Unspoken Feeling

By dheamtrd

2.2K 1K 1.8K

[Completed] ✔️ "Mulut lo menye-menye terus, kaya buaya," omel Lia. "Ya namanya juga cowok. Terus kalau gue ga... More

Heyyo!
Prolog
01 - Nyebelin
02 - Setan
03 - TOD
04 - Pangeran
05 - Curhat
06 - Waiting
07 - Kulit Badak
08 - Seni Budaya
09 - Hotspot
10 - Nanda
11 - Cerita
12 - Kecium Basket
13 - Gambar
14 - Ayo
15 - Pemaksaan
16 - Tanda Maaf
17 - Nonton
18 - Cerewet
19 - Piket
20 - Bulu Tangkis
21 - Drama?
22 - Her first boyfriend?
23 - About him
24 - Ambil nilai lagi
25 - Mayat hidup
26 - Pak Gokil
27 - Rumah Lia
28 - First kiss?
29 - Ibu Lia
30 - Latihan
31 - Hari H
32 - Makasi, AP
33 - Random gurl
34 - Lia's story
35 - Younghoon?
36 - COTY
37 - Just kidding
38 - Awkward
39 - Terjebak
40 - Nanda vs Dewa
41 - Alika
42 - Dia
43 - Be friend?
44 - Perkara surat
45 - Dita & F
46 - Habis ci--
47 - Pacaran?
48 - Mau selingkuh
49 - Taruhan
50 - Sayang
Epilog

Flashback: Our 1st meet

21 5 2
By dheamtrd

Di part ini, ayo kita liat dari sudut pandangnya Dewa pas doi baru ketemu Lia!👀

Happy reading!💕

ㅡㅡㅡ

Dewa mematikan alarm ponsel miliknya yang dari tadi terus saja menderingkan 'aiaiaiai Dewa cepetan sekolah woi, capek gue bangunin lo' dengan nada khas suara telepon mainan di bagian awal, namun di bagian akhir hanya berisi omelan.

Iya, itu nada dering custom khusus dari kakak perempuannya.

Sebenarnya Dewa sudah menolak untuk menggunakannya. Selain ia malas mendengarkan omelan kakaknya yang berarti hanya itu-itu saja, ia juga malas menghidupkan alarm. Berisik, menurutnya.

Mending kakaknya saja yang langsung mengomelinya. Atau kalau boleh ibunya. Walau bakal lebih pedas, sih.

Tapi mereka berdua sama saja. Sejak Dewa menginjak masa SMP, mereka selalu mengatakan hal-hal yang kalau Dewa sudah dewasa. Dan harus belajar dewasa. Seperti "Belajar mandiri! Kamu tuh udah gede. Masih aja manja minta dibangunin."

Jadi, kakaknya itu berinisiatif untuk membuatkannya sebuah ringtone khusus untuk alarm adik kesayangannya itu. Dan harus memasang itu sebagai alarm nya.

Ringtone yang merdu diawal, namun menyebalkan di akhir. Ngomel aja terus, pikir Dewa.

ㅡㅡㅡ

Setelah siap dengan seragam putih abu yang terpakai rapi, serta tas yang disampirkan di bahu kirinya, Dewa menuruni satu persatu anak tangga dengan gesit. Ia sudah 17 tahun di rumah ini, tentu saja ia hafal setiap inci dari bangunan yang sudah melihat tumbuh kembangnya.

"Kamu kok baru bangun jam segini? Kebias--"

"Ya namanya juga telat bangun, Ma. Dewa mana tau bakal bangun jam segini," sahut Dewa santai sambil mengambil rotinya dan langsung bergegas ke sekolah. Soalnya udah telat.

"Dewa berangkat dulu," pamitnya. Setelah Dewa berpamitan pada ibu kesayangannya melalui beberapa ritual, seperti salim tangan, cium pipi kanan, cium pipi kiri, cium dahi, rambut, dan hidung. Itu sudah menjadi kebiasaan Dewa dengan ibunya.

Walau sudah besar, tapi Dewa selalu tak keberatan. Bahkan terkadang ibu nya sendiri yang malah menanyakan Dewa, apakah ia akan tetap menjalani semua ritual itu?

Tapi jawaban Dewa tetap sama, "Kan di mata mama, Dewa masih bocil."

ㅡㅡㅡ

Sesampainya di sekolah, ia sedikit merasa lega. Karena gerbang belum tertutup. Padahal sekarang jam sudah menunjukkan pukul 08.00 tepat.

Mungkin ini karena hari pertama sekolah, jadi mereka masih diberi sedikit kelonggaran.

Dewa dengan santai berjalan memasuki pekarangan sekolah. Dengan jaket yang masih ia gunakan, dan tas ransel yang disampirkan di bahu kiri.

Beberapa siswi, atau lebih tepatnya tak sedikit para adik kelas yang memperhatikan Dewa dari atas sampai bawah. Walau Dewa bukan jajaran most wanted, tapi kakak kelas memang selalu menarik perhatian untuk ditaksir, bukan?

Dewa akhirnya memasuki kelasnya. Yang terasa ... Sedikit asing? Dewa tak begitu mengenal warga kelasnya. Ia hanya mengenalnya beberapa.

Terutama Bram, Prasetya, dan Rani yang ia tahu kalau mereka ada di kelas ini juga. Sebelumnya mereka adalah teman kelas Dewa selama 2 tahun, dan ternyata takdir enggak misahin mereka dari sistem rolling kelas yang diadain sekolah mereka.

Ia menelusuri kelas yang cukup canggung itu. Dan menemukan Bram di belakang kelas sedang duduk di bangku, bersama Prasetya.

Mereka lagi nonton. Udah pasti banget.

"Woi!"

Bram dan Prasetya hampir terjungkal ke belakang karena terkejut mendengar seruan yang tak diduga. Untung ada tembok. Seenggaknya itu penyelamat mereka satu-satunya untuk nahan badan biar gak jatuh ke belakang.

"Kampret!" umpat Bram. Sedangkan Dewa dengan tampang tak bersalahnya hanya menunjukkan cengirannya.

"Titip tas."

Bram spontan mendelik ke arah Dewa. "Dari kelas sepuluh kerjaan lo sama gue nitip tas mulu. Kapan dibayarnya?" omel Bram. Namun walau begitu, ia tetap selalu menerima titipan tas Dewa.

"Kapan-kapan," sahut Dewa santai.

"Oh iya, Rani juga disini, 'kan?" lanjutnya bertanya.

"Iya, tapi hari ini dia belum sekolah,"

"Kenapa? Lo mau deketin dia?"

Sedangkan Dewa hanya menatap malas Bram. "Bukan gitu."

"Jangan ngasi orang harapan kalau lo gak suka dia, Wa."

Dewa hanya menghela nafasnya, "Gue gak pernah ngasi dia harapan."

"Yaudah, intinya titip tas, oke?" kata Dewa mengalihkan topik dan langsung pergi begitu saja.

Atau tidak, Bram akan menceramahi Dewa. Selalu seperti itu.

Dewa tahu, bahwa Rani pernah menyukainya. Entah, Dewa tak tahu apakah Rani masih menyukainya atau tidak.

Tapi menurutnya, ia tak pernah memberikan harapan apapun pada Rani. Namun Bram selalu saja menceramahinya kalau ia sudah memberi Rani harapan.

Padahal, apa yang Dewa lakukan selama ini hanya sebatas teman. Gak lebih.

Bram udah kaya emak rempongnya Rani deh pokoknya.

"Yeeeuu si mukidin nitip tas lagi pasti ye," tebak Prasetya.

"Gak. Dia lagi nitip bom ke gue," sahut Bram sambil memindahkan tas milik Dewa ke meja Lia. "Titip bentar ya, Lia, heheheh."

"Hah? Bon? Ngutang apaan si Dewa?"

Bram langsung menoyor kepala Prasetya. "Bom, Set. BOM. B-O-M."

"Oh, bom. Bilang dong."

"YA TADI GUE JUGA BILANGNYA BOM YA, KUTU MONYET!" geram Bram.

ㅡㅡㅡ

Setelah melakukan rapat tentang pertandingan basket yang akan diadakan 9 bulan lagi, Dewa kembali ke dalam kelas barunya.

Dewa heran, mengapa ia harus disuruh rapat pagi-pagi begini. Padahal pertandingannya masih lama. Mana sekarang hari pertama sekolah pula.

Ia memasuki kelas dan mendapati tasnya berada di sebuah meja, yang tepat berada di satu meja depan Bram.

Ia tak mengenal siapa wanita yang duduk di meja itu, tapi yang jelas wanita itu berhasil menarik perhatiannya.

Entah mengapa bibirnya malah otomatis sedikit terangkat karena melihat wanita itu. Tak banyak orang yang bisa melihatnya. Bahkan cermin sekalipun.

Karena hanya dirinya sendiri lah yang bisa melihat senyuman itu. Senyuman yang tulus dari hati, dan dengan terpaksa harus menyembunyikannya karena image yang harus dijaga. Iya dong, masa pertama kali ketemu udah senyam senyum ke cewek, nanti dikira buaya.

Yang jelas, wanita itu bisa membuat Dewa tersenyum dalam sekali lihat.

Dewa lalu mengambil tas dari meja wanita itu. Dan tanpa mengucapkan satu kata pun, ia langsung berpindah ke kursi di samping Bram.

Dewa tahu ada sedikit rasa terkejut dalam wajah wanita itu, tapi ia memilih untuk diam. Karena jika tidak, mungkin ia tak akan bisa menahan senyumnya.

Avrilia Priyanka. Wanita yang bisa membuat Dewa tersenyum hanya dengan sekali lihat.

Akhirnya Dewa mengetahui nama wanita itu dari Prasetya.

Sebenarnya saat Prasetya menanyakan siapa nama lengkap Lia, itu bukanlah idenya. Melainkan Dewa.

Dewa iseng bertanya pada Prasetya, siapa nama lengkap Lia. Dan memberikannya ide untuk memberikan Lia sebuah nama singkatan yang biasa Prasetya lakukan.

Namun Prasetya tak mengetahuinya jika itu adalah sebuah modus dari seorang Dewangga Mahadita untuk menanyakan siapa nama lengkap Lia.

Dewa harus memilih siapa yang akan menjadi agen untuk mengulik lebih dalam tentang target perempuan yang akan ia cari. Tentu Bram bukan orang yang tepat, soalnya Bram walau suka bercanda, tapi kalau masalah perasaan Dewa, Bram selalu sensitif.

Bukan, bukan karena Bram menyukai Dewa. Bram masih suka cewek, kok. Tapi, Bram selalu menyangkut-pautkan Rani dalam segala hal kalau Dewa sudah berbicara tentang perempuan atau perasaan.

Kalau Prasetya, dia sama sekali gak curiga saat Dewa menanyakan banyak hal tentang Lia. Mulai dari nama lengkap, diskusi nama panggilan, first impression Prasetya terhadap Lia, sampai apa saja yang sudah Lia lakukan dan bicarakan dengan Prasetya. Karena menurut Prasetya, Dewa memang seperti itu. Anak yang banyak kepo, kaya monyet yang di kartun Curious George.

Lagipula, Prasetya tahu Dewa gak pernah menyukai siapapun sejak mereka berteman. Jadi ia tak memiliki pikiran negatif satupun terhadap Dewa, yang pada saat itu juga sebenarnya sudah menyukai Lia.

ㅡㅡㅡ

Have a great day & night, guyss!
Semoga chapter tambahan ini bisa ngisi waktu luang & menghibur kalian yak!

Btw kalian nemu cerita ini dari mana, sih? Cerita dong☹️

Continue Reading

You'll Also Like

476 113 15
Rhea Grizelle Zeline telah menerima dirinya sendiri sebagai Melody, kini saatnya untuk mencari senjata terkuat berupa Trisula yang konon dijaga oleh...
20.3K 2K 54
[TAMAT] Cover story oleh sendiri. High Rank #2 in Fian 04/03/2019 High Rank #11 in Kutubuku 04/03/2019 High Rank #110 in Coldboy 06/05/2019 High Rank...
366K 40.1K 9
Daisy Amora seorang wanita sukses cantik berkulit eksotis yang sexy. Kesuksesan nya membuat wanita iri. Kepopuleran nya juga tak sedikit membuat ban...
1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...