8. BIG BEN

1.1K 152 56
                                    

“Ini seperti mimpi,” kataku sambil memandang takjub ke arah bangunan tinggi yang terdapat jam besar di bagian atasnya

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

“Ini seperti mimpi,” kataku sambil memandang takjub ke arah bangunan tinggi yang terdapat jam besar di bagian atasnya. “Salah. Sejak awal perjalananku ke sini memang sudah seperti mimpi,” ralatku cepat.

“Tapi, sekarang kamu benar-benar ada di Inggris, Kim,” ujar Will sambil mengulum senyuman.

“Ya, keajaiban,” imbuhku lalu tersenyum lebar.

Will terbahak. Aku nggak tahu di mana letak lucunya. Apa kata-kataku menggelikan? Kenapa Will tertawa seperti habis menonton dagelan?

“Kamu percaya keajaiban?” tanya Will setelah tawanya reda.

Kali ini, gantian aku yang mengerutkan dahi. “Tentu,” jawabku singkat. Kutatap lagi wajah Will berharap ini hanya pertanyaan gurauan, tapi Will memberikan ekspresi datar. Setelah menghela napas dalam, kukatakan padanya, “terlepas dari semua hal nggak mengenakan yang kualami di sini, tapi bagaimana aku bisa sampai di sini adalah keajaiban, Will.” Will menunduk. Seperti menghindari tatapanku. Aku mengembuskan napas berat. “Meski mendapati kekasihku akan menikahi wanita lain dan semua barangku dicuri, nggak termasuk ke dalam kategori keajaiban, tapi bertemu denganmu adalah keajaiban terbesar yang pernah kualami.”

Will menatapku seolah mencari kejujuran. Kubalas saja tatapannya. Aku nggak membual, kok, soal dirinya. Aku benar-benar menganggap Will beserta semua gelitik aneh yang kurasakan setiap bersamanya adalah sebuah keajaiban luar biasa. Aku sendiri nggak mengerti apa alasannya. Mungkin karena serat-serat retinanya yang seperti warna bintang-bintang dari tongkat ajaib di film kartun semasa kecilku dulu.

“Aku bukan keajaiban, Kim,” lirihnya. Suaranya kecil seperti berasal dari tempat yang jauh.

“Terus apa, dong? Malaikat tanpa sayap?” selorohku mencoba mencairkan suasana.

Berbeda denganku yang tertawa, Will malah tampak serius. Apa lawakanku garing? Apa kata-kataku menyinggung perasaannya? Apa aku salah?

Will menggelengkan kepala. “Aku tidak sebaik itu, Kim.”

“Kamu hanya nggak menyadarinya, Will. Apa sebutannya untuk orang yang mau berbaik hati menolongku?” bantahku. Sebelum Will mulai bersuara lagi, kukatakan padanya, “waktu di Covent Garden kamu belum mengenalku, tapi kamu tetap menolongku, Will. Apa itu nggak cukup membuatmu yakin kalau kamu orang baik?”

Will membasahi bibir bawahnya. Melihatnya begitu, aku jadi pengin suruh dia berhenti. Setan di dalam diriku mulai memberi perintah lancang. Aku harus bisa mengendalikan diri, sebelum melakukan hal nggak terpuji.

“Saat itu aku merasa sendirian di negara yang nggak kukenal, tanpa barang-barangku. Kupikir, aku akan berakhir di dinas sosial atau menjadi gelandangan, tapi Tuhan kirimkan keajaiban lewat kamu. Kamu menolongku meski belum mengenalku. Kurasa itu cukup untuk menganggapmu sebagai keajaiban. Kamu orang baik, Will.” Aku tersenyum tulus padanya. Aku ingin dia tahu kalau kehadirannya benar-benar kusyukuri.

KIMMY ;Lost in LondonNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ