34. Sebuah Getaran

187 6 0
                                    

"Sebuah harapan yang besar akan benar-benar tertanam ketika kita punya perasaan yang besar juga."

Malam sudah memperlihatkan kilatan petir yang tampak menyilatkan kilatan putih. Kini Fay sudah berada dirumahnya.

Ia dengar-dengar Ayahnya sedang mengadakan pertemuan penting ditempat spesial dengan Annalyne.

Hal inilah yang membuatnya kesal, bagaimana tidak? Diandra menghabiskan banyak waktu dengan Annalyne, dan berita pernikahan itu sudah menyebar hingga tetangganya yang memiliki sifat individualisme saja sudah tahu.

"Ngebucin mulu, giliran gue kapan?." kesal Fay berjalan dengan langkah pincang.

Ya, Fay sudah diperbolehkan pulang dan tetap harus meminum obat racikan dokter, gadis ini merasa tak terlalu nyeri lagi pada tulangnya. Tapi sesekali Fay sedikit merasa pusing.

Fay merebahkan dirinya disofa, merampas ponselnya sembari menyalakan televisinya. Menonton kartun favoritenya.

"Hallo? Kerumah dong."

"Gue lagi—."

"Balapan?"

"Nggak tuh."

"Terus ngapain?" tanya Fay melirik sambil tontonannya.

"Mikirin kamu."

*Tut....

"BRENGSEK!!" Fay terperanjat berdiri dan membuat lututnya berdiri tegak.

"AWW—."

"Astagfirullah." ucap gadis ini mengelus dadanya. Lau mendudukan dirinya dikursi.

"Tukang gombal dasar kambing bruntal!" Fay mengumpat mendapati dua kata yang membuat jantungnya berdegub kencang sekarang.

"Hai—." teriak seseorang dari belakang sambil menutup mata Fay.

Fay mendegus, "Apa-apaan nih." teriaknya, jangan ditanya pasti Leon.

"Hai sayang." ucap Reino menarik kedua telapak tangannya dan meranjat dari balik batang sofa lalu duduk dengan cepat. Loh? Fay bertanya dalam

Fay melotot nyaris tanpa kedipan beberapa detik.

"Kenapa? Kaget? Jantungan?"

Fay menggeleng, "Nggak sama sekali." ucapnya membuang wajah.

"Gue hari ini mau balapan lagi, gue naruhin lo lagi. Nggak marah kan?" tanya Reino menarik rambut Fay kasar.

Fay terdiam melotot mendengarnya, apa? Maksudnya? Sialan.

"Apa maksud lo?!"

"Jadi gini ya, dengerin jangan sumpelin earphone!!! Pertama gue mau balapan sama sitengil anak gembala itu, kedua gue naruhin lo kalo gue kalah. Udah? Paham? Nak."

*Bruak.

Reino merasakan benda setengah padat itu menubruk wajah tampannya. Gadis ini benar-benar tukang melempar barang, ini buktinya.

"BALAPAN LAGI?" suara Fay berhasil membuat Reino yang melotot sambil menutup telinganya.

"Iya lagi... Nggak mau berhenti gue!"

*Duagkh.

Lengan Reino menjadi tumpuan Fay melemparkan kepalan tangannya.

"Kenapa?" suara Fay memelan seiring nafasnya yang berderu kencang menahan marah.

"Biar—."

"APA?!"

"Biar dia kalah dan nggak gangguin lo."

Stagnation (Completed)Where stories live. Discover now