Unspoken Feeling

By dheamtrd

2.2K 1K 1.8K

[Completed] ✔️ "Mulut lo menye-menye terus, kaya buaya," omel Lia. "Ya namanya juga cowok. Terus kalau gue ga... More

Heyyo!
Prolog
01 - Nyebelin
02 - Setan
03 - TOD
04 - Pangeran
05 - Curhat
06 - Waiting
07 - Kulit Badak
08 - Seni Budaya
09 - Hotspot
10 - Nanda
11 - Cerita
12 - Kecium Basket
13 - Gambar
14 - Ayo
15 - Pemaksaan
16 - Tanda Maaf
17 - Nonton
18 - Cerewet
19 - Piket
20 - Bulu Tangkis
21 - Drama?
22 - Her first boyfriend?
23 - About him
24 - Ambil nilai lagi
25 - Mayat hidup
26 - Pak Gokil
27 - Rumah Lia
28 - First kiss?
29 - Ibu Lia
30 - Latihan
31 - Hari H
32 - Makasi, AP
33 - Random gurl
35 - Younghoon?
36 - COTY
37 - Just kidding
38 - Awkward
39 - Terjebak
40 - Nanda vs Dewa
41 - Alika
42 - Dia
43 - Be friend?
44 - Perkara surat
45 - Dita & F
46 - Habis ci--
47 - Pacaran?
48 - Mau selingkuh
49 - Taruhan
50 - Sayang
Epilog
Flashback: Our 1st meet

34 - Lia's story

32 12 18
By dheamtrd

Suasana kembali hening. Setelah pertanyaan Dewa yang terakhir, ia jadi bingung akan membahas apa dengan Lia. Hanya terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang, dan suara dedaunan yang saling menyapa satu sama lain karena hembusan angin.

"Hm, Wa. Gue mau cerita sesuatu ke lo, boleh gak?" tanya Lia secara tiba-tiba sambil menatap Dewa.

Dewa mengerutkan dahinya bingung, "Ya cerita aja, biasanya lo kan as--"

"Ini nyangkut Tiara," potong Lia.

Dewa awalnya tampak ragu, namun ia menganggukkan kepalanya secara perlahan. Lagipula jika Lia ingin bercerita padanya, itu artinya ia percaya pada Dewa. Dan Dewa juga ingin mengetahui tentang Tiara lebih jauh. Bukan, kini bukan karena ia menyukai Tiara. Tapi karena ia merasa ada sesuatu yang ganjal.

Hening beberapa detik, lalu Lia menghela nafasnya berat.

"Gue gatau kenapa mau nyeritain ini ke lo, tapi lo anggep cerita gue angin lalu aja, ya? Gue cuma lagi mau cerita sama orang."

Dewa semakin bingung dengan perkataan Lia. Sebenarnya apa yang akan ia ceritakan? Lia tampak sangat sedih dan juga serius.

Dewa hanya diam dan menatap Lia dengan tatapan bingung.

"Jadi, dia pernah nuduh gue nyuri HP guru waktu kita kelas sembilan," ucap Lia membuka suara.

Dewa awalnya terkejut, namun ia tetap memilih untuk diam dan menunggu kelanjutan cerita dari Lia.

"Katanya sih karena dulu dia suka sama cowok yang nyukain gue. Padahal gue aja nggak tau itu cowok suka sama gue, dan gue juga gatau kalau dia suka sama cowok itu,"

"Dan kebetulan salah satu guru dulu sedang kehilangan HP setelah ngajar di kelas gue. Bahkan gue gatau guru itu kehilangan HP kalau gue gak diajak salah satu temen gue buat ke perpus, yang katanya mau minjem buku,"

"Dan ternyata temen gue itu udah kerja sama bareng guru gue dan Tiara buat manggil gue ke perpus," ujar Lia sambil tersenyum lirih. Pandangannya kini sudah berubah menjadi menatap rumput-rumput di depannya yang sedang bergoyang.

"Terus gimana?" tanya Dewa. Ia kini sudah menatap Lia sendu. Ia merasa kasihan pada Lia, padahal mereka hanya baru mengenal beberapa bulan.

Lia lagi-lagi menghela nafasnya berat sambil berusaha tersenyum, "Gue dipanggil sama guru itu. Dan ditanyain diceramahin ini itu,"

"Gue masih gapapa kalau guru itu enggak ikut nuduh gue dan cuma sekedar nanya ke gue. Tapi kayanya karena Tiara, yang bisa dibilang salah satu murid kesayangannya guru itu nuduh gue, jadi guru itu juga ikut nuduh gue. Bahkan gue sampe dibent--tak." Lia menghentikan ceritanya selama beberapa saat untuk mengatur agar air matanya tidak keluar. Namun hidung dan mata Lia sensitif, mereka tidak bisa diajak bekerja sama.

"AP, lo gapapa?" tanya Dewa prihatin. Ia tak bisa melihat Lia seperti ini. Padahal Lia belum mengeluarkan air matanya. Mata miliknya hanya baru berkaca-kaca.

Lia menggeleng, "Gapapa. Kalau gue cerita, justru beban gue hilang dikit rasanya."

"Harusnya gue yang nanya sama lo, lo gapapa ga kalau gue lanjut ceritanya?" tanya Lia sambil sedikit tertawa. Walau susah.

Dewa menggeleng, "Kalau lo ngerasa nyaman dan lebih tenang habis cerita, cerita aja. Kalau lo udah gak kuat, enggak usah diceritain, gapapa."

Lia mengangguk sambil tersenyum. Ia kembali menatap rumput di depannya.

"Sampe mana tadi? Aish, bisa-bisanya gue lupaan gini di tengah cerita," ujar Lia sambil sedikit tertawa.

"Lo sampe di perpus, terus--"

"Ah, iya, makasi," potong Lia sambil sedikit tersenyum menatap Dewa. Ia kembali menatap rumput. Sebenarnya alasan ia memotong perkataan Dewa adalah karena ia tak kuat mendengar kata selanjutnya.

"Terus lucunya, ternyata temen gue gak mau minjem buku, dia cuma drop gue ke guru itu, dan mereka cuma nontonin gue dibentakin," lirih Lia.

"Mereka?" tanya Dewa perlahan. Lia mengangguk, "Iya, bareng Tiara."

Dewa tak terkejut mendengar itu. Ia justru lebih ingin mendengar kelanjutan cerita Lia.

"Gue bener-bener gatau apapun, tapi guru itu terus bentakin gue, nuduh gue. Bahkan mereka enggak ada yang bela gue sama sekali, yang ada malah makin mojokin gue. Gue rasanya sampe keringet dingin, haha. Bukan karena gue takut dituduh, tapi gue paling gabisa dibentak. Gue-- gabisa." Tangis Lia langsung pecah. Namun ia tak membiarkan itu. Lia langsung menarik nafasnya panjang dan berusaha mengatur tangisnya agar tidak keluar. Walau sulit.

"Gue sampe nangis, gue juga gatau kenapa tuh air mata bisa keluar tiba-tiba dari mata gue. Dan karena itu, gue makin dituduh," lirih Lia.

"Katanya karena gue nangis."

"Lo emangnya gak bilang kalau lo gatau apapun tentang itu?" tanya  Dewa dengan perlahan.

"Gue bilang. Tapi yang namanya juga udah nuduh dan bersikeras kalau yang nyuri HP nya guru itu tuh gue, ya mau gimana lagi? Haha," ujar Lia dengan tawa hambar.

"Kenapa ga ditelpon aja HP gurunya?" tanya Dewa.

"HP nya dimatiin," sahut Lia.

"Terus lo di perpus berapa lama?"

Lia menaikkan bahunya, "Gatau. 30 menit lebih kayanya," jawab Lia dengan nada santai. Tapi di dalam lubuk hatinya, ia sangat sakit mengingat itu semua. Sebenarnya ini hal yang tak ingin Lia ingat, tetapi pikiran randomnya tak bisa dihentikan.

"Lo turun bareng mereka, 'kan?" 

Lia menggelengkan kepalanya, "Mereka ninggalin gue. Diem disana cuma sampe sebelum bel masuk bunyi," ujar Lia yang sedikit tak percaya. Ia hanya bisa sedikit tertawa kala mengingat kejadian itu. Entah tragis atau tidak, jika Lia mengingatnya, antara sedih tetapi bisa membuatnya tertawa ringan.

"Sebenarnya sih dari awal gue juga udah curiga, kenapa temen gue itu tiba-tiba ngajak gue ke perpus, padahal gue diem di kelas dan dia habis dari luar kelas."

"Terus, siapa yang nyuri HP guru itu?" Dewa semakin ingin mendengar cerita Lia.

"Ada, temen kelas gue yang lain."

"Dia tau kalau lo dituduh?" Lia menggeleng, "Yang tau cuma temen deket gue, Dita sama temen deketnya, dan Tiara bareng temen deketnya,"

"Dan mereka semua percaya gue, kecuali yang nuduh gue."

"Lo dulu gak deket sama Dita?" tanya Dewa dengan sedikit terkejut. "Ya deket, tapi gak kaya sekarang. Gue dari dulu emang udah percaya sama dia."

"Abis ketauan siapa yang nyuri, mereka dan guru itu minta maaf, kan, ke lo?" tanya Dewa curiga.

Lia menggeleng dengan pelan, "Gak ada, seolah-olah mereka gak pernah nuduh gue."

Dewa semakin prihatin mendengar cerita Lia. Ia tak tahu jika Lia yang selalu cerewet, jahil, dan berusaha menghibur temannya, ternyata pernah merasakan sedih juga.

Ya iyalah, anjir, aneh-aneh aja lu, Dewa.

"Terus kenapa sampe sekarang gue liat lo sama Tiara masih deket aja?"

Lia menaikkan alisnya, "Ya gapapa. Gue juga gatau kenapa gue gak bisa benci orang. Kalau mereka bersikap seolah gaada apa-apa, ya ngapain juga gue harus bersikap kaya abis terjadi apa-apa?"

Suasana menjadi hening beberapa saat.

"AP, lo jangan jadi orang yang terlalu baik," ujar Dewa dengan nada pelan.

Lia langsung menggeleng.

"Menurut gue, gue tuh jahat. Bisanya ngerepotin orang doang, berisik, selalu maksain orang buat ngikut kehendak gue, dan banyak lainnya,"

"Sometimes i just wanna hate myself, but still i can't. Mungkin banyak diluar sana yang benci gue, tapi gue tetep harus sayangin diri sendiri. Walau gue gak ngerasa diri gue baik."

"Kenapa gue harus kaya gini, Wa?" tanya Lia lirih sambil menahan tangisnya. Namun fokusnya masih pada rumput hijau yang berada di depannya. Lia menyadari semua hal itu. Lia selalu merasa dirinya adalah manusia terjahat.

Bahkan setiap Lia tidak sibuk, pikiran-pikiran yang mengganggunya selalu mendatanginya. Semua pikiran tentang Lia yang selalu merasa kurang di segalanya selalu berdatangan. 

Itulah mengapa ia menjadi penikmat K-Pop. Setidaknya dengan menyibukkan diri dengan idolanya di sela-sela waktu luangnya, terutama dengan THE BOYZ, Lia jadi lebih bersemangat dan sedikit membuang pikiran yang mengganggunya. Tak jarang ia juga bahkan mendapat motivasi dari mereka.

"AP, lo jangan ngomong kaya gitu. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan. Don't try to hate yourself, there are still so much people loves you," ucap Dewa sambil mengusap pelan tangan kiri Lia yang berada di kursi.

Lia menarik tangannya dan melepas elusan Dewa. "Tapi dari sekian orang itu juga banyak yang cuma pura-pura sayang gue. Bahkan gue aja kadang suka nanya ke diri sendiri, keluarga besar gue dan temen-temen yang deket sama gue tuh beneran sayang sama gue apa engga."

"But it's okay tho if they're pretending. Seenggaknya gue ngerasa disayang sama orang lain diluar keluarga inti gue."

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Hai, makasih udah mampir dan apresiasi cerita ini!😍

Semoga bisa terhibur dan mengisi waktu luang kalian yaa.

Have a great day & night semuanya!💕

Continue Reading

You'll Also Like

868 175 11
Nathan 💕💕 Aku mau kita putus! |
6.9K 923 33
𝙘𝙝𝙖𝙧𝙢𝙞𝙣𝙜 𝙖𝙣𝙜𝙚𝙡 ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ➳ ❝ ʙᴏʀɴ ᴛᴏ ᴄʜᴀɴɢᴇ ʜɪꜱᴛᴏʀʏ. ❝ ─ 𝒞𝒽𝑒𝓇𝓎𝓁 ─ Fantasy ─ Humor ─ Romance ⚠️𝐓𝐇𝐈𝐒 𝐒𝐓𝐎𝐑�...
9.4K 5.8K 43
Fantasy - Adventure - Teen Fiction Draf : dari awal Mei 2022 Published : 30 November 2022 End : 21 April 2023 CERITA INI HANYA TERSEDIA DI WATTPAD J...
1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...