"Kau mungkin mau sampaikan kalimat itu pada lututnya Saka," Dolphy ngenyek. "Tidak ingin korban celaka bagaimana coba? Lutut dia pindah tempat, Fal! Untung masih bisa diurut--retak sedikit seumur hidup dia bisa duduk di kursi roda!"

"Keabnormalan pada rangkaian kejadian tidak bisa langsung menimbulkan kesimpulan. Analoginya begini: ada sepuluh burung kita lepas--sembilan terbang, yang satu tetap di tempat hanya melompat. Apakah kita bisa bilang kalau semua burung tidak bisa terbang? Tentu tidak. Kita mesti cari tahu dulu kenapa yang satu ini beda dari yang lain," Naufal menggosokkan tangan sambil tersenyum. "Yang mana akan kita lakukan juga terhadap--siapa tadi? Soko?"

"Saka."

"Ya, Saka. Emmm--karena kau sudah menghubungi dia, baiknya kau juga yang coba temui orangnya. Kasih beberapa pertanyaan hangat kepedulian sebagai sesama korban, padahal kita sedang gali informasi lebih dalam. Adyth ikut kau deh! Setidaknya kalau pelaku kembali datang menyerang, kita bisa pastikan yang kita dapat bukan lagi kekalahan," Naufal melemparkan sebutir kacang, tepat mengenai jidatnya Adyth yang baru mau terlelap. Anak itu langsung melek, melihat kanan-kiri membaca situasi. "Kau tidak keberatan kan, Dyth?"

"Apa ini? Sedang bagi-bagi tugas?" tidak bangun Adyth, hanya membalik bantal kemudian rebahan kembali. "Aku yang mana saja setuju asal tidak merepotkan."

"Sudah kuduga responnya akan seperti itu. Oh, dan masalah pemilik motor yang dipakai pelaku, biar aku dan Aji yang teliti. Yap! Sekarang jam sepuluh--baiknya kita sarapan kemudian pergi."

"Aku dan Dj bagaimana?" protes Ilman, wajahnya mengkerut. "Kami tidak diajak?"

"Bukan tidak diajak sih, tapi aku inginnya kalian pergi sekolah saja."

Jelas yang masuk ke dalam dada hanya kecewa. Ya, apalah rasanya ketika teman-temanmu diajak mengerjakan sesuatu yang menyenangkan sementara kalian ditinggal begitu saja--di depan mata pula.

"Lah, kami juga mau ikut dong!"

"Sudahlah, Man, mungkin kita tidak diajak karena kita ini bodoh dan tidak bisa apa-apa. Hanya jadi penghambat mereka saja."

Hening langsung suasana. Adyth yang tertidur saja langsung buka mata, bahkan Ilman yang lebih dulu protes ikut shock mendengar apa yang diucapkan temannya.

Sepasang tangan punya Naufal datang merangkul, kemudian satu dipakai untuk menggesek ubun-ubun Dj. "Bicaramu itu macam gadis SMP saja, kawan. Pergi dua-dua juga biar makin cepat kerja kita! Oh, pergi ke sekolah itu bukan berarti duduk masuk kelas ya! Ah, wajar sih, kalian belum datang--jadilah Dolphy cuma menjelaskan padaku. Jelaskan ulang dong, bro!"

"To this day, ada tujuh kasus termasuk aku," Dolphy turun untuk ikut duduk di karpet. "Tiga kasus pertama korbannya murid dari SMA 4, sementara korban keempat kelima dan keenam merupakan murid lagi dari SMA 2. Di bagian ini aku merasa aneh: tiga kasus pertama selisih kejadiannya hanya satu hari. Selang dua minggu, barulah muncul kasus keempat. Pola yang sama kembali berulang, selisih sehari dari kasus keempat, kelima dan keenam. Lantas kemarin--penyerangan terhadap aku, itu selisih dua minggu juga dari kasus keenam. Bisa terbaca olehmu, Man?"

"Polanya?" ulang Ilman. "Hmm, dalam satu SMA akan ada tiga korban? Selisih masing-masing penyerangan itu satu hari? Oh, shit! Berarti akan ada anak sekolah kita yang akan diserang hari ini!"

"Betul sekali, kawan. Itulah kenapa aku ingin kalian pergi ke sekolah," Naufal menatap Ilman dan Dj bergantian. "Aku dapat kabar dari Tasya, polisi masih berjaga di pintu gerbang sejak kejadian penyerangan kemarin, satpam pun berkeliling tiap setengah jam. Selama sekolah belum bubar, kita bisa bilang korban selanjutnya masih aman. Namun, kita tidak tahu apa yang terjadi setelah bel berbunyi, bukan?"

"Besar kemungkinan pelaku hanya mengulang tindakan: menyerang kemudian kabur menghilang. Kalau kejadiannya di sekitar sekolah kita, mana mungkin kau bisa kalah cepat kan, Man?"

"Dan di antara kita, tidak ada yang lebih kesal kepada pelaku seperti kesalnya kau sekarang ini kan, J?" Naufal gosok sekali lagi kepala sahabatnya itu.

"Jelas saja!" jawab Dj cepat. Mengepal tangan kanannya memukul-mukul paha sekuat tenaga. "Kalau sempat aku berkelahi dengan dia, sampai mati pun aku tidak akan kalah!"

Briefing kemudian mereka; menerima arahan dari Dolphy dan Naufal mengenai apa yang jadi tujuan, seolah penyelidikan ilegal ini semacam agenda tengah malam sebuah kemah pramuka. Jam 10.45, masih satu jam lagi dari waktu istirahat kedua sekolah mereka. Turun dulu enam sekawan ini, mampir ke ruang makan untuk sarapan dijamak makan siang.

"Jadi--apa kita punya kemungkinan target selanjutnya atau aku dan Dj harus pelototin murid-murid satu per satu?" ucap Ilman setelah habis yang dia makan.

"Kalau dilihat dari syaratnya: kaya dan memang menunjukkan dia kaya, kemungkinan target selanjutnya adalah Gemi--anak kelas 2.9."

"Kita pernah ketemu dia, Man. Ingat? Yang ponselnya dicuri dan ternyata oleh teman akrabnya sendiri?"

Semangat Ilman mengangguk. "Pelaku perundungan itu, kan? Aduh--menghadapi orang egois penuh kebanggaan macam itu, bakal susah nih kayanya!"

"Kalau dipikir-pikir, tidak bisa kita sebut perundungan juga," jawab Naufal. "Dia emosi karena ponselnya hilang, Man. Untuk ukuran remaja kaya yang kurang perhatian orang tua, rasanya wajar kalau begitu bentuk pelampiasan amarah dia. Bagaimanapun, ini beda. Kita datang dengan berita ... peringatan. Informasi mengenai ancaman yang harusnya dia dapat juga kemarin."

"Untuk apa kau pusingkan sih, Man? Toh kita tidak punya urusan dengan orangnya!" erat sekali Dj menganggam garpu, disejajarkan ke bola mata Ilman yang kini bergidik ngeri. Dj tak lagi terlihat seperti biasa: ceria dan penuh tawa. Tatap wajahnya macam serigala--tajam dan menusuk.

"Kurasa telingamu menangkap jelas apa tugas kita, Man--menangkap si pelaku. Kau mau peringatkan gadis itu? Silahkan! Tapi aku juga peringatkan kau sekarang, kita bukan babysitter. Kalau dia tidak mau menurut, biarkan saja. Karena tugas kau dan aku cuma satu: memastikan pelakunya masuk penjara karena kita--setelah aku coret juga mukanya."



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Opera Berdarah (Story Series of Six Elves)Where stories live. Discover now