Unspoken Feeling

Oleh dheamtrd

2.2K 1K 1.8K

[Completed] ✔️ "Mulut lo menye-menye terus, kaya buaya," omel Lia. "Ya namanya juga cowok. Terus kalau gue ga... Lebih Banyak

Heyyo!
Prolog
01 - Nyebelin
02 - Setan
03 - TOD
04 - Pangeran
05 - Curhat
06 - Waiting
07 - Kulit Badak
08 - Seni Budaya
09 - Hotspot
10 - Nanda
11 - Cerita
12 - Kecium Basket
13 - Gambar
14 - Ayo
15 - Pemaksaan
16 - Tanda Maaf
17 - Nonton
18 - Cerewet
19 - Piket
20 - Bulu Tangkis
21 - Drama?
22 - Her first boyfriend?
23 - About him
24 - Ambil nilai lagi
25 - Mayat hidup
26 - Pak Gokil
27 - Rumah Lia
28 - First kiss?
29 - Ibu Lia
30 - Latihan
31 - Hari H
32 - Makasi, AP
33 - Random gurl
34 - Lia's story
35 - Younghoon?
36 - COTY
38 - Awkward
39 - Terjebak
40 - Nanda vs Dewa
41 - Alika
42 - Dia
43 - Be friend?
44 - Perkara surat
45 - Dita & F
46 - Habis ci--
47 - Pacaran?
48 - Mau selingkuh
49 - Taruhan
50 - Sayang
Epilog
Flashback: Our 1st meet

37 - Just kidding

33 12 23
Oleh dheamtrd

Semua teman Lia yang berada di kelas masih setia menggoda Lia, baik dengan bersiul, menyenggol lengan Lia, atau hanya sekedar menatap Lia dengan jahil. Tetapi Lia, bukannya merasa terganggu atau senang, ia malah bingung sekaligus khawatir dengan apa yang sudah orang lain lihat tanpa diketahuinya. Karena mereka terlihat senang-senang saja.

"Hah?" Lia bingung. Ia menjadi kaku. Apakah tadi dirinya sedang direkam?

"Hah heh hoh, sok-sokan gatau apa emang lupa?" goda Dita sambil menyenggol nyenggol bahu Lia.

"Sayang gaada audionya, padahal gue kepo mereka lagi ngobrolin apa," keluh Rani kecewa.

Huft

Seakan beban berat telah hilang dari pundaknya, Lia merasa lega karena video yang direkam secara diam-diam itu tak berisi audio. Kalau iya, bisa bahaya. Semua temannya akan mengetahui hal itu. Atau bahkan seisi sekolah akan mengetahuinya.

Lia tak ingin Tiara dipojokkan karena itu menjadi bahan pembicaraan. Karena menurut Lia, ini sudah lewat. Itu hanyalah masa lalu. Walau diungkit atau dipermasalahkan sekarang pun, sudah tak ada gunanya.

"Tapi memangnya kalian ngomongin apaan? Kok AP sampe nangis? Kalian berantem? AP lo gapapa, 'kan?" lanjut Rani bertanya sambil bingung sekaligus khawatir.

"Eh, nggak. Gue gapapa. Kita juga gak berantem kok," sahut Lia sambil tersenyum dan berusaha menenangkan semuanya. Walau Lia tak tahu apakah mereka benar-benar khawatir atau tidak.

"Justru dia yang nenangin gue," batin Lia.

ㅡㅡㅡ

Lia sedang duduk di tempat duduknya. Biasa, hanya memainkan ponselnya. Sebenarnya ia ingin keluar, entah mencari Puspita atau mencari angin. Namun ia batalkan karena ia masih grogi jika bertemu dengan orang lain. Sangat memalukan. Memenangkan kategori Couple of The Year, padahal bukan 'couple' yang sebenarnya.

"AP, gue mau ngomong sama lo dong," ujar Dewa secara tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah duduk di kursi samping Lia. Padahal tadinya ia hanya sendirian disana. Hanya ada beberapa orang di kelasnya.

Lia yang tadinya sedang asik bermain ponsel, dan bahkan sedang tertawa sendirian langsung mengalihkan fokusnya pada Dewa. Ia menurunkan ponselnya dan menaikkan kedua alisnya untuk bertanya.

"Ya ngomong aja, kenapa pake nanya?"

Dewa hanya diam. Tanpa ekspresi. Keadaan seperti ini malah membuat Lia jadi bingung.

"Kenapa, Wa?"

"Gue mau minta maaf," ujar Dewa pelan.

"Hah? Minta maaf buat apaan?"

"Buat yang tadi pas ditanya hubungan kita udah berapa lama." Lia membulatkan mulutnya, ia kira ada apa.

"Ngapain minta maaf? Santai aja, gue ga sensi kek merk masker," sahut Lia sambil sedikit tertawa. Ia berusaha mencairkan suasana. Namun tampaknya ia gagal. Karena Dewa masih memasang muka yang gugup.

"Muka lo kenap--"

"Lo mau wujudin itu jadi nyata gak?" tanya Dewa. Akhirnya setelah mengumpulkan banyak nyali dan keberanian, Dewa berhasil mengatakan itu.

"Maksud lo? Apa yang diwujudin jadi kenyataan?" tanya Lia bingung. Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan Dewa saat ini.

Sebenarnya ia sedikit mengerti apa yang Dewa maksud. Tetapi, ia tak ingin percaya diri duluan. Kalau ia salah mengira, bagaimana?

"Itu-- jadi pasangan."

Rasanya tenggorokan Lia langsung tercekat. Lia hanya bisa mengerjapkan matanya dan diam sambil menatap Dewa. Ia tak percaya, ternyata pikirannya benar.

"H-hah? Kesambet apa lo?"

Dewa hanya menggeleng. Masih dengan wajah gugupnya, Dewa kembali menyauti Lia. "Gue gak kesambet. Lo mau gak, wujudinnya?" Lia lagi-lagi hanya mengerjapkan matanya. Ia membeku di tempat. Ia bingung harus menjawab apa.

"Kok tiba-tiba panas anjir, angin mana angin, kok gaada udara? Anjir no air, no air, no air, no ai-- anjir, Li. Bisa-bisanya lo sekarang malah nyanyi No Air," batin Lia mengomel sendiri.

"Eum-- Wa, gu--"

"AHAHAHAHAHA," tawa Dewa seketika pecah. Lia yang masih dengan kegugupannya hanya bisa kebingungan melihat itu. Sudah berapa kali ia dilanda kebingungan hari ini?

"Napa lo?" tanya Lia.

"Lo lucu kalo gugup," balas Dewa sambil berusaha menetralkan tawanya.

"Hah?"

"Sorry, gue cuma bercanda tadi," ujar Dewa sambil menghentikan tawanya. Lia hanya bisa mengerutkan dahinya lagi. Apa lagi ini?

"Yang gue minta maaf tadi beneran. Tapi yang wujudin itu... Gue bohong," kata Dewa pelan.

Oh.

"Lo bohongin gue?" Entah apakah ia harus marah atau ikut tertawa kala mendengar pengakuan Dewa. Dewa mengangguk perlahan sambil sedikit tersenyum. Dewa menatap Lia dalam-dalam, tetapi Lia tak sanggup menatap Dewa lama-lama, ia memalingkan wajahnya. Rasanya sangat campur aduk.

Lia sedikit tertawa, namun entah kenapa ia merasa itu semua tak lucu. Entah apa yang ia tertawakan. Tawa itu hambar.

"Lo bohong? Ngeselin banget lo," ujar Lia datar.

Tanpa memperdulikan Dewa, Lia kembali duduk dan memainkan ponselnya.

Dewa merasa bersalah, lagi. Lia tak biasanya seperti ini. Ia biasanya pasti akan mengomel terlebih dahulu, tapi sekarang ia hanya mengabaikannya.

"Apa gue salah, ya?" batin Dewa.

Baru saja Dewa akan berbicara lagi, namun suara ketukan pintu kelas membuatnya berhenti.

Beberapa murid XII IPA 3 yang sedang berada di kelas langsung melihat siapa yang mengetuk pintu itu. Walau pintu itu diketuk pelan, namun bisa terdengar sampai belakang kelas karena keadaan kelas yang sepi.

"April!" panggil Nanda dari depan kelas Lia dengan sedikit mengencangkan volumenya.

Lia hanya menaikkan alisnya, bingung. Ternyata Nanda bisa melihat itu. Ia langsung kembali memanggil Lia, "Sini!" panggilnya ramah sambil menggunakan tangannya.

Lia langsung beranjak dan langsung menoleh ke sekitarnya. Entah kenapa, ia otomatis memperhatikan Dewa yang berada di kursi sebelahnya. Lia tahu sedaritadi Dewa memperhatikannya, tetapi saat Lia balik menatapnya, Dewa justru memalingkan wajahnya. Bersikap seolah ia sibuk bersama ponselnya.

"Kenapa, Nan?" tanya Lia saat sampai di ambang pintu kelasnya.

"Gue mau nanya sesuatu."

"Tapi diluar kelas aja," sambungnya.

Lia hanya mengangguk pelan dan mengikuti Nanda ke depan kelas mereka. "Kenapa?" tanya Lia untuk membuka pembicaraan.

"Lo pacaran sama Dewa, ya?" tanya Nanda dengan perlahan. Ada sedikit keraguan dan khawatir yang tersirat di dalam pertanyaannya.

"Hah? Ck, engga. Siapa yang bilang?" tanya Lia balik.

"Lo kan abis menang Couple of The Year, oon," sahut Nanda sambil tertawa ringan.

"Oh iya juga," kata Lia sambil menunjukkan cengirannya.

"Gue tuh gak pacaran. Emang temen kelas gue aja yang nyuruh gue sama Dewa buat ikut," jelas Lia.

"Kenapa lo mau?" tanya Nanda.

"Kalau gue gamau, nilai sikap kelas bakal berkurang lah! Mereka aja belum ngisi form pas hari H gara-gara gue nolak terus," ujar Lia. Ia mengingat betapa bersikerasnya teman-teman kelasnya pada saat itu.

"Oohh, jadi lo ga pacaran sama Dewa?" tanya Nanda sekali lagi. Untuk memastikan.

"Engga, Nandaaa. Astaga. Lo mau nanya berapa kali? Nanya sekali lagi gue kasi piring cakep nih."

Nanda hanya tertawa dengan ringan. "Syukurlah," ujarnya tanpa sadar.

"Hah? Kenapa syukur?" tanya Lia.

"Gapapa, syukur aja lo menang Couple of The Year."

"Dih, gue aja bingung kenapa bisa menang," sahut Lia acuh.

"Chemistry lo sama Dewa keren banget soalnya. Padahal gak pacaran," ucap Nanda. Ada sedikit kekecewaan yang hadir di perasaannya saat mengingat pemutaran video tadi.

"Lo kok malah ikut bilang gitu? Gue gatau, apa gue harus seneng atau malah kesel tiap denger itu," ujar Lia sambil tertawa ringan.

Mereka mengobrol satu sama lain cukup lama. Dan tentunya menertawakan banyak hal. Mereka selalu memiliki topik yang nyambung dan humor yang se-level.

Dibalik kebahagiaan sesaat mereka, ada seseorang yang memperhatikan mereka dari meja di dalam kelasnya. Mereka tak tahu, jika keberadaan mereka masih terlihat dari mejanya. Dan tentu, keakraban mereka terlihat sangat jelas di mata Dewa.

Jujur, Dewa merasa sedikit panas dan terganggu melihat kedekatan Lia dan Nanda. Namun ia mengelak, mungkin ini hanya perasaan bersalahnya, karena 'bercandaan' yang sangat ia sesali, mengapa ia harus mengatakan itu tadi.

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Hola semuaa, makaciw sudah mampir dan apresiasi cerita inii😍❤️

Have a great day & night semuanya

Maaf banget ya update nya ngaret lagi :')

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

809 147 62
Karena sebuah peraturan dari raja vampir membuat Vele dan Vale harus hidup terpisah selama dua puluh tahun lamanya. Tak ada yang tahu jika masing-mas...
1M 15K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
20.3K 2K 54
[TAMAT] Cover story oleh sendiri. High Rank #2 in Fian 04/03/2019 High Rank #11 in Kutubuku 04/03/2019 High Rank #110 in Coldboy 06/05/2019 High Rank...
74.4K 13.8K 73
[TELAH DIBUKUKAN] Diselamatkan oleh seorang penyihir dingin? Maira tiba-tiba saja mendapati dirinya terbangun dalam sebuah kuncup bunga yang sangat b...