Merelakan

19 3 0
                                    

2 hari belakangan ini, aldares menjadi lebih sering bolos pelajaran dikelasnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

2 hari belakangan ini, aldares menjadi lebih sering bolos pelajaran dikelasnya. Gio dan tirta belum berani bertanya kepada aldares, karena takut akan membuat mood aldares semakin buruk. Cuma ada dua kemungkinan dalam pikiran gio saat ini.

Merelakan patricia atau membenci patricia?

Patricia, mungkin cewek ini menjadi alasan kenapa aldares menjadi banyak diam dan tidak ingin lagi memperlihatkan senyumnya kepada teman-temannya. Terlebih lagi, aldares menjadi lebih sering di ajak tawuran oleh sekolah lain dan dengan gampangnya cowok itu mengiyakan.

"Bilang gak nih?" Tanya gio dengan ragu kepada tirta.

"Di tolong engga, di tonjok iya nanti kita ama ares."

"Orang utamanya kan kia bang tirta, gua gampar bulak-balik juga nih." Ujar gio sedikit kesal.

"Kenapa kita gak tanya dulu ke ares? Biar lebih jelas aja sih." Tanya tirta kepada gio.

"Gimana caranya? Dia aja sekarang gak ada," Ucap gio dengan wajah pasrahnya.

"Ya ditanyanya pas pulang sekolah, pinter lu ah." Ujar tirta sambil menjitak puncak kepala gio.

Jalan satu-satunya ada di patricia, cuma cewek itu yang bisa mengubah aldares kembali seperti biasa. Namun, tidak semudah yang dibayangkan gio dan tirta.

______________________________________

Bahkan diamnya kamu, bisa membuatku banyak berfikir. Terkadang kamu bersikap tidak peduli tapi mampu membuat hangat hanya karena bicaramu yang singkat dan terkadang sikap menyeramkan kamulah yang membuktikan bahwa kamu yang benar-benar bisa membuat banyak orang terdiam.

Aldares zidan alwi, kamu adalah orang yang sedang aku deskripsikan sekarang.

______________________________________

Sudah berkali-kali gio dan tirta membujuk patricia, agar membuat aldares kembali seperti biasa. Tapi patricia menolak, bukan karena tidak mau membantu, di lubuk hatinya yang paling dalam justru ia sangat ingin membantu. Dipikiran patricia saat ini, ia hanya takut jika kehadirannya justru mengganggu pikiran aldares.

***

Dari beberapa hari yang lalu, ternyata aldares sudah ada janji dengan rivan. Menurut aldares, ini adalah masalah yang penting. Penting harus ia jalani. SMA Negri 2 Pancasila, adalah sekolah terfavorit. Sekolah yang sangat terkenal dengan prestasi siswa/i nya, namun dibalik itu semua ada banyak perjuangan menyakitkan di dalamnya.

Rivan, menyerahkan tanggung jawabnya ke aldares. Bukan karena aldares terlihat sangar apalagi karena dirinya yang kurang patuh terhadap peraturan sekolah. Itu bukan sama sekali. Tapi karena, rivan melihat bahwa aldares adalah orang yang mempunyai tanggung jawab besar dibandingkan dengan dirinya. Walaupun ia tahu, aldares adalah sosok cowok yang kurang mendapat kasih sayang dari sang bunda. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk ia bangkit dari kesepiannya, walaupun dengan cara yang kurang baik sekalipun.

Keras kepala dan gampang emosian, rivan tahu itu. Ada masalah sekalipun, jika tidak dibicarakan baik-baik. Bisanya saja rahangnya bengkak akibat tonjokan keras dari kepalan tangan seorang aldares. Itu tidak akan terjadi, karena rivan paham dengan aldares.

"Gua serahin SMK Brigata sama lu, dari angkatan awal cuma itu satu-satunya sekolah yang cari masalah mulu sama sekolah kita." Ucap rivan sedikit tegas, namun cowok di depannya hanya menjadi pendengar yang sangat serius.

"Sekolah itu udah newasin lebih dari 5 orang disaat angkatan gua masih ada." Sambung rivan dengan nada bicara seperti dendam kepada seseorang dan sesekali menekankan kata "newasin".

"Gua gak yakin bang," Pasrah aldares dengan tubuh sedikit tegap.

"Gua yakin lu bisa, cuma angkatan lu yang mampu berentiin ulah SMK Brigata res." Ujar rivan, berusaha meyakinkan.

"Mau gua ngelakuin tawuran lagi atau engga, tetep cewek itu van yang menjadi alasan kenapa gua rajin masuk sekolah." Perjelas aldares, kini jalan pikirannya sudah hampir buntu.

"Oke gampang, gua suruh cewek itu kesini." Jawab rivan dengan mudahnya.

"Gak segampang itu," Gumam aldares dengan nada bicara yang dingin.

Bel istirahat terdengar jelas dari arah luar. Aldares tahu, tapi ia memilih untuk tetap disini dengan rivan. Dirinya sedang ada di mood yang kurang baik, bisa-bisanya ia berharap bahwa gio dan tirta akan menyusul kesini sambil mengajak patricia. Mustahil. Aldares sadar, perlahan-lahan justru ia menaruh harapan pada cewek itu.

Alhamdulilah. Entah doanya didengar oleh sang pencipta atau apa, tapi mata tajamnya melihat disebrang sana gerbang sekolah terbuka dan setelah itu menampilkan gio, tirta, dan patricia.

"Seneng gak seneng gak?" Ledek tirta ke arah aldares sambil menyenggol lengan aldares.

"Ngapain kesini?" Tanya aldares kepada patricia, namun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya jari telunjuk mengarah ke dua cowok disampingnya.

"Lu berdua boleh kesini, asal gak bawa dia kesini. Bahaya anak baik-baik disuruh bolos," Ucap aldares dengan nada bicara sedikit serius.

"Kali aja gitu. Kalo gua ama tirta bawa kia kesini, lu mau masuk ke kelas lagi." Perjelas gio tanpa basa-basi.

"Yaelah, ambekan amat gua kalo begitu. Gua cuma lagi ada urusan sama bang rivan," Jawab aldares dengan santai namun tatapannya seperti mengintimidasi.

"Lu balik aja ke kelas, biar gio sama tirta disini aja."

"Yaudah, nih-Tadi gua beli siomay sama air mineral buat lu." Ucap patricia dengan senyum tipisnya, namun aldares hanya memberikan tatapan seolah-olah hanya "mengiyakan" saja.

Patricia kembali ke ares sekolah dan segera mungkin untuk menutup rapat gerbangnya. Sambil berjalan ke kelas XI IPA-3, pikirannya kini dipenuhi oleh aldares.

Gak seperti biasanya.
sekedar senyuman aja engga.
Apa gua buat salah?

Terlalu rumit untuk dipahami, pikirnya

***

Menurut kalian, apakah aldares bener- bener merelakan??

Jangan lupa kasih vote dan tinggalkan jejak kalian di comment yaa, karena itu salah satu alasan aku semangat buat bikin chapter-chapter selanjutnya ❤️🎸✨

Hi Saga [ REVISI ]Where stories live. Discover now