#10

12K 995 118
                                    

Mata bulan itu mengerjapkan kelopak matanya dengan pelan. Rasa pusing mulai menghampirinya. Ia melihat sekelilingnya dan hanya mendapati ruangan yang di dominasi warna putih. Lagi-lagi dirinya berada di tempat ini. Hinata pun berusaha menegakkan tubuhnya. Namun sebuah teriakan dengan nada cemas berhasil membuat Hinata terkejut.

"Shizune-san." Shizune tampak marah sekaligus cemas padanya. Hinata memahami perasaan cemas itu tapi jika marah Ia sama sekali tidak mengetahui nya. Sepertinya ada kesalahan yang diperbuatnya sampai membuat wanita itu marah padanya.

"Sudah kubilang jangan melakukan pekerjaan yang berat, tapi kau tak mendengarkan nasihat ku." Bentak Shizune yang membuat Hinata kembali teringat akan kejadian sebelum dirinya pingsan. Mulanya Ia membantu Sakura membereskan sebuah apartemen kosong. Memang cukup melelahkan tapi Hinata senang dapat membantu Sakura. Setelah itu memasak makanan yang cukup banyak. Sakura juga membantunya walaupun tak banyak. Saat itu Ia memang merasa sangat kelelahan. Tidak berapa lama kemudian Sakura meminta izin untuk keluar sebentar. Katanya sebentar, tapi Hinata menunggunya cukup lama. Sampai suara pintu yang terbuka membuat Hinata senang. Ia pikir itu Sakura tapi nyatanya...

"Tidak!" Tanpa sadar Hinata menjerit di hadapan Shizune.

"Kenapa Hinata?" Tanya Shizune yang diabaikan Hinata. Kini pikirannya bergelayut tak tentu arah.

Tubuh Hinata merinding saat mengingat kelanjutan kejadian tadi. Ia pun menatap Shizune cemas. Bukannya tadi dirinya berada di apartemen itu, tapi mengapa sekarang dirinya berada disini? Siapa yang membawanya? Apa pemuda itu? Apa dia tahu mengenai kehamilannya?

Berbagai pertanyaan berputar bagaikan benang kusut di kepala Hinata. Perasaan cemas dan takut mendominasi dirinya sekarang. Ia tak ingin sesuatu yang ditakutinya berubah menjadi nyata. Hinata berharap seseorang yang dilihatnya sebelum pingsan hanyalah mimpi buruknya. Ya, mimpi karena dirinya merasa kelelahan dan akhirnya tanpa sadar tertidur di tempat itu.

Di lain tempat

Tsunade yang tengah memeriksa berkas-berkas rumah sakit dikejutkan oleh kedatangan seseorang. Seseorang yang tak pernah terpikirkan olehnya akan datang dengan sendirinya kehadapannya. Tsunade mengabaikan keberadaan orang itu. Ia masih memfokuskan pandangannya ke berkas-berkas ditangannya. Ia tahu maksud kedatangan pria itu kemari, tapi Tsunade ingin mengabaikannya lebih lama lagi. Namun suara berat pemuda itu mau tidak mau mengalihkan perhatian Tsunade.

"Aku tahu kau mengetahuinya." Ucapnya dengan dingin dan wajah datar khasnya.

Melihat respon Tsunade yang biasa saja saat Sakura memberitahukan kondisi Hinata, membuat Sasuke dapat menebak jika wanita itu telah mengetahuinya lebih dulu. Terlebih lagi saat Tsunade ingin berbicara empat mata dengan Sakura. Setelah keluar dari ruangan Tsunade, wajah Sakura jadi terlihat sedih dan juga muram. Bahkan Ia dapat melihat air mata yang membekas di mata Sakura. Mungkin Tsunade menceritakan keadaan Hinata sebenarnya namun tidak keseluruhan nya. Jika mengetahui keseluruhannya kemungkinan besar ekspresi Sakura adalah marah dan kecewa.

Tsunade menghela nafas lelah. Ia menangkup dagunya diatas kedua tangannya. Lalu menatap Sasuke dengan pandangan tak kalah dinginnya.

"Apa maumu, Bocah Uchiha?" Tsunade tak ingin berbasa-basi dengan pria ini. Ia sangat muak melihat wajah arogan Sasuke. Jadi, dirinya akan melayani keinginan Sasuke agar dia bisa cepat pergi dari hadapannya.

"Kenapa tak memberitahuku?" Walau pertanyaannya tak jelas tapi Tsunade mengerti maksudnya.

"Hinata tak ingin kau mengetahui nya." Sebuah jawaban yang cukup melukai ulu hati Sasuke.

"Kenapa?" Hanya satu kata tapi mampu memancing emosi Tsunade.

"Kenapa katamu?! Apa kau tak tahu kesalahanmu?" Tsunade menggebrak meja kerjanya. Tatapannya begitu tajam dan menusuk. Sasuke hanya diam tak menjawab. Melihat raut tanpa rasa bersalah itu membuat Tsunade semakin diselimuti rasa marah. Ia tahu pria ini tak berperasaan tapi dirinya baru tahu jika Sasuke adalah jelmaan iblis yang sesungguhnya. Dia bahkan sama sekali tak menunjukkan ekspresi apapun saat mengetahui dirinya akan menjadi seorang ayah.

Not PresumedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang