Unspoken Feeling

By dheamtrd

2.2K 1K 1.8K

[Completed] ✔️ "Mulut lo menye-menye terus, kaya buaya," omel Lia. "Ya namanya juga cowok. Terus kalau gue ga... More

Heyyo!
Prolog
01 - Nyebelin
02 - Setan
03 - TOD
04 - Pangeran
05 - Curhat
06 - Waiting
07 - Kulit Badak
08 - Seni Budaya
09 - Hotspot
10 - Nanda
11 - Cerita
12 - Kecium Basket
13 - Gambar
14 - Ayo
15 - Pemaksaan
16 - Tanda Maaf
17 - Nonton
18 - Cerewet
19 - Piket
20 - Bulu Tangkis
21 - Drama?
22 - Her first boyfriend?
23 - About him
24 - Ambil nilai lagi
25 - Mayat hidup
26 - Pak Gokil
27 - Rumah Lia
28 - First kiss?
29 - Ibu Lia
30 - Latihan
31 - Hari H
32 - Makasi, AP
33 - Random gurl
34 - Lia's story
35 - Younghoon?
36 - COTY
37 - Just kidding
38 - Awkward
39 - Terjebak
40 - Nanda vs Dewa
41 - Alika
42 - Dia
44 - Perkara surat
45 - Dita & F
46 - Habis ci--
47 - Pacaran?
48 - Mau selingkuh
49 - Taruhan
50 - Sayang
Epilog
Flashback: Our 1st meet

43 - Be friend?

16 7 64
By dheamtrd

"Kenapa?"

Setelah mendapatkan pesan dari Nanda untuk menemuinya di pinggir rooftop, Lia langsung menghampirinya dengan sedikit tanda tanya. Sebenarnya ia agak kebingungan karena Nanda yang mengajaknya untuk bertemu tiba-tiba.

Hembusan angin malam menyisir rambut Lia yang sudah tergerai. Membuat Nanda merasa sedikit terpukau karena melihat kedatangan Lia yang saat ini malah terlihat lebih cantik dari biasanya. Hatinya gak bisa nahan ini. Cantik banget!

"I wanna tell you something."

Lia hanya menaikkan alisnya karena bingung, kenapa hari ini aneh sekali. Bahkan tumben Nanda mengajaknya secara pribadi seperti ini. "Iya ngomong aja, kan kita kesini emamg karena lo mau ngomong," jawab Lia santai.

"Kita? Lucu ya?" gumam Nanda sambil sedikit tertawa.

"Hah?"

Nanda hanya menggeleng, "Kira-kira lo dan gue bisa jadi kita gak?"

"Hah?" Lia bingung. Nanda ini kenapa, sih? Dari tadi berbicara hal yang aneh.

Nanda mengangguk sambil menyunggingkan senyuman ketulusan. Walau rasa gugup melanda, tetapi Nanda harus berani untuk kali ini. Karena menurutnya, ini adalah waktu yang tepat.

Nanda meraih kedua tangan Lia dan menggenggamnya. Kedua netranya menatap Lia dengan penuh kasih dan harapan.

"Will you be my girlfriend?"

Deg

Lia terkejut merasakan tangannya yng digenggam. Dan lebih terkejutnya lagi karena mendengar pernyataan Nanda Tenggorokannya tercekat. Hari ini adalah hari yang sangat aneh bagi Lia.

Ia bingung harus menjawab apa. Bukannya ia bingung untuk menerima atau menolak Nanda. Tetapi ia bingung bagaimana cara menolaknya, agar Nanda tak merasa sakit hati. Ya, walau Lia tahu itu susah.

Selama ini Lia hanya menganggap Nanda sebagai temannya. Lia nyaman Nanda menjadi temannya. Hanya sebatas teman atau sahabat, tak lebih.

Ia tak ingin menyakiti hati Nanda. Tetapi ia juga tak bisa membohongi hatinya, jika ia tak bisa memiliki hubungan yang lebih jauh dengan Nanda.

Lia dengan perlahan melepaskan tangannya dari Nanda. "Nan? Maaf," ujarnya secara perlahan.

Nanda sudah tahu bahwa kemungkinannya sangat besar untuk Lia menolaknya. Ya namanya juga pantang menyerah. Siapatau ternyata Lia memiliki perasaan yang sama dengannya. Siapatau. Nanda juga gatau siapa yang mengetahuinya.

Nanda langsung menyunggingkan senyuman yang lebih lebar lagi. Berusaha bahagia di saat patah hati memang sulit. Dan itulah yang Nanda rasakan saat iji. "Gue udah tau sih, lo bakal nolak," ujarnya dengan sedikit tawa hambar.

Lia hanya menatap Nanda dengan tatapan tak enak. Ia mengerti Nanda sudah sangat baik kepadanya, dan Lia juga mengetahui kalau Nanda sebenarnya suka padanya.

Namun ia juga tak tahu bagaimana caranya untuk menjauh dari pria itu. Atau memberikan kode kalau Lia tak menyukai dirinya.

Nanda menepuk bahu Lia, "Gapapa. Santai aja. Mukanya gausa ditekuk kaya baju belum disetrika gitu," kata Nanda sambil bercanda. Walau ia merasa sakit hati, tetapi ia tetap harus tertawa. Setidaknya di depan Lia.

"Gapapa?"

Nanda mengangguk sambil tersenyum, "Udah gih, balik sono. Gue mau ngomong gitu doang."

Sedangkan Lia hanya masih menatap Nanda. Ia masih merasa tak enak pada Nanda.

"Gausah diliatin guenya. Tau, kok, gue ganteng," kata Nanda sambil mencubit pipi kanan Lia dengan gemas.

"Aish! Lo nyubitnya gak pake perasaan banget!" tukas Lia sambil mengelus bekas cubitan Nanda.

"Yang pake perasaan mah nyayangin lo, Pril."

"Ya?"

Nanda buru-buru menggelengkan kepalanya. "Udah, sana. Nanti dicariin Dewa sama yang lainnya."

"Nanda. Gue gak mau kehilangan temen kaya lo."

Nanda spontan menaikkan satu alisnya. Terkejut sekaligus bingung dengan apa yang Lia katakan. Kenapa bagi Nanda perkataan Lia terdengar ambigu.

"Mau janji gak sama gue?" sambung Lia.

"Janji apa dulu?"

"Janji, kalau kalau kita tetep temenan? Gue tau, mungkin ini terdengar egois. Tapi, gue pingin kita bisa tetep temenan dan lo tetap jadi temen gue yang agak nyebelin," kata Lia sambil menaikkan jari kelingkingnya di depan Nanda. "Would you?"

Nanda langsung tersenyum dan menautkan jari kelingkingnya pada kelingking milik Lia. "Iya, janji."

"It's hard, Pril. Susah bagi gue untuk gak bikin perasaan gue semakin dalam. Buktinya, perasaan gue udah sejauh ini untuk nyatain ke lo."

ㅡㅡㅡ

"Abis dari mana?" tanya Dewa saat melihat Lia akan memasuki kerumunan untuk mencari Rani dan Lia.

Lia menolehkan pandangannya pada Dewa, "Hm? Cuma pergi keluar kerumunan sebentar."

"Sama siapa?"

Lia diam. Ia tak ingin Dewa mengetahui kalau Nanda habis menyatakan perasaan kepadanya. Menurutnya ini sangat memalukan. Bukan, bukan malu untuk mengakui mengenai Nanda. Tapi ia malu memberitahu orang lain, kalau ia disukai oleh orang lain.

"Harusnya gue yang nanya sama lo. Lo habis dari mana?" tanya Lia untuk mengalihkan topik.

"Cuma pergi sebentar aja."

"Sama siapa?"

Kini Dewa yang diam. Ia tak ingin Lia mengetahui apa yang habis ia lakukan. Jika tidak, Lia akan menyalahkan dirinya sendiri karena sudah memberitahu Dewa tentang kejadian yang menurutnya belum tentu benar itu.

"Kan, diem. Yaudah, impas. Anggep aja gitu," tukas Lia dengan sebal.

ㅡㅡㅡ

Alika yang sedang duduk di pojok rooftop hanya menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Bulan juga sedang menyinari dirinya. Perasaannya tercampur tak menentu. Antara harus menangis karena menyesal atau sedih.

"Kenapa gue kaya cewek galau gini?" tanya Alika pada dirinya sendiri.

"Ya gue emang lagi galau sih,"

"Ya engga juga sih."

Tak ingin bermonolog terus-terusan, Alika langsung berdiri dan membersihkan baju bagian belakangnya dengan tangan.

"Mending gue nyari Lia, daripada jadi sadgirl gila."

Alika agak susah menemukan Lia. Pasalnya suasana di sekitar panggung sedang ramai. Ia sibuk menelusuri kerumunan, sampai matanya tertuju pada seorang pria tinggi yang sedang duduk. Bahkan sedang duduk pun masih terlihat tinggi.

"Itu Dewa, pasti Lia sekitaran sana," tebak Alika dan berusaha keluar menelusuri kerumunan.

Dan benar saja, ternyata Lia persis di samping Dewa. Alika yang melihat itu langsung berkacak pinggang sambil menggelengkan kepalanya. "Dasar ye bucin, nemplok mulu kemana-mana kaya sepatu."

"Kecuali sepatunya salah pasangan, kaya gue."

"Hiya, kenapa jadi sadgirl lagi?"

Alika tak memperdulikan pikiran-pikiran anehnya. Ia kembali berjalan menuju tujuannya, Lia.

"Lia?" panggil Alika dengan ragu. Walau ia tahu betul itu Lia, tapi memanggil Lia secara langsung membuat Alika sedikit canggung.

Terus tadi yang di kamar mandi, lu manggil siapa neng?

Lia yang tadinya sedang asyik tertawa langsung diam saat mendengar namanya dipanggil. Ia ingat wanita di depannya ini. Wanita yang telah membuat dirinya terkunci di dalam kamar mandi. Lia mengingat pakaian yang dikenakan wanita itu.

"Bisa kita ngomong sebentar?"

Lia hanya mengerjapkan matanya. Ia masih takut. Bagaimana jika perempuan di depannya ini kembali mengunci dirinya di kamar mandi? Atau mungkin mendorongnya dari atas rooftop?

Dewa yang melihat kegelisahan di mata Lia langsung menepuk bahu Lia beberapa kali untuk menenangkan. "Gapapa."

"Astoge, bucin banget, gue gak kuat sama yang uwu begini. God, when?" batin Alika. Ia rasanya ingin pergi dari sana secepat mungkin. Melihat keuwuan yang tak ada habisnya membuat rasa iri dengki di dalam dirinya bangkit.

"Kenapa?" tanya Lia memberanikan diri saat ia sudah sampai di tempat yang Alika ajak. Walau sebenarnya nyalinya sudah menciut sih sekarang.

"Lia, pertama, gue mau minta maaf soal kejadian gue ngunciin lo di kamar mandi tadi."

Lia kaget mendengar ucapan wanita di depannya ini. Mengapa secara tiba-tiba meminta maaf? Padahal kejadian itu bahkan belum berlalu selama 2 jam.

"Gue tau lo pasti kaget. Tapi tadi syukurnya ada Dewa yang ngingetin gue."

"Hah? Dewa?" tanya Lia tak percaya. Sedangkan Alika hanya mengangguk.

"Dewa siapa?"

Sekarang malah Alika yang bingung. "Ya, Dewa. Temen lo, gebetan lo, cemiwiw lo. Dewa, anu, si Dewangga, lah! Siapalagi?"

"Ooohh, Dewa," gumam Lia.

"Ya, iya. Kan tadi gue bilang Dewa?"

Lia terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. "Engga, gue kira lo ngomong dewa yang beneran dewa, bukan Dewa si kampret."

"Ck, aneh-aneh aja lo."

"Btw iya, gue minta maaf. Terus gue juga mau bilang, gue sebagai sahabat kecilnya Dewa bakal ngasi lampu ijo ke lo sama Dewa," sambung Alika sambil bertepuk tangan seolah itu adalah hari pertunangannya Dewa dan Lia.

Lia langsung tersenyum melihat Alika yang ada di depannya. Ternyata Alika itu wanita yang memiliki humor juga, Lia pikir Alika adalah wanita yang menyeramkan. Yang akan melakukan segala hal untuk merebut kesayangannya.

"Tapi gue gak minat sama si Dewa," sahut Lia.

Alika langsung mengeluarkan tatapan remeh dan jahil, "Ah masa, sih? Yang bener? Hm?" Ia lalu menyenggolkan bahunya berkali-kali pada lengan Lia.

"Iya, bener," jawab Lia sambil sedikit tertawa. Walau ia juga sebenarnya masih bingung dengan perasaannya.

"Kita temen?" tanya Alika sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.

Lia langsung menyambut uluran tangan itu sambil tersenyum, "Yoi."

Flashback ON

"Mana Alika yang gue kenal? Alika yang selalu baik dan nolongin orang."

Dewa tak menggunakan nada yang menunjukkan sedang emosi. Namun kata-kata dan raut wajah pria itu menunjukkannya, kalau ia sedang menahan emosinya. Membuat Alika harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang ingin keluar.

Dewa menghela nafasnya, berusaha menahan emosinya sebaik mungkin.

"Ka, gue tau lo kaya gitu karena sayang gue. Gue juga sayang sama lo, Ka. Tapi rasa sayang gue ke lo sebagai sahabat, enggak lebih," kata Dewa dengan tenang.

"Lo harus ngerti, perasaan gabisa dipaksain. Gue yakin, lo juga sayang gue sebagai sahabat. Lo cuma takut kalau gue dimilikin sama orang, dan lo gak dipeduliin lagi. Iya, kan?"

Alika hanya diam. Ia berpikir jika perkataan Dewa itu ada benarnya. Karena saat ini ia juga merasa tengah menyukai pria lain, namun ia tetap tak tega jika Dewa bersama dengan wanita lain.

Dewa memegang bahu Alika, berusaha meyakinkan Alika untuk kembali seperti dulu. "Ka, please, gue sayang sama Alika yang selalu baik, nolongin orang, dan ga pernah jahatin orang. Gue sayang sama Alika yang kaya gitu, bukan Alika yang suka jahatin orang."

Tangis Alika semakin deras. Ia tak bisa membendung tangisanya lagi. Alika langsung memeluk Dewa karena refleks, menumpahkan segala kesedihannya.

Dewa awalnya terkejut mendapat pelukan yang tiba-tiba, namun ia membalas pelukan Alika dan mengelus kepala Alika.

"Jangan nangis, ntar kalau diliat orang bisa-bisa malah dikira gue abis ngapa-ngapain lo," ejek Dewa sambil terkekeh.

Alika melepas pelukannya dan menghapus air mata miliknya. Berusaha menahan tangisnya sambil menatap Dewa dengan sedikit sebal.

"Wa, tapi janji ya, lo ga bakal ninggalin gue? Walau lo udah punya gebetan, pacar, istri, an--"

"Pikiran lo jauh amat, Ka," potong Dewa sambil sedikit tertawa. Bisa-bisanya wanita di depannya ini berpikiran sangat jauh.

"Aaa, tapi janji ya, lo jangan pernah ninggalin gue?" rengek Alika.

"Iyaa, bawel," sahut Dewa sambil mengelus kepala Alika. Setelah mendapat pencerahan dan pintu hati Alika yanh sudah terbuka, ia pun kembali tersenyum dan menghapus air matanya.

"Oke, gue kasi lampu ijo buat lo sama-- siapa tuh namanya? Iya, Lia."

Dewa langsung menoyor kepala Alika. "Dih, yang mau minta izin sama lo tuh juga siapa?" ledek Dewa.

"Ya suka-suka gue," sahut Alika malas.

"Lagipula, sejauh mata gue memandang ya, asieek, Lia cewek baik banget," sambungnya.

"Yeu, Lia mah dari dulu juga cewe baik, lo nya aja yang ga sadar," balas Dewa.

"Gue sadar tau! Tapi ya gitu, heheheh," sahut Alika cengengesan.

Dewa yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Ia percaya, Alika yang dulu masih ada dalam dirinya. Alika tak mungkin berubah.

Dewa langsung memeluk Alika.

Alika yang mendapat pelukan itu langsung menjauhkan dirinya, "Ewh, tadi lo yang minta lepas, sekarang lo yang nyosor."

Dewa sedikit tertawa mendengar sahutan Alika. Alika yang melihat itu juga sedikit tertawa. Ia rasa, ini lebih baik.

"Ka, gue mau minta tolong sama lo," ujar Dewa.

"Hm? Apa? Lo daridulu minta tolong terus," sahut Alika.

"Lo minta maaf sama Lia, ya? Please."

Alika langsung menepuk jidatnya, "Gara-gara ngomong sama lo, gue jadi lupa mau minta maaf."

"Hah? Sejak kapan lo mau minta maaf sama dia?"

"Tadi, waktu lo nyadarin gue tentang betapa jahatnya gue, anjay kejam banget ya gue."

"Ya emang."

Flashback OFF

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Heyyoo! Makasi udah mampir & apresiasi cerita ini! Semoga terhibur & bisa mengisi waktu luang kalian, yaa!💕

Have a great day & night! Jangan lupa minum air putih & mam yang cukup, bebsky!✨

Continue Reading

You'll Also Like

400 77 20
Leonardo Iriandi, pemuda manis yang jago urusan menggambar. Otaknya cerdas, tapi itu tidak membuatnya sombong. Kata teman-teman sekelas, Naldo, sapaa...
Fae Circle By …

Teen Fiction

15.2K 2.2K 42
Berawal dari mencari sebuah jamur melingkar saat sedang melaksanakan perkemahan, yang konon katanya merupakan jalur masuknya para peri ke dunia merek...
413 666 5
𝔻𝕦𝕟𝕚𝕒 𝕋𝕖𝕣𝕝𝕒𝕝𝕦 ℝ𝕒𝕞𝕒𝕚 𝕌𝕟𝕥𝕦𝕜 𝔸𝕜𝕦 𝕐𝕒𝕟𝕘 𝕊𝕖𝕟𝕕𝕚𝕣𝕚" Ini cerita singkat tentang hidup "SEQUEL" **** " Karna mereka lebih pe...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.3M 251K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...