Butuh Waktu

10 2 0
                                    

Apa benar, daun yang jatuh saja tidak pernah membenci angin? Tapi kenapa rasa suka yang aku perlihatkan ke kamu, justru menyembunyikan benci didalamnya

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Apa benar, daun yang jatuh saja tidak pernah membenci angin? Tapi kenapa rasa suka yang aku perlihatkan ke kamu, justru menyembunyikan benci didalamnya

***

Hanya gitar yang bisa menemaninya saat saga berada di kamarnya, ia masih memikirkan masalah patricia. Cewek itu ternyata masih saja diam dan tak mau bertemu saga untuk sementara. Sepertinya memang patricia butuh waktu, untuk bisa menerima kembali kehadiran saga. Walaupun mereka pacaran, tapi tidak menjamin atau bahkan tidak secepat itu seorang patricia memaafkan kesalahan saga. Yang berulang kali dilakukan.

Kapan masalah ini selesai?

Kenapa gua jadi brengsek gini, seakan-akan memposisikan kesya penting untuk gua tolong, kenapa?!

Buat apa gua jadiin kia pacar, kalo yang gua prioritaskan aja kesya. Come on ga! Lu bukan anak kecil lagi, mau sampe kapan harus ditegor mulu?

Dirinya ingin sekali menghajar abis-abisan dinding kamarnya, tapi untuk apa?

Dikala pikirannya sedang kacau, tiba-tiba ia teringat bahwa kesya sudah sembuh. Tentu saja, ia tidak perlu repot-repot menjenguk ke rumah sakit mutiara lagi. Jari-jarinya sedang mengutak-atik papan ketik di handphone nya, berharap sang pacar mengirimkan pesan. Mustahil. Mana mungkin dia kirim pesan ke gua di kala kecewa gini!

Sebenarnya sudah beberapa cara ia lakukan, namun tetap tak berhasil. Rasa ingin meminta bantuan kepada aldares pun muncul, tapi tentu saja rasa gengsi seorang saga lebih tinggi. Secara, baru beberapa hari kemarin aldares dan saga hampir berkelahi.

***

Sejak melihat kejadian di rumah sakit mutiara, patricia semakin takut untuk bertemu saga. Rasa kecewa yang begitu besar, membuatnya semakin lemah. Mencoba menahan emosi karena kesya, tapi dengan mudah pertahanan itu dihancurkan oleh saga. Orang yang seharusnya sudah sangat ia percaya.

Lalu hal apa yang membuat gua bertahan?

Patricia mengamati kalender putih, dilihat-lihat kenaikan kelas sudah semakin dekat dan ia akan menduduki tingkat tertinggi di sekolah menengah atas. Almarhum ayahnya pernah mempunyai keinginan, untuk mengajak patricia berkuliah di Belanda. Ya, memang itu sangat jauh. Tapi patricia juga sudah pernah berjanji kepada almarhum ayahnya, bahwa setelah lulus sekolah. Ia akan melanjutkan pendidikannya di Belanda. Haruskah gua jujur?

Rahasia ini memang sengaja di sembunyikan oleh patricia secara rapat-rapat. Karena ia tidak ingin menjadi beban teman-temannya. Sempat berpikir, apakah bisa ia menjalani LDR?

Dengan rasa malas, patricia keluar dari kamar. Perlahan, kakinya melangkah ke arah tangga. Mungkin saja, dengan ia bertanya dan bercerita sedikit tentang apa yang ia rasakan selama ini. Setidaknya menenangkan hati yang sedang luka.

"Mah..." Panggilnya sambil tengok kanan-kiri, untuk memastikan. Apakah mamahnya sedang ada di rumah atau tidak.

Ternyata mamahnya baru saja selesai menjemur pakaian, "Ada apa cantik?"

"Aku pengen nanya deh- sama pengen cerita juga sih, ayo cepetan." Rengeknya sambil menggoyang-goyangkan lengan mamahnya. "Aku di ruang tamu."

Merasa terhibur, karena perilaku dari sang putri. Mamah meninggalkan senyum manis dibibirnya, tapi perasaan seorang ibu lebih kuat. Pasti terjadi apa-apa dengan patricia dan sebaiknya ia mendengarkan putrinya terlebih dahulu.

"Inget nggak mah," Ucap patricia sambil menggenggam erat tangan mamahnya.

"Almarhum pernah minta sama kia, minta untuk kia kuliah di Belanda. Apa almarhum nggak pernah cerita ke mamah?" Sambungnya seperti menahan tangis.

Ternyata benar. Dugaan mamahnya, putrinya tidak sedang baik-baik saja, "Mamah ingat. Sangat ingat, almarhum pernah meminta untuk kamu melanjutkan kuliah disana. Kamu mau kan? Ini demi kebaikan kamu."

"Mamah tahu, ini berat buat kamu. Lagipula, negara Belanda itu jauh. Belum tentu juga kamu betah disana, dengan lingkungan yang sangat jauh berbeda ketika kamu ada disini."
Sambungnya dengan nada bicara lembut.

"Persiapkan semuanya dari jauh-jauh hari ya! Mamah yakin kamu bisa, jangan ngecewain almarhum. Dan juga mamah." Nasihat mamah sambil memeluk erat putrinya.

Tangisnya meluap saat itu juga, mamahnya benar. Ia harus bisa buat bangga almarhum dan juga mamahnya. Untuk saat ini, mereka lah salah satu alasan kenapa patricia masih mau berjuang untuk pendidikannya.

Gua bisa! Come on kia, lu nggak boleh nyerah gitu aja, batinnya

Mamahnya melihat napas sekaligus senyum lega yang sudah jelas dimatanya. Tangan kasarnya mengusap lembut puncak kepala patricia. Tangan kasarnya terpampang jelas, mungkin akibat dari terlalu banyak melakukan aktivitas rumah. Patricia tahu itu.

"Sudah merasa lega? Atau masih ada yang kamu pendam- cerita aja, mamah pasti dengerin." Tanya mamah dengan hati-hati.

"Dan sebisa mungkin pasti mamah juga kasih kamu solusi. Biar masalah yang kamu hadapi cepat selesai." Sambungnya.

Mau mulai dari mana ceritanya?

Apa masih ada solusi buat masalah ini?

Apa gua masih punya keberanian buat ungkapin semuanya secara jujur sama saga?

"Tentang saga kah?" Tanya mamahnya dengan wajah sedikit menggoda putrinya itu.

"K-kok mamah bisa tau?" Ucap patricia dengan malu-malu.

"Kalian marahan? Mamah sebenarnya sudah lama nggak lihat dia kesini, pantesan kamu sama kasep yang nomer 2 mulu," Goda mamah kearah patricia.

"Yang terpenting- sesulit, sebesar, se sepele apapun itu masalahnya, kan bisa dibicarain dengan baik-baik. Nggak harus saling menjauh, apalagi sampai marah hingga berhari-hari." Nasihat mamah.

Deg

"Tapi mah...posisi aku seakan-akan nggak penting di hidup dia. Aku kaya bukan prioritasnya, malah adik kelasnya yang dia pentingin." Keluh patricia.

"Aku juga punya batas kesabaran- tapi, diamnya aku bukan berarti mengiyakan segala hal yang dia lakuin. Aku capek mah, harus bertahan kaya gimana lagi?" Sambungnya sambil menangis tersedu-sedu akibat cerita terlalu serius. Memang ini serius.

"Dia belum minta maaf sama kamu?" Tanya mamahnya dengan wajah serius.

Putrinya dengan sangat spontan langsung menggelengkan kepalanya, memang kenyataannya seperti itu. Saga belum meminta maaf dengan benar kepada patricia. Bukannya kata maaf harus dibuktikan ya?

"Mamah kasih tahu sama kamu- bukan cuma cewek yang punya sifat gengsi tinggi, tapi cowok juga ada. Malah terkadang, cowok kalo udah gengsi tuh kaya udah nggak bisa untuk diganggu gugat. Apalagi kalo dinasihatin, pasti malah melenceng kemana-mana jawabannya." Perjelas mamahnya dengan nada bicara lembut.

"Jadi- kasih saga waktu sebentar lagi, untuk dia ngejelasin semuanya ke kamu. Jangan karena hal kecil, kamu jadi menjauh sama dia. Kalo sudah dijelasin, terus kamu paham. Baru kamu mengerti situasi saga saat itu." Sambungnya dengan senyum.

***

Jangan lupa kasih vote dan tinggalkan jejak kalian di comment yaa ❤️✨🎸

Karena itu salah satu alasan aku semangat buat bikin chapter-chapter selanjutnya, sebentar lagi cerita "Hi Saga" akan mencapai ending. Doakan aja, cerita ini cepat selesai.

Hi Saga [ REVISI ]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora