih ada pada Sadewa. Saking senangnya karena diterima kembali oleh Obelia, lelaki itu sampai lupa mengembalikan ponselnya.

Sudah dua hari Sadewa tidak berkomunikasi dengan gadis itu, tapi rasanya seperti berminggu-minggu. Mentok-mentok hanya berpas-pasan ketika di kampus, itupun jika Obelia pergi ke kantin. Jadi mereka hanya saling melirik singkat satu sama lain, sama seperti dulu.

Bedanya kali ini Sadewa yang meliriknya lebih dulu, dan setelahnya ia tersenyum tipis. Begitu samar, sampai tak ada satupun yang menyadarinya kecuali Obelia. Dan yang dilakukan Obelia adalah membuang pandangannya karena salah tingkah.

Sadewa sendiri belum membahas perihal hubungan backstreet mereka dengan Obelia. Jadi dia masih tidak berani jika tiba-tiba berkomunikasi dengan Obelia di depan umum. Untuk masalah itu, biar Obelia saja yang menentukan. Sadewa tidak ingin ada keterpaksaan di dalam hubungannya.

Sadewa dan Obelia sudah saling berjanji akan percaya satu sama lain, dengan syarat tidak ada satupun hal yang mereka sembunyikan. Jadi Sadewa tidak lagi membatasi pertemanan perempuan itu.

Sejujurnya sekarang Sadewa tak masalah jika memiliki teman pria, lagi pula setau Sadewa, Obelia memang lebih banyak memiliki teman laki-laki daripada perempuan. Mengingat Obelia juga merupakan anak motor yang didominasi oleh laki-laki.

Tapi jika itu Laksewara, entah kenapa Sadewa merasa tidak ikhlas. Apalagi saat ingat mimpi buruknya, Sadewa masih suka merasa cemburu dan kesal sendiri saat melihat Laksewara. Tapi ekspresi tidak sukanya ia sembunyikan. Karena sekarang mereka sudah berbaikan, ditambah lagi mereka satu geng. Tidak enak rasanya jika berperang dingin dengan teman sendiri.

Laksewara yang meminta maaf lebih dulu, lelaki itu mengaku merasa tidak enak karena sudah ikut campur masalah Sadewa. Dan Sadewa memaafkannya, mengingat ia juga sempat memukul Laksewara.

Sadewa yang masih mengenakan celana jeansnya itu meraih kaus polos berwarna hitam yang tergantung rapi di dalam lemari. Setelah memakainya, Sadewa melapisinya lagi dengan jaket kulit.

Lelaki itu ingin pergi ke rumah kekasihnya sebentar, mumpung hari ini Sadewa masuk siang. Dan seingat Sadewa, Obelia tidak ada kelas hari ini.

"Mau ke mana lu?" sergah Doni yang sedang asik berkutat di dapur. Menatap ke arah anak semata wayangnya yang menenteng helm sembari mengambil roti di atas meja.

Omomg-omong Doni sedang belajar memasak resep tumisan baru karena ia sedang tidak ada kerjaan. Sebenarnya Doni sudah ingin mencoba masakan itu dari lama, bahkan ia sudah mengunduh videonya. Hanya saja niatnya baru terkumpul sekarang. Sekarang ia sedang sibuk mengiris bahan-bahan.

"Mau ngapel."

Mendengar ucapan Sadewa, Doni langsung menatap ke arah jam dinding.

"Buset. Masih pagi Wa, anak orang masih tidur. Jangan diganggu. Kan bisa pulang kuliah lu ke sana."

"Nggak bisa Pah, udah kangen berat," ujar Sadewa dengan pipi menggembung karena mengunyah roti.

Doni hanya menggeleng dengan ekspresi wajah julid menanggapi ucapan Sadewa. Lelaki itu mendekat, kemudian menepuk punggung Doni sembari berucap, "makasih ya Pah," ucapnya sembari menyunggingkan senyuman kecil.

"Hmm. Dijagain yang bener. Kalau lu sakitin Obelia lagi, Papa tonjok muka lu Wa."

Tanpa diberitahu pun, Sadewa sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi. Dan Sadewa hanya tersenyum menanggapi ucapan ayahnya.



⭑*•̩̩͙⊱••••✩••••̩̩͙⊰•*⭑




Sudah sepuluh menit berlalu, tapi lelaki itu tak kunjung mengetuk pintu besar di depannya. Sadewa berdeham pelan dengan raut wajah sedikit gugup sembari mengetuk-ngetuk

Bagaimana jika Obelia menanyakan ada apa tiba-tiba Sadewa ke rumahnya. Bagaimana jika Obelia merasa terganggu karena Sadewa yang datang terlalu pagi?

Sibuk memikirkan yang tidak-tidak, tubuh Sadewa tersentak saat pintu di depannya tiba-tiba terbuka. Lantas lelaki itu langsung tersenyum lebar, namun raut wajahnya berubah menjadi kikuk karena mendapati ibu kekasihnya berdiri di ambang pintu.

"Sadewa?" Amira kebingungan melihat lelaki itu datang pagi-pagi ke rumahnya.

"Ih! Bener ini Sadewa kan? Kok berubah ya? Makin ganteng lho."

Amira agak pangling melihat Sadewa. Pasalnya terakhir kali bertemu dengan kekasih anak perempuannya itu sekitar dua bulan yang lalu. Seingat Amira saat itu sedang malam Minggu, dan Sadewa meminta izin padanya untuk membawa Obelia keluar.

Mendengar pujian Amira, Sadewa tersenyum malu, ia memiringkan kepalanya sembari menggaruk tengkuknya kikuk. Sadewa agak canggung dengan ibu Obelia karena mereka sangat jarang bertemu.

"Masuk masuk," ucap Amira mempersilahkan.

Akhirnya Sadewa masuk ke dalam rumah tersebut, membuntuti Amira yang berjalan lebih dulu.

"Maaf Tante, datangnya kepagian."

"Ih gapapa tau. Santai aja kalau ke sini. Pintunya kebuka dua puluh empat jam kalau buat Sadewa," gurau Amira. "Kamu gimana kabarnya? Udah baikan? Papamu nelpon waktu itu, katanya kamu sakit."

"Udah sembuh Tan," jawab lelaki itu sambil tersenyum ramah.

Amira menepuk bahu Sadewa sebanyak dua kali. "Syukur deh. Kata Bibi, Obelia langsung panik waktu tau kamu sakit."

"Sadewa udah sarapan belum? Mama masak nasi goreng barusan, buat makan bareng Obelia. Tapi anaknya masih tidur."

Sadewa terdiam mendengar Amira yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan 'Mama'. Apa artinya Sadewa harus memanggil wanita itu dengan sebutan yang sama?

"B-belum. Tadi langsung ke sini ... Ma," jawabnya kaku karena tak terbiasa.

Lelaki itu jadi lebih pendiam, tak banyak berbicara. Kecuali dengan Obelia atau Doni. Ditambah lagi Sadewa yang merasa gugup ketika diajak berbicara dengan Amira. Sadewa jadi merasa tak enak karena teringat bagaimana selama ini ia memperlakukan Obelia.

"Sarapan dulu yuk. Obelianya ntaran aja Mama bangunin. Soalnya dia baru masuk ke kamar jam empat pagi, akhir-akhir ini dia begadang terus di depan televisi. Katanya nggak bisa tidur."

"Jam empat pagi?" tanya Sadewa ulang untuk memastikan.

Amira mengangguk.

Kemudian ia mengikuti Amira yang melangkah ke arah dapur. Wanita itu langsung menyuruh Sadewa untuk duduk di kursi, sementara dia sendiri menyiapkan sarapan untuk lelaki itu. Setelah selesai menaruh segelas minum di depan Sadewa, Amira menarik kursi untuk duduk di seberangnya.

"Ta— Mama nggak sarapan?" Suara Sadewa terdengar canggung.

"Udah tadi sarapan duluan. Rencananya tadi mau manasin mobil, eh liat Sadewa berdiri di depan pintu. Lain kali diketok aja, atau nggak langsung masuk ke dalam."

Sadewa manggut-manggut saja sembari tersenyum kikuk.

"Dihabisin ya Wa. Nasi goreng kesukaan Obelia itu, biasanya dia suka nambah sampai dua piring. Kalau kurang nanti Mama ambilin."

"Ini aja udah cukup, m-makasih Ma."

Amira hanya mengangguk. Sedangkan Sadewa mulai menyantap hidangan di depannya. Sebenarnya masakan Amira benar-benar enak, tidak heran Obelia menghabiskan sampai dua piring.

Hanya saja Sadewa merasa gugup sampai tangannya yang menyuapkan nasi gemetar samar karena Amira masih duduk di depannya, tak henti-hentinya memandanginya yang sedang makan sembari tersenyum.

Gue ada salah kah? Apa jaket gue kebalik? batin Sadewa seraya melirikkan kedua matanya ke arah pakaiannya.

"Gimana hubungannya sama Obelia?"

"Emm, b-baik Ma."

"Maaf ya kalau Obelia sering ngerepotin kamu. Obelia cerita katanya kamu sering antar jemput dia kuliah."

Sadewa terdiam mendengar perkataan Amira. Pasalnya selama ini Sadewa tak pernah berkomunikasi dengan Obelia ketika di kampus, apalagi sampai berangkat atau pulang bersama. Apa gadis itu pernah berdusta pada ibunya?

"Em ... Obelia nggak pernah ngerepotin kok." Sadewa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Obelia pernah nyakitin kamu nggak? Kayak mukul gitu misalkan? Kalau ada aduin ke Mama ya, nanti biar Mama tegur."

Untuk beberapa saat, Sadewa membungkam. Ia yakin Amira tidak tahu masalahnya dengan Obelia dan tidak bermaksud untuk menyinggung dirinya. Tapi tetap saja lelaki itu langsung merasa tersindir.

Menelan kunyahan di dalam mulutnya, Sadewa menjawab, "nggak pernah Ma. Cuma ya ... paling mukul kepala, tapi nggak kuat kok. Itupun kalau dia kesal gara-gara aku ganggu," ujarnya sembari tersenyum tipis.

"Tuh kan. Maaf ya Sadewa. Obelia memang agak kasar anaknya. Tapi cuma ke laki-laki. Soalnya dulu pas SMA dia bergaulnya sama teman-temannya Bian, pernah waktu itu sampai ikut tauran." Amira merasa tak enak.

"Gapapa Ma."

Amira menghela napasnya, kemudian tersenyum getir. "Dulu anak itu pernah trauma sama Ayahnya. Obelia dulu anaknya pendiam, ya sampai sekarang juga nggak terlalu banyak ngomong. Tapi dulu lebih kalem, temanannya sama anak pendiam semua. Dan semenjak Mama cerai sama Ayahnya, mental Obelia sempat down."

Amira terkekeh pelan. "Mama ingat waktu itu dia ngomong benci sama laki-laki dan nggak mau nikah sampai kapanpun. Sampai teman-teman cowok di kelasnya ikut kena imbas, dijauhin semua. Obelia juga sempat berhenti bersosialisasi semenjak itu," lanjutnya lagi.

"Mama nggak marah ke Obelia, Mama tau anak itu trauma. Dulu mantan suami Mama sering main fisik di depan dia. Jadi Mama jelasin baik-baik, nggak semua laki-laki kaya Ayahnya."

Sadewa hanya menghening, mendengarkan baik-baik kata demi kata yang terlontar dari mulut Amira. Raut wajah Sadewa berubah, senyuman di bibirnya memudar. Cukup lama ia mengenal Obelia bahkan berstatus sebagai kekasih, nyatanya Sadewa tak tahu apa-apa tentang masa lalu Obelia. Apa selama ini Sadewa memang separah itu?

Amira masih tersenyum, dia senang melihat Sadewa yang memakan masakannya.

"Mama sempat khawatir gara-gara Obelia bilang nggak akan mau nikah. Soalnya Mama nggak yakin bisa ngejagain Obelia terus, ditambah lagi Obelia anak tunggal. Mama takut Obelia sendirian dan nggak ada yang jaga dia nantinya."

Suara wanita itu terdengar gemetar samar di akhir kalimat. Meskipun masih menyunggingkan senyumnya, Sadewa menyadari kedua bola mata Amira yang tampak nanar.

"Untungnya ketemu Sadewa. Mungkin karena ngeliat Sadewa, pandangannya ke laki-laki nggak buruk lagi. Jadi Mama nggak terlalu khawatir lagi karena udah ada yang jagain Obelia juga. Sebenernya dia nggak pernah ngerepotin Mama. Cuma yang bikin Mama cemas kalau dia suka keluar malam. Mama tau dia suka balapan liar sama teman-temannya. Tapi semenjak sama Sadewa, Obelia jadi sering di rumah."

Itu benar. Karena waktu itu Sadewa melarang keras Obelia untuk melakukan balap motor. Bukannya bangga, Sadewa malah merasa bersalah, teringat ia pernah memukul gadis itu karena Obelia kepergok olehnya ikut balapan motor.

Kini makanan di lidah Sadewa tak lagi terasa, ia menelannya dengan kerongkongan yang terasa kering. Kedua bola mata lelaki itu menurun, menatap ke arah piring. Demi Tuhan, hati lelaki itu mendadak merasa tak nyaman karena merasa bersalah pada Obelia.

Dia pikir Obelia baik-baik saja. Itu sebabnya dia lebih memikirkan Karin dan sibuk menjaga temannya itu.

Kemudian ia kembali menatap ke arah Amira setelah wanita itu berucap.

"Makasih ya Sadewa. Kamu sudah mau mencintai anak Mama dengan tulus. Mama percaya Sadewa orang yang tepat untuk jaga Obelia kalau Mama udah nggak ada nanti."


⭑*•̩̩͙⊱••••✩••••̩̩͙⊰•*⭑



Obelia terbangun dari tidurnya karena terusik oleh suara Amira yang terus memanggil namanya. Gadis itu langsung bangun sedikit tergesa dari ranjangnya saat Amira memberitahu ada Sadewa yang menunggunya di luar.

Dengan segera Obelia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Ingin mandi, tapi Obelia takut Sadewa menunggu.

Membuka gagang pintu, Obelia mengurungkan niatnya untuk keluar setelah melihat sekilas pantulan dirinya di cermin. Rambutnya sedikit mengerikan dan bibirnya terlihat sangat pucat. Jadi ia mengikat rambutnya dan mengoleskan lipcream di atas bibirnya dengan tipis. Kemudian langsung turun ke lantai bawah sedikit berlari.

Sadewa berdiri di teras luar, tampak berbicara dengan Amira. Lantas Obelia pergi ke arah mereka.

"Bel,bel. Sadewa udah dari tadi nunggu kamu." Amira menggeleng melihat kemunculan Obelia.

Wanita itu tampak ingin pergi, sudah siap dengan seragam kantornya dan mobilnya yang sudah berada di luar pagar.

Sadewa menoleh ke arah Obelia. Wajah gadis itu tampak sedikit bengkak, efek baru bangun tidur. Lelaki itu mengulum bibirnya dengan senyuman yang tertahan karena gemas. Jika tidak ada Amira, mungkin Sadewa sudah menghambur pelukan ke gadis itu karena merasa rindu.

"Eh, emang iya?" tanya Obelia pada Sadewa.

Sadewa menggeleng. "Gapapa," ucapnya pelan.

Obelia langsung membuang pandangannya dari Sadewa ke Amira saat melihat lelaki itu tersenyum tipis ke arahnya. Ini masih pagi, matahari pun masih belum berada di atas kepala, tapi Obelia merasa dirinya akan meleleh.

"Mama udah mau berangkat?" tanya Obelia.

Amira mengangguk, kemudian mencium pipi Obelia. "Baik-baik di rumah. Kalau mau masak hati-hati, jangan lupa matiin kompornya. Atau nanti pesan online aja biar nggak repot. Soalnya Bibi nggak masuk hari ini."

"Kenapa?"

"Nggak enak badan katanya. Ya udah, Mama berangkat dulu ya."

Amira tersenyum ke arah Obelia dan juga Sadewa. Obelia mengangguk, sementara Sadewa hanya tersenyum. Setelahnya wanita itu melangkah pergi ke luar, lalu masuk ke dalam mobil. Obelia melambai kecil melihat mobil ibunya melaju pergi.

Sampai akhirnya hanya tersisa mereka berdua dengan suara yang menghening selama lima detik.

"Tegang amat mukanya, Pak. Santai aja dong."

"Susah, mata Mamamu kalau ngeliatin orang kaya lagi ngeinterogasi."

Obelia hanya tertawa pelan, sangat kentara Sadewa masih merasa canggung dengan ibunya.

"Ngapain tadi di kamar? Kok lama?" tanya Sadewa.

"Biasa lah, cewek."

Sejak tadi berbicara dengan Obelia, diam-diam mata Sadewa menelisik ke arah wajah gadisnya. Kemudian ia melihat bercak warna merah muda di bawah bibir Obelia.

Mengulurkan tangannya, Sadewa menghapus lipstik Obelia yang sedikit berantakan, mengusap sudut bibir gadis itu dengan ibu jarinya seraya tersenyum geli.

"Ngapain pake dandan sih? Orang cuma mau ketemu aku."

Menelan ludahnya gugup, Obelia menyingkirkan tangan Sadewa dengan pelan. Seolah tidak terjadi apa-apa, Obelia mengusap bibirnya sendiri. Pasti karena terburu-buru lipstiknya jadi berantakan.

"Dih, siapa yang dandan. Orang ini bekas tadi malam."

Sadewa hanya mengangguk dengan kuluman senyuman yang tertahan. Obelia salah tingkah, terlihat dari kedua pipinya yang tampak memerah samar.

"Ayo masuk." Obelia masuk lebih dulu, dengan Sadewa yang mengekor di belakangnya.

"Tumben ke rumah Wa."

"Kenapa? Nggak masalah kan main ke rumah pacar sendiri?"

"Y-ya nggak masalah. Kamu udah sarapan nggak?" Obelia mengalihkan topik.

Sadewa tidak menjawab gadis itu. Ia mengikuti Obelia yang berjalan ke arah dapur. Kedua bola matanya yang fokus menatap gadis itu dari belakang kini berpindah, ia menggulirkan matanya dari atas ke bawah. Memandangi Obelia yang hanya mengenakan kemeja putih berlengan panjang, menutupi sampai atas pahanya saja.

Sadewa tidak tahu, apakah matanya yang memang terlalu sehat dan pengelihatannya yang kelewat tajam atau memang baju gadis itu yang terlihat sedikit menerawang.

Bisa-bisanya Obelia keluar kamar hanya menggunakan atasan seperti itu dan tidak menggunakan celana panjang selain dalamannya saat ada Sadewa.

"Sadewa," panggil Obelia sekali lagi.

Lelaki itu masih diam, ia tak sadar belum berkedip sejak tadi. Telinganya sedikit memanas karena melihat kaki putih Obelia yang jenjang berjalan di depannya.

Mendecak karena tak digubris oleh si pria, lantas Obelia berhenti lalu berbalik, menatap Sadewa sedikit kesal. "Sadewa ih. Ditanyain juga."

"Hmm?" Kedua kening Sadewa terangkat, terlihat bingung.

Menghela pelan, Obelia mengangkat kedua sudut bibirnya, tersenyum paksa. "Kamu ... sudah ... sarapan ... belum ...?"

Sepertinya ada yang salah dengan Sadewa hari ini. Lelaki itu malah salah fokus ke arah bibir Obelia yang bergerak lambat, karena gadis itu sedang menekankan ucapannya.

"Udah."

"Ya udah, aku makan dulu sebentar. Kamu kalau takut bosen tunggu di ruang tengah aja, atau di kamar atas. Pintu kamarku nggak aku kunci soalnya."

Sadewa langsung menatap Obelia yang mulai duduk di atas meja setelah mengambil sepiring makanan. Apa tadi katanya? Apa Sadewa tak salah dengar kalau Obelia baru saja menawarinya menunggu di kamarnya?

"Di sini aja," ujar lelaki itu sembari menarik kursi, lalu duduk di seberang Obelia.

"Eh, Wa. Malam Minggu nanti kamu ikut balapan yang diadain sama geng motornya Aron nggak? Bian ada nawarin aku buat ikut, tapi aku tolak sih. Soalnya males."

Tidak, tidak. Obelia bukannya malas, hanya saja dia masih takut jika Sadewa marah nanti. Baru saja berbaikan, Obelia tidak ingin cari perkara.

Lagi-lagi lelaki itu tidak menjawabnya. Sadewa sibuk berperang dengan isi kepalanya yang terus merasa penasaran. Tenggorokkan Sadewa tercekat saat melihat dua kancing atas kemeja Obelia tidak terpasang, ditambah gadis itu bergerak memperbaiki posisi duduknya, membuat kemeja yang menutupi dadanya sedikit bergeser. Terlihat seutas tali yang terdapat di tulang selangka gadis itu.

Kan, bener warna hitam. Bukan navy.

"Ya ampun. Masih pagi udah ngebug." Obelia menggeleng dengan sendok yang mengambang di depan mulutnya.

"Kenapa Bel?"

"Tadi aku nanya ... ah, tuh kan! Lupa! Kamu sih ditanyain dari tadi nga ngo nga ngo."

"Maaf maaf, aku masih ngantuk."

Obelia hanya mendengus, kemudian melanjutkan makannya.

"Bel."

"Mmm?"

"Hari ini Bibi nggak kerja?"

"Iya, nggak enak badan kan kata Mama tadi? Kamu kan ada di depan juga. Masa nggak dengar Mama ngom—" ocehan Obelia terhenti saat merasa ada yang janggal dengan pertanyaan Sadewa.

"Berarti di rumah nggak ada orang kan sampai Mamamu pulang?" tanya Sadewa lagi.

Kepala Obelia terangkat, menatap ke arah Sadewa yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Lelaki itu menopang kepalanya dengan satu tangan yang bertumpu di atas meja. Bibirnya menyeringai tipis, menatap lurus ke arah Obelia.

Gadis itu menatap Sadewa datar, kemudian mengangkat garpu yang berada di genggamannya.

"Nggak usah aneh-aneh, Wa. Mau ini garpu melayang?"



  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉

04 Februari 2022

Pengen double update. Ada yang mau nggak? Tapi kaya biasa, updatenya tengah malam bangettt. Dan aku nggak janji ya🤣🙏🏻.

Продолжить чтение

Вам также понравится

TROUVAILLE 𝕯𝖊𝖗𝖆✦

Любовные романы

519K 44.9K 48
Tinggal satu apartemen bersama dengan Ryxon Walsh menjadi sumber bencana bagi Ailee Dawson. Bagaimana penampilan lelaki tinggi itu terlihat begitu be...
Starla' Irma Nurzakiah

Любовные романы

44.2K 5.8K 7
>>> Lanjutan dari cerita berjudul; Sherlock ... Sudah hampir tiga tahun Starla tinggal di luar negeri, kini ia memutuskan untuk kembali ke Tanah Air...
Falling For a Gangsta [SELESAI] ur capt

Подростковая литература

3M 378K 72
[PRIVATE CHAPTER--FOLLOW DULU, BARU BOLEH BACA] Ini bukan cerita dalam bayanganmu, sebaiknya baca dulu 💙 Sagara Damian Narendra. Orang-orang mengena...
Mom? [ch2] yls

Фанфик

109K 11.3K 33
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...