10. Another kiss

201 15 1
                                    

"Sering kali situasi memperlihatkan seberapa kamu bermain, sekarang."

_____
Stagnation.
_____

Fay mengaplikasikan make up yang tak begitu tebal kali ini, gadis itu memakai pakaian yang begitu minim lagi kali ini.

Lalu menatap cermin dan berguman pelan, "Bisa-bisanya lo..."

*Pyar!!!

Gadis itu menghamburkan semua barang yang tartata diatas meja riasnya dan melipat kedua tangannya diatas meja lalu menjatuhkan kepalanya diatasnya.

Pikiran gadis itu tertuju pada kalimat yang begitu menyakitkan. Yang kali ini berhasil membuat dirinya begitu merasa kesal dan begitu marah.

Anzela, gadis itu mengirimkan pesan yang begitu menyebalkan. Sialan! Fay semakin tenggalam dalam dendam.

Fay mengangkat kepalanya, secara tak disangka gadis itu membanting album foto yang ada didepannya lalu bangkit dan merampas tasnya keluar dari kamarnya.

Dan kini langkah gadis yang menggunakan high heels itu terhenti sejenak. menatap Papanya yang menyeru ditemani beberapa orang yang mengawal disampingnya.

Sepertinya Papanya baru saja mengadakan pertemuan penting, namun perlu diketahui, sepenting apapun itu, Fay tak akan pernah menganggap sesuatu yang dilakukan ayahnya adalah hal penting.

Karena semua ini pasti hanya tentang perkembangan perusahaan.

"Fay, kamu mau jalan sama Sebastiab? Dia mau balik ke Amerika besok—."

"Fay mau keluar, bukan sama Sebas, dan nggak akan" ucap Fay menghela nafas lalu pergi dari hadapan sang Ayah yang masih mengenakan jas rapi itu.

Diandra menghela nafas, "Besok ada pertemuan penting! Siapkan diri dan nggak ada penolakan." suara Diandra membuat Fay menunduk dan berlari cepat menuju keluar.

Fay mengepalkan kedua tangannya, menatap beberapa orang berada disekitar mobilnya.

"Jangan ikutin gue! Minggir!" ucap Fay membuat beberap orang berjas itu mengangguk sopan dan menyingkir dengan cepat dari mobil sport warna putihnya itu.

* * *

"Ooh jadi dia keclub? Oke, gue bakal menangin pertandingan lagi kali ini." ucap Gio dari sambungan telefon itu.

Dan kini Reino yang mendengar percakapan singkat itu hanya tersenyum tipis sambil berdecih sambil menggeleng.

Sejauh apapun ia berusaha, Fay tak akan mendekat padanya.

"Ekhem..." Reino berdehem pelan, lalu berjalan mendekati lelaki yang mengenakan jaket hitam itu.

Gio memberikan tatapan penuh kilatan dendam, lalu lelaki itu memasukan ponselnya kedalam saku jaketnya.

"Masih yakin bisa menang? Lebih baik lo sadar poisisi lo dulu deh kayaknya" ucap Reino menyunggingkan senyuman, senyuman penuh penyangkalan.

"Lo—." Gio menunjuk wajah Reino, "Udah ngerebut banyak hal dari gue, sekarang waktunya gue dapetin sosok yang lo milikin sekarang. Semuanya... Termasuk masalalu yang lo ambil juga." Gio menahan napasnya.

Reino memudarkan senyuman sinisnya, "Lo nggak pernah milikin itu semua! Lo sampah yang nggak pernah punya hak buat ambil milik gue!"

"Brengsek!"

Gio mengeraskan rahangnya, lalu lelaki itu dengan cepat melayangkan bogem mentah kearah biibir Reino, tak lepas dari itu. Reino dengan cepat mendorong dan membalas dengan pukulan berkali-kali, dan tak membiarkan Gio membalasnya tanpa henti hingga Gio tersungkur dan merintih kesakitan.

Stagnation (Completed)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें