37. BE BRAVE

311 58 26
                                    

Malam itu juga, kami --ya, maksudku, aku, Jake dan Will-- terbang ke Indonesia

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Malam itu juga, kami --ya, maksudku, aku, Jake dan Will-- terbang ke Indonesia. Tadi, selesai mengatakan itu, aku benar-benar kembali ke mobil Jake. Kami menunggu selama sepuluh menit, tapi Will nggak menunjukan batang hidungnya. Jadi, kami pikir dia nggak bakal ikut ke Jakarta. Tapi, waktu kami bersiap masuk ke dalam jet pribadi milik Century Engine,Will tiba-tiba saja muncul. Tanpa mengatakan apapun, dia ikut masuk ke dalam jet. Aku tahu, ego sebesar dunia mencekat suara di kerongkongannya.

Aku dan Jake duduk berhadapan. Sedangkan Will memilih duduk sendirian di kursi bagian depan. Kami sudah terbang berjam-jam menembus kegelapan langit malam. Will masih saja bertahan dengan terus memejamkan matanya, meski sejak tadi aku dan Jake beberapa kali terlibat dalam obrolan.

Sedih, ya, ketika kita mencintai seseorang yang dengan terang-terangan membuang kita begitu saja.

"Mau kuambilkan selimut?" tanya Jake setelah aku menguap untuk ketiga kalinya.

"Nggak perlu, Jake," tolakku berusaha sesopan mungkin.

Jake menggeleng sambil tersenyum. "Aku tidak menerima penolakanmu, Kim."

Tanpa menunggu jawabanku, Jake pergi ke bagian lain pesawat ini, dia melewati Will. Pandanganku malah teralihkan pada Will. Dia menyandarkan punggungnya di kursi. Kedua tangannya terlipat. Dia masih saja memejamkan mata. Entah benaran tidur atau sekadar pura-pura tidur. Pandanganku terputus ketika Jake kembali dengan membawa selimut tebal warna cokelat di tangannya.

Jake nggak menunggu persetujuanku, dia langsung memakaikan selimut ke tubuhku. "Tidurlah, Kim. Kamu pasti lelah. Tidur bisa mengurangi sakit yang kamu rasakan," katanya waktu memakaikan selimut.

Aku tersenyum tulus agar dia tahu kalau aku benar-benar berterima kasih.

"Sama-sama," katanya begitu dia duduk di tempatnya. Aku tersenyum dengan tatapan seolah berkata, tahu dari mana?

"Aku tahu kamu mau bilang begitu, kan?" kata Jake yang lagi-lagi seperti bisa menebak isi kepalaku.

Aku semakin menarik bibir ke atas."Aku punya banyak teman cenayang," selorohku. Jake tertawa tanpa suara sambil menggelengkan kepalanya.

Setelah itu, nggak ada lagi yang bersuara. Kami membiarkan keheningan kembali mengisi di antara kami.

Aku menurut pada Jake. Setelah menyumpal telinga dengan earpods sebesar kurang dari satu buku ibu jari, aku memejamkan mata. Sialnya, aku tetap nggak bisa tidur meski sudah lama memejamkan mata. Isi kepalaku malah berlarian dengan liar pada lelaki yang duduk beberapa meter di depanku. Rasanya, ada bagian dari jiwaku yang masih enggan memercayai ucapannya. Bahkan, jika boleh aku ingin tetap mempertahankan hubungan yang pernah kami miliki. Ini terdengar gila terlebih setelah apa yang Will lakukan.

Waktu suara Will mengalun merdu menyapa gendang telingaku, pikiranku sudah berlarian pada kelebatan masalalu kami, pada hari-hari bahagia kami. Aku nggak pengin mengatakan bahwa hatiku seperti tercubit. Omong kosong, ini lebih dari itu. Seperti ada yang melubangi hatiku.

KIMMY ;Lost in LondonNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ