Beauty Psycho (END)

By Yayaaaaa__5

177K 29.6K 1.6K

[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA IN... More

Prolog
TPB 1 : Pertunjukan Menarik
TPB 2 : Elisha Laudya
TPB 3 : Kelinci Kecil
TPB 4 : Bertemu Gadis Bernama Airin
MPG 5 : Sahabat Bayaran
MPG 6 : Pertemuan Di Kafe
MPG 7 : Sean Pradipta
MPG 8 : Masa Kelam
MPG 9 : Antara Rahasia dan Penyesalan
MPG 10 : Tertekan
MPG 11 : Mimpi Itu Lagi
MPG 12 : Kelompok
MPG 13 : 6 Bulan
Beauty Psycho 14 : Diskusi
Beauty Psycho 15 : Teringat Sesuatu
Beauty Psycho 16 : Hal Yang Memalukan
Beauty Psycho 17 : Body Shaming
Beauty Psycho 18 : Perselisihan Kecil
Beauty Psycho 19 : Apartemen Nia
Beauty Psycho 20 : Tekanan dan Rasa Penasaran
Beauty Psycho 21 : Kebingungan Sean
Beauty Psycho 21 : Dihantui Masa Lalu
Beauty Psycho 23 : Kecurigaan Sean
Beauty Psycho 24 : Pemakaman
Beauty Psycho 25 : Permasalahan Yazen
Beauty Psycho 26 : Cherophobia
Beauty Psycho 27 : Yazen Yang Menyebalkan
Beauty Psycho 28 : Saling Menatap Tajam
Beauty Psycho 29 : Elena Yang Tiada
Beauty Psycho 30 : Bertemu Rivan dan tunanganya.
Beauty Psycho 31 : Kebencian Sean
Beauty Psycho 32 : Pesan Misterius
Beauty Psycho 33 : Berita Koran
Beauty Psycho 34 : Kode Aneh
Beauty Psycho 35 : Sisi Lain Netta
Beauty Psycho 36 : Penyusup Misterius
Beauty Psycho 37 : Memecahkan Kode (1)
38. Beauty Psycho : Memecahkan Kode (2)
Beauty Psycho 39 : Kematian Elisha
Beauty Psycho 40 : Tertangkap
Beauty Psycho 41 :
Beauty Psycho 42 : Arti Pesan SMS
Beauty Psycho 43 :
Beauty Psycho 44 : Pertanyaan Sean
Beauty Psycho 45 : Bunuh Diri atau Menyelamatkan diri?
Beauty Psycho 46 : Usut Punya Usut
Beauty Psycho 47 : Peringatan
Beauty Psycho 48 : Undangan
Beauty Psycho 49 : Elisha Pemicu Keretakan Alexander
Beauty Psycho 50 : Mengunjungi Ana
Beauty Psycho 51 : Elisha Inginkan Kekuasaan
Beauty Psycho 52 : Apartemen Ana (2)
Beauty Psycho 53 : Kecupan Manis
Beauty Psycho 54 : Anak Lain Edison
Beauty Psycho 55 :
Beauty Psycho 56 : Menyelinap Masuk
Beauty Psycho 57 : Saudara Lain Elisha
Beauty Psycho 58 : Don Alexander
Beauty Psycho 59 : Pertemuan Korban dan Pelaku
Beauty Psycho 60 : Menginap
Beauty Psycho 61 : Bubur Buatan Ana
Beauty Psycho 62 : Kedatangan Nathan
Beauty Psycho 63 : Rumah Sean
Beauty Psycho 64 : Sean, Si Cowok Pasif
Beauty Psycho 65 : Kesalahpahaman Manis
Beauty Psycho 66 : Mario William
Beauty Psycho 67 : Tamparan
Beauty Psycho 68 : Rumah Makan
Beauty Psycho 69 : Menelisik Lebih Dalam
Beauty Psycho 70 : Diikuti
Beauty Psycho 71 : Perseteruan Para Tetua
Beauty Psycho 72 : Pertemuan
Beauty Psycho 73 : Cerita Masa Lalu Dion
Beauty Psycho 74 : Sosok Dibalik Itu
Beauty Psycho 75 : Hans William
Beauty Psycho 76 : Kecelakaan Mobil
Beauty Psycho 77 :
Beauty Psycho 78 : Penawaran Menarik
Beauty Psycho 79 : Sang Tuan Rumah
Beauty Psycho 80 : Untuk Waktu Kedepannya
Beauty Psycho 81 : Selingkuhan Erika
Beauty Psycho 82 : Keberadaan Syina Pradipta
Beauty Psycho 84 : Hotel (1)
Beauty Psycho 85 : Hotel (2)
Beauty Psycho 86 : Skandal Si Beauty Psycho
Beauty Psycho 87 : Burung Kedasih
Beauty Psycho 88 : Ancaman Edison
Beauty Psycho 89 : Skandal Perselingkuhan
Beauty Psycho 90 : Ada Apa Dengan Anjing?
Beauty Psycho 91 : Dibalik Segala Rencana
Beauty Psycho 92 : Password Brankas
Beauty Psycho 93 : Terkumpulnya Nama Tersangka Dan Bukti
Beauty Psycho 94 : Awal Kelahiran Elena
Beauty Psycho 95 : Identitas Asli
Beauty Psycho 96 : Mendapatkan Kembali Hak Yang Direbut
Beauty Psycho 97 : Menyelesaikan Segalanya
Beauty Psycho 98 : Menyerah Atau Memaksa Diri Untuk Kalah (END)
Epilog
Ekstra Part

Beauty Psycho 83 : Satu Nama Terungkap

1K 219 7
By Yayaaaaa__5

"Kenapa lo nggak sekolah?" tanya Sean datar.

Sepulang sekolah, Sean langsung mengendarai motornya ke kediaman Elisha yang sangat jauh dari sekolahnya. Pemuda itu penasaran dengan keadaan gadis itu.

"Hmm, gue cuma nggak enak badan doang," jawab Elisha sedikit tak nyaman dengan tatapan Sean yang terlampau dingin.

Mendengar itu, ekspresi Sean langsung melunak. Pemuda itu langsung merasa khawatir dengan apa gadis dihadapannya.

"Sekarang lo baik-baik aja 'kan?" tanyanya cepat membuat Elisha mengulum senyum. "Tentu, seperti yang lo lihat," jawab Elisha.

Diam-diam Sean menghela nafas lega dan menyunggingkan senyum tipis. Elisha yang melihatnya langsung terpaku lalu ia berdehem dengan wajah memerah.

"Awalnya gue mau ngajak lo dinner. Tapi ya karena lo sakit, gue tunda aja," ujar pemuda itu.

Elisha tertegun. Padahal ia sudah menolak Sean di pesan chat tadi, tetapi pemuda itu ternyata gigih juga, ya? Wah! Elisha merasa perutnya sedang digelitiki hingga ia tidak tahan untuk tidak tersenyum manis.

Elisha memainkan taplak meja dengan jemarinya. Gadis itu lalu menatap canggung Sean. "Untuk penolakan tadi pagi, sori. Gue emang punya sedikit kesibukan nanti malam."

Sean malah tersenyum semakin manis lalu menjawab, "Gue ngerti."

"Tapi, lo ngajak dinner buat apa? Ada yang mau lo omongin?"

Pertanyaan Elisha sukses membuat Sean tersedak air ludahnya sendiri. Elisha mengernyitkan dahi, sedikit kaget dan bingung mengapa Sean tiba-tiba bertingkah demikian.

"Nggak ada—"

"—Maaf memotong." Don tiba-tiba datang dan menyela sambil melirik Sean yang hendak mengatakan sesuatu.

Lelaki itu lalu memusatkan atensi pada Elisha yang duduk tenang. "Nona, Anda mendapatkan undangan dari kediaman utama Alexander."

Mata Elisha sontak terbelalak dan gadis itu langsung saja meletakkan gelasnya tiba-tiba karena tangannya bergetar. Ya Tuhan, mengapa Don mengungkit nama Alexander didepan Sean sih!?

"Ah? Be-begitu?" tanya Elisha, sedikit gelagapan.

"Keluarga gue juga dapat." Tiba-tiba Sean berceletuk membuat Elisha sedikit merasa lega. Andai jika ini pertemuan pribadi, pasti Sean akan curiga.

Mengingat bahwa Sean juga mendapatkannya, berarti undangan terbuka ini diberikan kepada banyak orang. Elisha lega mengetahuinya.

Gadis itu lalu menghela nafas. "Undangan apa?" tanya Elisha santai, mencoba bersikap senormal mungkin.

"Lusa diadakan pesta untuk merayakan Tuan Edison Alexander sebagai kepala keluarga," jawab Don lugas.

Elisha berdecih dalam hati. Lusa adalah hari ulang tahunnya dan tampaknya sang ayah ingin memperlihatkan teritorialnya. Sungguh, Elisha muak.

Don lalu menghela nafas, merasa ikut larut dalam kegusaran sang nona. "Mana di hari ulang tahun Nona lagi," keluhnya pelan.

Sean mendongak, menatap Don dengan perempatan siku yang tercetak jelas. Pemuda itu mengernyitkan dahi dengan binar kelamnya yang jernih.

Apa tadi? Elisha berulang tahun lusa ini? Sean seketika menyunggingkan satu senyuman misterius. Pemuda itu memikirkan sesuatu yang akan ia lakukan tanpa disadari Elisha

Ngomong-ngomong tentang ulang tahun, entah ini takdir atau bencana, ulang tahun Elisha dan Elena tepat ditanggal dan bulan yang sama. Tentunya pada tahun yang berbeda.

Walaupun begitu, Elisha tentunya sangat merasakan bagaimana rasanya berulang tahun bersama dengan saudari yang ia benci.

"Kepala keluarga berganti, bagaimana dengan sistemnya, ya?" Elisha merasa itu bukanlah pertanyaan, itu sebabnya ia hanya bisa diam beberapa detik.

"Sepertinya iya, setiap pergantian seperti ini, pasti ada satu, dua, perubahan," jawab Elisha, sedikit sangsi juga sih jawabnya.

Sean mengangguk kecil, ia meminum kopi yang dibuatkan untuknya pelan-pelan. "Saat kepala keluarga terdahulu yang berkuasa, gue hampir sulit mencari cela keluarga itu."

Elisha sekali lagi menengadah. "Benarkah?"

"Iya. Itu sebabnya, gue agak sentimental saat melihat lo tahu banyak tentang Alexander."

Elisha terdiam, gadis itu memegang gagang cangkir sambil menatap isinya dalam-dalam. Hatinya merasa gelisah.

"Sudah jadi rahasia umum kalau Alexander itu begitu tertutup. Mengingat mungkin hanya keluarganya saja yang tahu lebih lengkap tentang rahasia keluarganya," sambung Sean santai. Ia lalu menyesap kopinya dan kembali menatap Elisha.

"Menjadi 'teman' Elena bukan berarti lo tahu segalanya, bukan? Akan terdengar mustahil, gadis yang dikurung seperti Elena memiliki seorang teman."

Sorot mata Sean yang tajam itu seakan mengintimidasi Elisha yang melihatnya. Entah mengapa
Elisha merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Tentu saja, ini seperti sindiran halus atau sebuah tuduhan?

Tapi, Sean sepertinya tidak sengaja. Benar tidak sih?

Tidak mungkin Sean tiba-tiba mengetahui itu, bukan?

Mengapa Sean bisa mencurigai dirinya? Jika seperti ini, bagaimana lagi cara Elisha menyangkalnya? Ini adalah kebenarannya.

Dengan wajah datar, Elisha bertanya, "Apa maksud lo, Sean?"

"Bukan apa-apa."  Setelah itu, keheningan menyelimuti kedua insan yang sibuk dengan pemikiran masing-masing.



***

Malam sebelumnya

Dino menatap istrinya dengan wajah sedikit cemas. Kentara sekali hingga Nita berkali-kali menghela nafas gusar.

"Bu Syina tidak mau menjawab semua pertanyaanku. Bagaimana ini? Mengetahui tempatnya saja tanpa tahu letaknya menyulitkan kita." Wanita itu lalu mendesah frustasi.

"Bagaimana lagi, Nita, kau tetap harus membuatnya buka mulut agar penantian 7 tahun ini tidak sia-sia," jawab Dino sedikit dingin.

"Aku sudah muak dengan wanita itu. Belum lagi cucunya, Sean itu!" jawab Nita berapi-api.

"Sebenarnya apa yang membuatmu tetap mempertahankan Sean? Dia akan menghambat segalanya jika mengetahui apa yang terjadi," sambung Nita tak habis pikir.

Dino tidak menjawab untuk beberapa detik. Lelaki itu hanya tersenyum penuh arti sebelum kembali menatap sang istri.

"Panggilkan Sean sekarang, Nita!"

Walaupun banyak pertanyaan yang menghinggapi benak Nita, wanita itu tetap mengangguk lalu keluar dari ruang kerja suami dan berjalan menuju kamar sang keponakan.

"Sean, sayang?" panggil Nita dengan senyuman hangat, menatap Sean. Wanita itu tiba-tiba mengernyitkan saat melihat Sean yang tengah menatap sebuah cincin.

Bentar dulu, Nita tidak salah lihat, 'kan?

Cincin?

Cincin untuk siapa?

Nita terlalu lama terjebak dalam pemikirannya hingga wanita itu tidak sadar kalau Sean menyadari kehadirannya. Sean langsung menyembunyikan cincin itu dan menatap bingung Nita.

"Ada ... apa, Ma?" tanya Sean, terkejut dengan kedatangan Nita yang tiba-tiba.

Senyum Nita yang awalnya luntur karena terkejut langsung tersungging kembali. Wanita itu lalu mendekat sambil sesekali melirik bantal, mencoba melihat cincin sebelumnya.

Sean langsung menggeserkan tubuhnya untuk menutupi pandangan Nita. Pemuda itu sekali lagi bertanya, "ada apa, Ma?"

"Ah?"

Nita tersentak kembali, wanita itu langsung terlihat gelagapan dan salah tingkah. "Ayahmu menyuruh ke ruang kerja."

"Ruang kerja?" gumam Sean. Pemuda itu lalu meninggalkan Nita dan berjalan keluar dari kamar.

Emangnya ada apa sampai Dino memintanya mendatanginya? Pasti ada sesuatu yang penting hingga itu terjadi. Sean lalu memasuki ruang kerja itu dan mendapati Dino yang sedang tersenyum.

"Ada apa, ayah?" tanyanya langsung.

Dino terdiam sejenak sebelum akhirnya mengulas senyum manis. "Ini tentang Alexander."

Mendengar itu, alis Sean tertaut. Pemuda itu langsung terlihat ingin tahu dengan apa yang akan dikatakan oleh Dino.

"Ayah sudah mengetahui siapa anak itu, Sean."

Deg

Sean sudah tidak bisa mengontrol lagi ekspresi wajahnya. Pemuda itu langsung membeku di tempat dengan pandangan yang sukar diartikan.

Ini namanya jawaban atas penantian! Harusnya Sean senang sekali, tetapi entah mengapa hatinya khawatir. Seperti ada sesuatu yang membuatnya gelisah, Sean tidak sadar bahwa tubuhnya gemetaran.

"Siapa dia, ayah?" Suara Sean merendah dan terdengar dingin. Siapapun tahu bahwa pemuda itu sedang serius. Dino mengulum senyum, banyak yang ia pikirkan di otaknya yang kecil.

"Gadis itu membunuh adikmu. Gadis itu membunuh Elena, saksi mata. Gadis itu anak dari pasangan Alexander. Gadis itu—"

"—Cukup!" Sean mengepalkan tangannya. Dino tampaknya ingin dendamnya kembali berkobar sebelum mengetahui siapa orang itu ternyata.

"Gadis itu memanfaatkan eksistensimu, Sean," lanjut Dino.

"Apa?"

Sungguh, Sean tidak paham dengan jenis basa-basi dari Dino. Ia sudah mati penasaran dengan apa yang dikatakan pamannya itu.

"Gadis itu memalsukan nama keluarganya dan terus berada di sampingmu." Dino tertawa terbahak-bahak dalam hati melihat wajah keponakan diselimuti oleh kabut kemarahan.

Lihatlah kuku jarinya yang memutih itu. Dino yakin keponakannya itu bisa mematahkan sesuatu dengan genggaman tangan sekuat itu.

"Dia menipumu sejak awal, Sean."

"Siapa dia, ayah!?" tanya Sean dengan bulu mata bergetar. Wajahnya memerah dan tubuhnya terasa semakin lemas.

Sekelebat ingatan masa lalu kembali menghantui pemuda itu. Ingatan disaat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat adik dan orangtuanya tiada.

Ingatan tentang bagaimana ia berlari dan berteriak menyelamatkan diri dari semua hal yang ia takutkan.

"Gadis itu ... Elisha Laudya .... Alexander."

Mata Sean terbelalak dan ia menatap kaget sang paman. Pemuda itu tidak bisa berkata-kata karena terkejut. Rasanya seperti ada ribuan belati yang menusuk dadanya hingga sesesak ini.

Sean tertawa renyah, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Tapi, ia tidak bisa menyangkal dan tubuhnya limbung jatuh ke lantai.

Tatapannya kosong, ia jadi teringat buku silsilah keluarga yang ia temukan di kediaman utama Alexander. Pemuda itu jadi teringat bagaimana bisa gadis itu terlihat dekat dengan keluarga Alexander.

Tapi ... salahkan Sean jika dalam hati ia menyangkalnya?

Itu tidak mungkin. Jika Elisha yang selalu disampingnya adalah Elisha keturunan Alexander, gadis itu tidak mungkin mengajak ia bekerja sama, bukan?

Elisha juga anak dari Mario William! Keturunan Alexander adalah sesuatu yang tidak mungkin, bukan!?

"Kau lebih tahu dari siapapun, kalau tidak ada anak lain bernama Elisha di Alger."

Suara Dino kembali terdengar menambah beban dan sesak di dada Sean. Sean sudah menyelidiki ini sejak ia kembali dari kediaman Alexander untuk mencari bukti-bukti.

Tidak ada nama Elisha selain Elisha Laudya William.

Sean tidak ada pilihan selain percaya, bahwa Elisha tidak akan mengkhianatinya.

Dino menjilati bibirnya yang kering lalu ia berdehem. "Kau juga yang paling tahu bahwa Elisha bukanlah gadis biasa. Ia bahkan sudah beberapa kali terjerat kasus perundungan dan penganiayaan."

"Kau pikir, dia tidak bisa menipumu? Kau begitu naif, Sean." Dino terus menekannya Sean tentang Elisha.

"Sean, jangan goyah! Ingat tujuan awalmu!? Balas dendam!" seru Dino tiba-tiba.



***


"Lo tetap mau nembak dia walaupun udah tahu semuanya?" tanya Dion hati-hati.

Tadi, saat ia melewati ruang kerja Dino, Dion tidak sengaja mendengar poin penting pembicaraan itu. Pemuda itu hanya bisa kembali ke kamar dan menunggu beberapa jam sebelum ke kamar Sean.

Lihatlah bagaimana berantakannya kamar ini. Terlebih, Dion bisa melihat dengan jelas wajah kelelahan pemuda itu.

"Gue tetap sama rencana gue," jawab Sean membuat Dion meneguk ludah.

"Lo masih nggak percaya?" cicitnya, bertanya.

Sean menghembuskan nafasnya kasar. Pemuda itu lalu membalikkan badan dan menatap Dion dengan wajah malas. "Kalau lo ada diposisi gue, lo pikir gue percaya atau nggak?"

Dion menunduk lalu ia menghela nafas panjang. "Gue tipe orang yang percaya kalau itu sesuai apa yang gue lihat. Tapi, bukan berarti gue nggak akan terpengaruh dengan omongan orang yang gue percaya, terlebih ayah," jawabnya panjang.

"Gue juga. Gue antara percaya nggak percaya."

"Tapi ..." Dion benar-benar prihatin dengan apa yang terjadi dengan sepupunya ini, "apa yang dikatakan ayah benar."

Pemuda itu lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue pernah ke kediaman Alexander terus gue lihat Elisha datang ke sana, Sean. Lo lupa, Elisha juga ada di kediaman Edison saat pulang kencan sama gue."

Dari sini, Dion bisa melihat bahu Sean mengeras. Ia hanya bisa menghela nafas lalu mencari rekaman audio yang sempat ia rekam.

"Maafin gue, Elisha," gumam Dion.

"Halo, para beban keluarga yang udah malam tapi masih nongkrong di rumah orang."

"Itu juga yang cewek-cewek, mau jadi lonte? 15 menit lagi jam 8, masih di sini."

"Ah, Nona William? Mau mencari Paman Edison?"

"Dion, kalau lo nggak suka sama si gatal Jane, lo bisa tolak ajakan ke rumah ini. Kan Pradipta jadi nggak ada harga dirinya lagi karena anaknya datang ke rumah musuh."

Sean semakin membeku ditempat dengan mata yang terbelalak. Pemuda itu bahkan tidak berkedip sama sekali hingga rekaman suara itu habis.

"Sean, coba lo pikir. Mana ada tamu yang ngusir orang dari rumah tuan rumah. Mana ada tamu luar, yang ngehina teman-teman tuan rumah kecuali kalau dia juga anggota di rumah itu," ujar Dion, berharap ia bisa menyadarkan Sean.

"Dan Elisha terang-terangan menghina Jane. Sean, coba lo pikir, gue yang anak Pradipta aja nggak bisa nolak permintaan Jane karena status gue masih dibawah dia. Dan Elisha? Anak William berani menghina Jane?"

"Elisha anak dari orang berkuasa, Sean. Tapi, kekuasaannya masih dibawah keluarga kita. Elisha pasti pikir-pikir kali mau menyinggung orang."

Rahang Sean mengeras dengan pandangan kosong. Keringat dingin mulai membasahi punggung dan pelipisnya.

"Lo dengar apa kata Jane? Mau mencari Paman Edison? Nah, Jane aja kayak udah tahu tujuan Elisha kalau datang ke sana. Harusnya, logikanya Elisha itu datangi Jane buat main!" Dion mulai berseru frustasi.

"Jane juga bilang, 'Paman Edison'. Kenapa dia nggak bilang 'Paman gue'?" Dion kembali menyerang, tanpa sadar bahwa ucapannya menusuk renung hati Sean yang sudah tertekan.

"Itu karena Elisha teman Elena! Dia juga pasti kenal baik dengan Jane dan Edison!" bantah Sean sambil menggelengkan kepalanya, ia berusaha tidak terpengaruh dengan ucapan-ucapan yang membuatnya goyah.

Mendengar itu, Dion mendengus tidak percaya. "Lo percaya itu? Lo sendiri bilang kalau Elena itu sering di kurung! Lo pikir nyokap bokapnya diam aja melihat anaknya punya teman!? Enggak!"

"Lebih logis kalau Elisha temenan sama Elisha Alexander. Tapi mereka itu orang yang sama dan itu sama sekali nggak mungkin! Sekarang ini kasta berbicara, Sean! Sedekat apapun orang, dia bakalan bicara formal! Kalaupun enggak, berarti kedekatan itu nggak bisa dipertanyakan! Ada hubungan dibalik itu semua!"

Tubuh Sean semakin lemah dan lemas. Kepalanya sakit dengan semua argumen dari sang sepupu. Dion hanya diam, ia berulang kali meminta maaf kepada Elisha dalam hati.

Telat saat Elisha turun dari mobil, Dion melihat itu. Karena sebab itulah, pemuda itu bisa sempat merekam pembicaraan Elisha yang terlihat sekali kalau ia dan Jane saling mengenal.

Maaf, kak Elisha. Sean juga harus tahu kebenaran yang lo sembunyikan.

***




"Sean?"

Sudah hampir 15 menit mereka saling diam dan larut akan keheningan. Elisha yang gelisah, tidak tahan lagi dengan suasana ini. Gadis itu lalu menatap Sean yang duduk dengan wajah datar.

Namun, yang mengherankan adalah pemuda itu langsung tersenyum lebar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Elisha semakin kebingungan, apa yang terjadi dengan Sean?

Itu hanya perkataan reflek saja kah?

Melihat reaksi Sean yang polos, Elisha semakin bingung menerka-nerka. Gadis itu lalu berdehem. "Bisa ... ajak gue ke pemakaman keluarga lo?"

Sean menghentikan dahi. Pemuda itu pastinya kebingungan dan Elisha tahu itu. Tapi, bagaimana lagi? Elisha tidak mungkin mencari sesuatu yang disembunyikan itu sendirian.

"Lo mau apa?" tanya pemuda itu.

Elisha membalas pertanyaan Sean dengan senyuman.

***



Pemakaman keluarga Pradipta ternyata sangat jauh dari rumah Elisha. Ia dan Sean harus berkendara selama 1 jam lebih untuk sampai disini.

Sayangnya, hari mulai malam dan sekarang sudah menunjukkan pukul 7 malam. Elisha berdecak, sebagai seorang manusia, ia juga mempunyai perasaan takut.

Pergi ke pemakaman malam-malam gimana coba? Ini perasaan manusiawi tetapi tetap saja Elisha merasa terganggu. Apalagi, ia berada di pemakaman keluarga Pradipta.

Kalau misalnya, Elisha diganggu para tetua keluarga yang tidak rela menjadi korban dari Alexander bagaimana? Astaga Elisha! Berpikirlah lebih jernih!

"Gue rasa lo nggak mungkin berdoa atau ziarah ke makam keluarga gue. Apapun yang lo cari, gue rasa nggak akan bisa dalam keadaan seperti ini," kata Sean dari belakang Elisha membuat gadis itu sedikit tersentak.

"Bener sih. Walaupun ada lampu, tetap aja, yang gue cari ini harta karun. Nggak mungkin terlihat dengan jelas," gumam Elisha tetapi masih bisa didengar jelas oleh Sean.

Elisha menghela nafas lalu berjalan kembali dan memasuki mobil meninggalkan Sean yang menatapnya dengan pandangan tidak terartikan.

Continue Reading

You'll Also Like

454K 19.6K 41
Balas dendam dari masa lalu belum usai meski keluarganya sudah hancur. Rio masih harus menghadapi berbagai teror yang cukup menguras tenaganya. Di sa...
10.4K 1.7K 107
Bagaimana jika ada hantu yang membantumu untuk mewujudkan impianmu? Ya, itulah yang terjadi pada seorang gadis yang bernama Nevenka. Ia ingin sekali...
557 66 24
|I SEQUEL OF JUST D [WHO ARE YOU?] I| [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bi...
62.1K 10.2K 75
(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahannya bukan tanpa alasan. Lavender Bilvena...