50. HIDING

392 78 50
                                    

Setelah berputar-putar tanpa tujuan pasti, akhirnya aku memutuskan untuk ke Waterloo Station. Aku membeli satu tiket Shout Western Railway dari Waterloo dengan tujuan akhir ke Bournemouth. Bukan, bukan Bournemouth yang akan kukunjungi kali ini. Aku akan berhenti beberapa stasiun sebelum kereta yang kutumpangi tiba di Bournemouth. Aku sudah memeriksanya. Perjalanan kali ini harus kutempuh selama kurang lebih satu jam dua puluh dua menit.  Ada lima stasiun yang harus kulewati sebelum tiba di tempat tujuanku.

Kereta langsung berangkat menuju stasiun pertama, Clapham Junction. Sepanjang jalan, aku mencoa menghalau semua rasa kecewa yang berkecamuk di dalam dadaku. Gagal. Rasanya terlalu menyakitkan menerima kenyataan ini. Tepat satu jam lebih dua puluh dua menit, kereta yang kutumpangi berhenti di stasiun Shouthampton Central. Aku berjalan kaki dari stasiun kereta menuju rumah besar mirip kastel dengan kebun anggur yang sangat luas di bagian belakang dan sebuah pabrik di sisi bangunan kastel.

Waktu aku sampai di rumah itu, Tante Kahlila sedang berada di pabrik anggur. Dia langsung berjalan cepat menghampiriku. Wajahnya terlihat terkejut sekaligus senang.

"Apa aku melewatkan teleponmu, Sayang?" tanyanya setelah kami saling mengurai pelukan.

Aku menggeleng. "Maaf kalau kedatanganku tiba-tiba dan mengganggu. Tapi ... aku nggak tahu harus ke mana lagi," kataku dengan tampang menyesal sekaligus nggak berdaya.

"Nggak ada yang ngerasa terganggu. Tante senang kamu ada di sini. Hanya saya, tante pikir kamu akan bersama Brice di London. Dia akan tiba malam ini untuk menghadiri acara pembukaan hotel Jake akhir pekan ini." Tante Kahlila memberiku tatapan menyelidik. "Kupikir hotel itu ada di bawah proyekmu?"

"Memang," kataku lemah sambil menunduk dalam. "Tapi, ada masalah. Dan kurasa, aku nggak bisa melanjutkannya lagi."

Tante Kahlila diam memandangiku. "Sepertinya kita butuh anggur," kata Tante Kahlila sambil menuntunku masuk.

Kami duduk di taman mawar dalam ruangan milik Tante Kahlila. Ia memintaku menunggu di dalam taman sedangkan dia akan mengambilkan anggur untuk kami nikmati. Beberapa menit kemudian dia kembali dengan sebotol anggur dan dua gelas berkaki panjang. Entah faktor aku memang membutuhkan teman curhat atau pengaruh alkohol dalan anggur yang membuatku bercerita lepas pada Tante Kahlila. Aku menghabiskan banyak tisu di rumah ini sepanjang bercerita. Tante Kahlila memelukku setelah aku selesai menceritakan semuanya.

"Aku tahu apa yang terjadi pada Jake, tapi akan lebih bijak jika dia yang mengatakannya langsung padamu. Aku tidak punya hak untuk mewakilinya," kata Tante Kahlila sambil merapikan anak rambutku.

Aku menunduk. "Aku ... aku ... ." Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "aku nggak mau ketemu mereka lagi."

Tante Kahlila tersenyum hangat padaku. Jemarinya mengusap lembut punggung telapak tanganku. "Kamu boleh tinggal di sini selama yang kamu mau. Tapi, kamu tetap harus menghadapi masalahmu. Lari tidak akan menyelesaikan masalah, tapi menundanya. Jangan biarkan berlarut-larut, Kim."

Aku terdiam meresapi setiap perkataan Tante Kahlila. Malam itu, aku menginap di sana. Aku tidur di kamar yang pernah Jingga tempati saat mengunjungi rumah ini. Aku jadi kangen pada Jingga, tapi aku nggak mungkin menghubunginya. Kalau kunyalakan ponsel, Jake atau Will bisa dengan mudah melacak keberadaanku. Aku mengurungkan niat menghubungi Jingga. Kuletakkan kembali ponsel ke dalam tasku dan memilih untuk merebahkan diri di tempat tidur.

Hari-hari berikutnya, alih-alih kembali ke London dan menyelesaikan proyek pembukaan hotel yang tinggal menghitung hari, aku malah asyik membantu Tante Kahlila di pabrik dan merawat mawar-mawar cantiknya. Aku sendiri nggak yakin kapan aku akan siap kembali ke London dan menghadapi kenyataan kehidupanku. Aku benci melihat diriku yang bodoh. Dibodoh-bodohi lebih tepatnya.

KIMMY ;Lost in LondonWhere stories live. Discover now