19#

10.5K 921 77
                                    

Angin malam bertiup sangat kencang, menimbulkan suara gemerisik dari ranting-ranting pohon yang saling bergesekan. Langit malam tampak berkedap-kedip karena kilat, lalu diiringi dengan suara petir yang menggelegar. Mulanya rintik-rintik kemudian turun semakin lebat, hujan badai pun melanda desa Tsukigakure.

Dengan sebuah handuk di tangannya, Hinata duduk di ruang tamu menunggu kepulangan Sasuke. Lima belas menit yang lalu, Sasuke pergi keluar untuk membeli susu ibu hamil Hinata yang habis. Sebenarnya Hinata tidak meminta Sasuke untuk membelinya karena hari telah larut. Di jam segini pastinya tidak banyak toko yang buka, tapi Sasuke tidak mau mendengarkannya. Dia tetap keluar mencari toko barang harian yang buka.

Satu jam telah berlalu, tapi Sasuke belum juga kembali. Hinata berusaha berpikir positif, mungkin Sasuke sedang menunggu hujan reda.

Dua jam telah terlewatkan, kini pikiran buruk mulai menghampiri Hinata. Hujan semakin reda, hanya hujan rintik-rintik yang tersisa. Tidak mungkin Sasuke menunggu hujan sampai reda sepenuhnya. Biasanya sebesar apapun rintangan yang menghadangnya akan Sasuke hadapi demi tidak membiarkan Hinata dan calon bayinya tanpa perlindungannya. Tapi kini, bahkan hampir lewat dua jam Sasuke belum juga kembali. Hinata jadi khawatir sesuatu yang buruk melanda Sasuke.

Perasaan Hinata semakin gelisah. Ia tidak ingin berdiam diri seperti ini. Hinata ingin mencari Sasuke, tapi keadaannya tidak memungkinkan. Jika Ia tetap nekat mencari Sasuke, itu sama saja Hinata ingin mencelakai bayinya.

Hinata mengelus perutnya dengan gusar. Ia mencoba untuk tetap berpikir positif, bahwa Sasuke akan baik-baik saja. Sasuke adalah ninja yang kuat, semua orang tahu itu. Jadi, Hinata rasa kekhawatirannya ini terlalu berlebihan.

Satu jam kembali terlewatkan, kini Hinata sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Jika Sasuke baik-baik saja, tidak mungkin pria itu akan meninggalkannya selama ini. Hinata tidak bisa duduk tenang. Ia berjalan mondar-mandir di depan pintu.

Tok... Tok... Tok...

Senyuman Hinata merekah dengan indah. Wajahnya menjadi berseri-seri. Dari balik pintu ini, Hinata dapat merasakan chakra lain yang begitu dikenalnya. Dengan terburu-buru, Hinata pun membuka pintu rumahnya.

"Okaeri, Sa... suke... kun." Senyuman Hinata luntur seketika. Wajahnya yang tadi berseri-seri kini berubah pucat.

"Hi...nata." Sasuke memandang Hinata dengan pandangan lemah. Senyum tipis terukir di wajahnya. Terbersit rasa syukur di hatinya saat bisa melihat wajah Hinata kembali.

"S...Sasuke-kun, k-kenapa?" Hinata memegang wajah Sasuke yang terdapat cukup banyak luka goresan dan memar. Lalu bahu kiri Sasuke yang mengeluarkan banyak darah. Sepertinya bagian itu yang terparah.

"Aku...baik-baik saja." Sasuke mengelus wajah Hinata dengan penuh kelembutan. Melihat Hinata khawatir seperti ini membuatnya merasa bersalah.

"A-apanya yang baik-baik saja?! K-kau terluka seperti ini!" Hinata menatap marah Sasuke. Ia tidak terima jika Sasuke menganggap sepele lukanya.

Sasuke tersenyum tipis melihat Hinata yang khawatir padanya. Entah mengapa Ia merasa senang dimarahi oleh Hinata. Rasanya hatinya jadi berbunga-bunga. Apa ini artinya Sasuke mengidap penyakit masokis?

"A-aku akan mengobati lukamu." Hinata menarik tangan Sasuke, membawanya ke ruang tamu. Lalu mendudukkan Sasuke di sofa yang tadi di tempati nya. Sasuke hanya diam menuruti keinginan Hinata. Bahkan saat Hinata pergi memasuki kamarnya untuk mengambil kotak obat, Sasuke tetap tenang menunggu Hinata bagaikan anak kecil yang dengan senantiasa menunggu ibunya menyelesaikan pekerjaannya. Sungguh anak yang baik.

Hinata keluar dari kamarnya dengan sebuah kotak obat di tangannya. Hinata duduk di sebelah Sasuke. Ia akan mengobati luka Sasuke. Dimulai dari luka di bahu kiri Sasuke.

Not PresumedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang