19. Trust.

152 12 1
                                    

"Percayalah, bagaimanapun sikapnya, dia pasti pernah memikirkanmu."

________

~ Fay Aleshia.

Dua menit kejadian berlangsung, tampak beberapa orang terbelalak kaget dan secepat mungkin membantu gadis yang mengeluarkan banyak darah itu.

Orang yang menabrak pun ikut turun, wajahnya tampak gugup tak tekendali, namun beruntungnya ia mau bertanggung jawab.

"Astaga!" Thalia membungkam mulutnya, berjalan pelan mendekati gerumbulan itu gugup.

"Thal." teriak Reino memegang tangan Thalia yang hendak mendeket.

Thalia tersentak, "Rei..." Gadis itu memeluk Reino cepat, menangis dalam isakan bahu Reino yang direndahkan oleh Reino.

"G-gue takut." Thalia menangis, Reino pun menepikan Thalia sambil memegangi payung yang ia bawa.

"Lo nggak perlu lihat, cewek itu udah ada yang nanganin, lo tenangin diri lo." ucap Reino menepuk-nepuk bahu Thalia pelan.

Thalia masih terisak dalam tangisannya, ia begitu trauma pada hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan, mengingat Alm. Papanya juga meninggal karena hal itu.

Reino melepaskan payungnya, memeluk erat Thalia dan mengelusnya pelan ditengah hujan yang turun dengan derasnya. "Gue bakal lindungin lo Thal."

* * *

Fay membuka matanya perlahan, mendapati dirinya sudah berada ditempat yang serba putih. Gadis ini menoleh kearah samping, tepatnya seorang lelaki sedang mengenggan telapak tangannya, menapakkan kepalanya diatas brankar.

"R-rei—." lirih Fay pelan, hingga lelaki itu dengan cepat menoleh kearah Fay.

"Fay, lo udah sadar?"

Mulut Fay begitu sulit digerakan, Leon menatapnya cemas dan bangkit. Lelaki itu memeluk Fay cepat, matanya terlihat memerah.

"Maafin gue." ucap Leon tak henti-hentinya menahan tangisnya. Akibat Leon memilih pulang dan makan mie kuah lebih dulu, Leon jadi nyesal setengah mati mendapati saat dirinya mencari Fay dengan mobil. Gadis itu sudah hendak dimasukan kedalam ambulance.

Keadaan Fay begitu lemah, banyak luka disekujur tubuhnya akibat gadis itu terpental ke kaca depan mobil lalu mendarat keaspal, sikunya juga lututnya bahkan harus diperban, Fay juga banyak mengeluarkan darah.

Leon tak tahu sebab pasti Fay jadi seperti ini, tapi lelaki ini akan menanyakan hal itu diwaktu yang tepat.

Fay mendorong bahu Leon pelan dan tersenyum, "I'm okay, don't worry." ucapnya.

Leon mengangguk, "Lo jangan mikirin Reino lagi ya, gue yakin dia juga khawatir sama lo..."

Fay terdiam sejenak, tak tahu harus menjawab apa, ia tak akan bisa memberitahu Leon jika ia melihat Reino sedang berusaha memayungi Thalia, gadis yang rasanya ingin Fay bunuh sekarang.

"Gue mohon ke lo, tolong jangan bilang apa-apa ke bokap gue ya. Gue nggak mau dia rempong, gue mau tidur diapartemen malam ini." ucap Fay serak.

"Fay lo belum boleh pulang, lo perlu transfusi darah 2 kantong lagi." jelas Leon.

"Nggak mau, gue mau keapartemen."

"Ngapain?"

"Gue mau sendiri." jelas Fay membuat Leon harus menyesal berulang kali karena telah mencaci Fay waktu itu.

Stagnation (Completed)Where stories live. Discover now