9. GREEN EYE'S

941 144 66
                                    

Sejak malam itu, aku selalu mempekerjakan otakku tiga kali lebih keras untuk mencari cara demi menghindari pria bernama William Smith

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak malam itu, aku selalu mempekerjakan otakku tiga kali lebih keras untuk mencari cara demi menghindari pria bernama William Smith. Aku memaksa yakin kalau perkataanku malam itu karena pengaruh alkohol. Apalagi alasan paling masuk akal atas ucapan gilaku untuk mengenal Will lebih jauh lagi, kalau bukan karena Château d'Yquem keparat itu? Sumpah. Aku menyesal sudah meminumnya. Tahu begitu, aku akan menurut saja waktu Will menawarkan susu hangat.

Aku berjanji, nggak bakal menyentuh air jahanam itu lagi. Pantas saja minuman memabukkan diharamkan. Harusnya aku nurut pada perintah Tuhan bagian itu, biar nggak usah pusing memikirkan cara menghindari Will setiap harinya. Dadaku berdebar dua kali lipat lebih heboh dari sebelumnya setiap berada di dekat Will. Kadang, mendengar suaranya dari seberang telepon kantor saja membuat lututku lemas. Rasanya jadi serba salah. Aku ingin selalu melihatnya sekaligus menghindarinya. Aku malu jika Will menangkap basah rona di pipiku saat bersamanya.

Berbeda denganku yang masih saja gugup saat bersamanya --meski kejadian itu sudah satu minggu berlalu-- Will malah bersikap tenang. Seolah aku nggak pernah mengatakan apapun. Ini membuatku penasaran. Apakah Will berpura-pura demi menyelamatkan gengsiku atau dia berharap aku mengatakannya? Meski begitu, dia nggak terlihat marah atau menjauhiku. Kemungkinan ketiga, Will percaya kalau aku mabuk.

“Miss Pravena.” Panggilan Sue membuatku tersadar dari kabut di kepala. Setelah aku menatapnya, Sue melanjutkan kembali kalimatnya, “Mr. Smith ingin saya mengingatkan kembali kalau pukul tiga nanti, kamu ada rapat bersama Mr. Smith dan Mr. Allen.”

Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Masih ada dua puluh menit lagi sebelum rapat di mulai. “Apa kamu sudah menyiapkan berkas mesin pesawat yang kuminta?” tanyaku pada Sue yang masih berdiri di depan meja kerjaku.

“Sudah kumasukkan dalam tablet yang akan kamu bawa, Miss Pravena.”

Sue kembali pada tumpukan pekerjaannya setelah aku mengucapkan terima kasih atas kerja kerasnya yang luar biasa. Ada sedikit kendala pada produksi mesin pesawat. Hal itu yang membuat Mr. Alley kembali lebih cepat dari cutinya.

Lima belas menit sebelum waktu rapat, aku sudah bergegas ke ruang pertemuan di lantai delapan gedung ini. Aku nggak pengin membuat mereka menunggu. Dari yang pernah kubaca, orang Barat nggak suka sama manusia jam karet. Mereka terbiasa tepat waktu. Mereka benar-benar menghargai waktu.

Setelah merapikan celana bahan yang kukenakan dan merapikan anak rambug yang turun ke dahi, aku membuka pintu kaca dengan ukiran A besar berwarna perak. Kupikir, aku akan menjadi orang pertama yang tiba di ruangan ini. Nyatanya, Will sudah menungguku di dalam sana. Di seberangnya duduk seorang lelaki berusia nggak jauh beda dengan Will. Nggak perlu cenayang untuk menebaknya adalah Jake Allen, CEO Century Engine.

KIMMY ;Lost in LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang