NOW PLAYING | Adele - Hello
——
Bagian 5 | Drama Credit card
***
Bosan. Tata benar-benar bosan sekarang. Ia bingung harus melakukan apa. Karena berita corona masih simpang-siur, ia memutuskan untuk meliburkan diri dan karyawannya terlebih dahulu. Perihal corona, sejujurnya Tata belum terlalu percaya. Ia juga masih berusaha untuk meyakinkan dirinya kalau corona itu nyata, tidak ghaib.
Tata juga belum memutuskan apa yang akan ia lakukan untuk para karyawannya nanti. Reveninna juga belum mengangkat teleponnya dari tadi, mungkin karena perbedaan waktu kali ya. By the way, Reveninna dan Venus sedang berbulan madu di Paris. Dari yang Tata baca diberita, Paris juga mengalami lockdown. Entah akan bagaimana nasib mereka berdua. Sejujurnya Tata tidak tertarik untuk memikirkannya, tapi karena Reveninna juga ikut andil dalam butiknya, Tata jadi ikut pusing memikirkan.
Ponsel pintar Tata berbunyi, sepertinya ada telepon masuk. Apa mungkin dari Reveninna? Entahlah. Tata mengangkatnya dengan malas tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Hm?" Dehemnya setelah sambungan telepon terhubung.
"Lo tadi telepon gue?" Tanya seseorang diseberang sana.
Seperti suara Reveninna, sedikit tak percaya Tata melihat nama kontak siapakah yang sedang meneleponnya sekarang. Benar Reveninna ternyata, "lo kurang ajar banget ya gak ngangkat telepon gue dari tadi!" Emosi Tata yang sedari tadi tertahan akhirnya meledak.
Takut diamuk sahabatnya, Reveninna mencoba mencari pembelaan, "gue baru bangun, ya udah sih ini juga lagi teleponan kan?"
"Jadi gimana?" Tanya Tata to the point.
"Gimana apanya?" Sepertinya Reve memang benar-benar baru bangun, lola banget bund.
"Paris kena corona juga kan?"
"Iya, kemarin baru aja diresmikan kebijakan lockdown."
"Terus gimana?" Tanya Tata.
Rasanya Reveninna ingin menangis saja. "Gue belum bisa pulang, Ta"
Nada bicara Tata naik satu oktaf, "gue tau! Yang gimana itu butik kita! Pemerintah bilang, gak boleh ada kerumunan, harus stay at home, terus tadi ada lagi berita disuruh kerja dari rumah, kita juga masih punya deadline lumayan banyak sama klien."
"Akh! Pusing gue!" Teriak Tata.
Reveninna turut menaikkan nada bicaranya juga, ia sama pusingnya dengan Tata. Apalagi sekarang dirinya harus terjebak di negara orang, walaupun tidak sendiri itu cukup untuk membuatnya pusing. "Lo pikir cuma lo yang pusing?!"
"Sorry...sorry," balas Reveninna. Ia tak ingin terjadi keributan, jadi mengalah adalah yang terbaik. Bukankan api dan api jika disatukan akan semakin membesar? Maka dari itu Reveninna berusaha menjadi air agar apinya bisa padam.
"Nanti gue pikirin lagi, sekalian nunggu Venus bangun." Lanjutnya.
"Awas kalo mau kelon lagi!" Balas Tata ngawur.
Reveninna refleks mengusap wajahnya salah tingkah, "astaga Tata mulut lo!"
"Tapi serius deh Re, kalo lo mau bikin keponakan buat gue tunda besok dulu, sekarang kita punya masalah yang lebih penting," jelas Tata.
"Iya...iya!"
"Good girl, gue tutup, bye!"
"Bye! Lo juga jangan nangisin mantan mulu, pikirin butik kita."
"Heh! Ngadi-ngadi banget lo! Mantan bibir-bibirmu."
"Buk--"
TUUUTT
Belum sempat Reveninna membalas Tata sudah lebih dulu mematikan sambungan teleponnya. Sangat berbahanya jika sudah membahas mantan.
Tata memutuskan untuk turun ke bawah, ia akan meminta pencerahan pada Daddynya. Beliau sudah lebih senior dalam berbisnis, sepertinya akan sangat baik jika meminta solusi kepadanya. Tata menuruni tangga dengan berlari, walaupun berbahaya, tapi lebih cepat lebih baik.
Tata dikejutkan dengan seonggok manusia berjenis kelamin laki-laki yang sedang duduk dengan menyilangkan kaki di ruang keluarganya. "Hi sistah!"
"Oh gosh!" Kaget Tata.
"Berdosa lo! Dikira gue setan apa?" Balas orang tersebut.
"Lo ngapain kesini anjir? Corona lo tau?!" Tanya Tata dengan sedikit nada tinggi.
"Don't worry, gue bawa masker dan handsanitizer," balas orang tersebut.
"Oh ya ampun!" Teriak Mommy Tata.
"Kenapa sih, Mom?" Tanya Tata.
"Mommy lupa belum nyetok masker sama handsanitizer juga," bakas Anne.
"Berterimakasihlah pada Arash karena sudah mengingatkan, Aunty." Ucap Arash dengan percaya dirinya.
Ucapan Arash tak dihiraukan sama sekali oleh Anne, malah sekarang dia sedang berjalan menuju putri tersayangnya. Iyalah tersayang, orang anak perempuannya cuma Tata. "Tataa...anak Mommy yang cantik."
Sudah hafal dengan tabiat Sang ibunda ketika menginginkan sesuatu darinya. "Diam!"
"Durhaka kamu! Mommy kutuk jadi pohon toge baru tau rasa, gak inget apa dulu waktu kecil kamu Mommy say--"
Ucapan Anne dipotong secara paksa oleh Tata, "iya Mommyku yang tercinta, kenapa?" Jujur saja Tata malas jika Anne sudah mengungkit-ngungkit pengorbanannya sebagai ibu. Bukan, bukan karena durhaka, tapi hal itu membuat Tata merasa sangat durhaka dan kurang ajar sebagai anak jika melihat kelakuannya yang suka ngadi-ngadi.
Anne mengacungkan kartu kredit berwarna hitam pada anaknya, "nih."
"Buat apa?" Tanya Tata.
Anne menyentil jidat Tata, "aduh kamu ini, ya buat beli masker sama handsanitizer lah."
"Minta tolong Mbok Surti ajalah Mom, atau gak Daniell."
"No! Mommy maunya kamu! Mumpung ada Arash, silakan minta anterin."
"Kuy sistah, mumpung gue gabut."
"Ck," decak Tata.
Kemudian ia kembali naik untuk berganti pakaian. Gak lucu kan kalau Tata keluar cuma pake tanktop dan hotpants? Selain gak lucu juga gak sopan tentunya. Sesampainya diwalk in closet miliknya Tata langsung menyambar cardigan dan mengganti hotpantsnya dengan celana legging panjang. Tak lupa juga ia mengambil masker dari rak aksesorinya. Ini adalah satu-satunya masker yang Tata punya. Ia tidak suka memakai masker karena itu akan membuatnya tidak nyaman ketika sedang bernafas.
Setelah selesai, dengan malas ia kembali turun. "Buru!" Ucapnya pada Arash ketika sudah sampai di bawah.
"Bye aunty," pamit Arash.
"Bye, beli yang banyak Ta! Sekalian nyetok." Balas Anne dengan berteriak.
***
Melihat Tata yang hanya membawa ponsel, Arash bertanya, "lo gak bawa dompet?" Kini mereka telah sampai di apotek terdekat dari rumah Tata.
"Nope." Balas Tata sambil menunjukkan belakang ponselnya. Ternyata Tata membawa credit card yang diselipkan dicase ponselnya.
Mereka berjalan beriringan menuju ke dalam. Sebelum masuk Arash menyemprotkan handsanitizer terlebih dahulu pada gagang pintu apotek.
"Permisi, ada masker?" Tanya Tata pada Sang apoteker.
"Maaf mba kosong, kami belum nyetok lagi, mungkin lusa baru ada lagi." Balas apotekernya.
"Oke, thank you." Balas Tata.
"Gue ke minimarket depan," ucap Tata. Diseberang apotek tadi memang ada minimarket. Setau Tata, minimarket juga ada menjual masker dan handsanitizer.
"Lo tunggu di mobil aja," ucap Tata pada Arash lalu berjalan menuju minimarket.
"Ada masker?" Tanya Tata to the point pada kasir minimarket tersebut.
"Maaf kak, kosong mungkin besok baru ada lagi," balas kasir minimarket tersebut.
"Ada handsanitizer?"
"Aduh...maaf kak, kosong juga."
"Okay," balas Tata lalu berlalu dari minimarket tersebut.
"Kita ke supermarket," ujarnya setelah masuk ke dalam mobil.
Tanpa babibu Arash langsung menancap gas menuju supermarket. Setelah sampai Tata langsung berlari ke dalam lalu disusul oleh Arash. Arash berniat untuk membeli cemilan soalnya.
Tata berjalan cepat menuju rak tempat handsanitizer berada, "oh shit!" umpatnya ketika melihat hanya ada satu botol kecil handsanitizer yang tersisa. Walau mengumpat Tata tetap mengambilnya juga, ia takut itu stok terakhir.
"Kemana lagi Arash?" Kesalnya ketika tak melihat Sang sepupu yang tadi berjalan di belakangnya
"Ah, peduli setan!"
Tata berjalan menuju kasir untuk membayar handsanitizer yang hanya satu botol kecil itu. Sungguh ini benar-benar melukai harga dirinya. Seorang Arsyinta Xabira Ananta, yang biasanya kalau belanja tak terhingga tanpa melihat harga, tiba-tiba hanya membeli handsanitizer satu botol? Oh gosh, dunia sedang tidak baik-baik saja.
"Ada yang mau dibeli lagi kak?" Tanya mbak-mbak kasirnya.
"Ada lagi handsanitizernya?"
"Maaf kak, barangnya belum datang lagi," balas penjaga kasir tersebut dengan raut wajah yang terlihat menyesal.
"Masker?"
"Kosong juga, kak."
"Oke, ini aja."
"Totalnya jadi 14.200 kak."
"Oh shit! Gue gak bawa uang cash." Tata mengutuk Mommynya yang tadi memberinya kartu kredit american express, kenapa gak uang cash aja sih! Tata kan jadi bingung sekarang.
"Pake ini bisa?" Tata memberikan credit cardnya pada kasir supermarket.
"Aa-american ee-x-press?" Tanya Sang kasir dengan terbata-bata yang dibalas amggukan oleh Tata.
"Eee-- uang cash aja gimana kak?"
Rasanya Tata ingin menangis guling-guling saja, "gak ada." Tata juga merutuki Arash yang menghilang bagai ditelan bumi.
Melihat customernya yang kebingungan, Mbak kasir pun turut kebingungan juga. "Gimana kalau tambah belanjaan aja, Kak?"
"Pakai ini aja." Tiba-tiba ada seseorang yang memberikan selembar uang berwarna merah pada Sang kasir.
Melihat hal itu Tata pun langsung membalikkan badannya. Ia akan mengucapkan banyak terimakasih pada orang yang baru saja menolongnya.
"Lo?!" Teriak Tata.
'Kenapa harus Lave sih?' Tanya Tata dalam hati.
Walau orang tersebut memakai masker, Tata cukup yakin bahwa orang itu adalah Lave. Jangan heran mengapa tau, Tata pernah hidup bersama Lave cukup lama.
"Hi! Gadis Lave." Ucap Lave.
Oh God! Tata ingin menenggelamkan dirinya di Rawa Bebek saja rasanya.
***
Ps. Untuk penjelasan American Express akan ada di part berikutnya.
Tbc--
Corona memang meresahkan ya bund. Ngomong-ngomong pada malam mingguan kemana nih?
Sampai jumpa selanjutnya,
Nana.