14. SUFFER 1

486 80 28
                                    

Pukul sepuluh pagi, aku dan Jake tiba di helipad Alta Tower

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Pukul sepuluh pagi, aku dan Jake tiba di helipad Alta Tower. Nggak seperti waktu berangkat kemarin, kali ini ada pilot dan co-pilot yang membawa helikopter. Aku dan Jake duduk di bangku belakang dan bercerita tentang banyak hal. Jake teman yang asyik diajak berbagi cerita. Kami menertawakan hal-hal konyol yang pernah kami lakukan. Kami juga menertawakan tragedi di masa lalu seolah itu adalah komedi. Benar kata orang kalau tragedi ditambah waktu sama dengan komedi.

Jake mengantarku sampai ke pintu ruang kerjaku karena dia akan mampir untuk menemui Will di ruangan sebelah. Setelah mengucapkan terima kasih dan bertukar nomor telepon, aku masuk ke dalam ruang kerjaku. Aku sempat melihat Will di kursi kerjanya.

Ruanganku dan ruangan Will hanya dibatasi dinding kaca tebal. Aku bisa melihatnya dari ruanganku.  Will sudah duduk di sofa dan menyambut Jake. Aku nggak bisa mendengar percakapan mereka. Aku juga bukan pembaca gerak bibir. Jadi, aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan. Hanya saja, Will berkali-kali mencuri pandang ke arahku.

Untuk pertama kalinya, aku menutup particle blind di ruanganku agar aku maupun Will nggak bisa saling melihat ke ruangan satu sama lain. Baru kali ini aku merasa nggak nyaman. Biasanya, aku senang memandanginya diam-diam, tapi sekarang semuanya berubah. Untuk apa lagi memandangi milik orang lain? Aku nggak ingin terluka untuk kedua kalinya. Aku nggak ingin menjadi orang ketiga lagi. Sunguh, rasanya nggak enak.

Meski menyakitkan, aku harus bisa mengatasi perasaanku. Aku harus bisa membuangnya sebelum perasaan ini membunuhku. Anne jelas bukan sainganku. Walau benci untuk mengakuinya, tapi aku nggak memiliki apapun yang bisa membuatku menang melawan Anne. Aku tersenyum kecut pada fakta itu.

Kupikir, aku butuh banyak alasan untuk menghindari Will. Ternyata, Will nggak berusaha mendekatiku. Lelaki itu nggak keluar untuk makan siang. Dia memilih Nat untuk mengantarkan makanan ke ruangannya. Will juga masih bekerja saat jam pulang kantor. Aku nggak ingin mengganggunya. Jadi, aku memilih pulang menggunakan taxi.

Setelah hari itu, aku jadi rutin menggunakan taxi untuk pulang-pergi ke kantor. Sesekali Jake mengantarku. Di kantor, Aku dan Will jadi jarang bertemu. Kalaupun bertemu, nggak banyak yang kami bicarakan. Aku nggak pernah lagi menemukannya di ruang makan saat pagi maupun malam hari. Pun begitu di akhir pekan.

Will jadi lebih pemarah pada Jake. Aku nggak tahu apa masalah mereka. Will seperti nggak suka kalau aku sedang bersama Jake. Dia akan mengomel tentang apa saja pada orang-orang. Kurasa itu caranya meluapkan kenggak sukaannya pada Jake. Tapi, apa salah Jake? Apa yang Jake lakukan sampai membuat Will marah begitu?

Aku pernah mencoba bertanya pada Jake, tapi Jake selalu berkelit dan berkata bahwa nggak terjadi apapun di antara mereka. Berkali-kali Jake meyakinkanku kalau semua baik-baik saja. Aku mencoba memercayainya. Sampai suatu hari, kami bertiga dalam rapat untuk membahas proses pesawat yang sudah hampir selesai. Semelapan puluh persen pesawat yang di pesan Arcopodo siap dikirim ke Jakarta pekan depan.

KIMMY ;Lost in Londonजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें