22. JAKARTA 2

354 70 10
                                    


Jumat sore kami bertolak dari Seminyak menuju Ubud di mana galeri milik Mike berada. Gallery Mahatma milik Mike sangat luas dengan bangunan bernuansa Bali yang kental. Pohon-pohon kamboja kokoh berdiri di halaman galery yang berdominan warna hitam dan putih itu. Aroma perpaduan vanila, akar wangi, teh hijau, beras putih, jahe dan kencur  menciptakan wangi khas pulau Dewata yang menyegarkan sekaligus menenangkan.

Mike sudah menunggu kami di bagian depan gallery. Brama dan Mike berpelukan sambil menepuk punggung satu sama lain, khas lelaki. Dilihat dari pertanyaan-pertanyaan seputar kabar keluarga satu sama lain, sepertinya mereka cukup dekat. Brama mengenalkan Ranu, Alica dan aku pada Mike. Kami dibawa berkeliling ke dalam ruang pameran. Pantas saja Mike memiliki banyak galerry, karya-karyanya memang fantastis, sih.

Setelah puas berkeliling, Mike mengajak kami ke work space yang berada nggak jauh dari ruang pameran. Seperti dugaanku, kami membahas soal bisnis rencana hotel baru milik Brama. Mike menjelaskan tentang perusahaan management hotel miliknya. Mike mengelola hotel dengan berbagai tingkatan bintang. Mulai dari bintang tiga hingga lima. Kuakui, semua konsep hotelnya bagus. Hotel bintang tiga memiliki konsep sporty dan cozy yang ditunjukan untuk traveler muda. Hotel bintang empat mengusung konsep keluarga yang mengutamakan kepuasan anak-anak. Hotel bintang lima dibuat benar-benar berkelas, mewah dan glamour. Ketiga jenis hotel itu dilengkapi dengan ruang pertemuan untuk rapat. Sedangkan untuk bintang empat dan lima dilengkapi dengan ballroom yang berkapasitas lebih dari empat ribu orang.

“Kalau begitu, aku tinggal menunggu standard operation procedure dari perusahaanmu, Mike. Nanti Kimmy akan menjadwalkan lagi rapat selanjutnya setelah memeriksa SOP,” kata Brama setelah Mike selesai mempresentasikan perusahaannya.

“Saya harus memastikan apa brand yang anda miliki sesuai dengan kebutuhan Arcopodo Grup,” imbuhku dengan senyum profesional.

Meski Mike sahabat Brama, sudah menjadi tugasku untuk tetap membantu Brama membawa perusahaan lebih berkibar. Jadi, aku enggak pernah main-main saat bekerja.

Sure.” Senyum mengembang di bibir Mike.

Setelah itu percakapan kembali mencair. Mike dan Brama kembali sibuk membicarakan orang-orang yang mereka kenal.

“Kalau sudah selesai, saya permisi ke toilet dulu,” kataku yang memang sudah menahan kencing sejak lebih dari setengah jam lalu.

Tanpa menunggu lama, aku segera keluar dan mencari toilet. Setelah menuntaskan yang mengganjal dan merapikam riasan wajah, aku keluar dari toilet, kemudian berjalan kembali ke ruangan. Cekalan di pergelangan tanganku yang amat tiba-tiba menahan langkah kakiku. Aku berbalik dan terkejut ketika mendapati Glenn memegangi tanganku. Aku nggak menyangka akan bertemu lagi dengannya.

“Lepas, Glenn,” desisku sungguh-sungguh.

“Tidak sampai kamu kembali padaku,” jawab Glenn mengiba.

Apa? Kembali? Ngadi-ngadi, nih, bule.

“Hanya dalam mimpimu,”  kataku tegas.

Gila saja setelah apa yang dia lakukan dan setelah aku berhasil bangkit melupakannya, dia seenaknya saja memintaku kembali. Dia pikir siapa dirinya? Dewa atau apa?

“Aku tidak bisa kehilanganmu,” ujar Glenn.

Aku tersenyum kecut. “Kamu sudah kehilangan aku sejak hari di mana kamu mengumumkan pernikahanmu dengan Alice, Glenn.”

“Aku tidak bisa menikahi Alice. Aku hanya mencintaimu, Kim,” ucap Glenn mengiba.

Kalau saja dia enggak pernah mengkhianatiku, mungkin saat ini aku sudah luluh melihat wajahnya dan berhamburan ke pelukannya. Sayang, aku sudah nggak bisa lagi mengasihani dia. Nggak ada lagi kasihan yang tersisa untuknya. “Itu masalahmu, Glenn. Bukan urusanku,” ketusku.

KIMMY ;Lost in LondonWhere stories live. Discover now