36. Keberanian

9.3K 625 7
                                    

Happy reading !

.

.

Hari Senin, hari yang paling dimusuhi oleh semua siswa maupun siswi. Cuaca panas menyambut mereka, dan sialnya mereka sedang melakukan Upacara hari ini.

"Sumpah ya anjir, panas banget!" Lyani mengipasi lehernya dengan kipas angin elektronik miliknya, siapa suruh ia tak menguncir rambut.

"Makanya itu rambut, di kuncir!" Suruh Nayra, ia jengah mendengar ocehan Lyani yang mengeluh panas.

"Kuncirannya masih baru, sayang-sayang!" Fiona menjitak kepala Lyani dengan cukup kencang, inilah Lyani, perempuan penyuka barang-barang lucu tetapi tak tega untuk menggunakannya.

"Gak jelas lo! Ngapain lo beli kalo gak mau lo pake?" Sinis Fiona, Lyani mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali mengipasi area lehernya.

"Su-"

"ARDANA, ANGGA, ANGKASA, XAVIER, DAN REYNALD!! MAJU KEDEPAN!!!"

Bu Jiah - guru BK, memanggil kelima pria tampan itu untuk maju ke depan, entah kesalahan apalagi yang dilakukan mereka. Sedangkan Alya dkk hanya memutar bola matanya malas, selalu saja kelima laki-laki itu yang namanya di pamggil pada hari Senin.

Ardana memimpin jalan, diikuti oleh keempat teman-temannya yang sedang menahan tawa. Bukannya takut, mereka malah santay-santay saja menghadapi guru BK. Seperti mereka sedang menghadapi semut kecil.

"Ibu manggil kita?" Tanya Reynald, Bu Jiah mengangguk lalu membenarkan letak kaca matanya.

"Kalian kenapa sih cari gara-gara terus? Gak capek apa di hukum mulu?" Tanya Bu Jiah, dengan kompaknya Ardana dkk menggeleng dan membuat Bu Jiah menghela napas lelah.

"Ya siapa suruh Ibu manggil kita mulu? Kita juga gak nyuruh Ibu buat ngasih hukuman kan?" Ujar Angga dengan santaynya, semua guru sudah tau betul tabiat Ardana dkk. Susah diatur, nakal, berandalan, troublemaker. Tetapi guru-guru tak bisa mengeluarkan mereka, kenapa? Karna Ardana dkk menyumbangkan banyak piala ataupun medali untuk SMA Cakrawala.

'Nakal boleh, bego jangan.' Itu prinsip yang di pegang oleh Ardana dkk.

"Saya capek ngurusin kalian terus!" Bu Jiah sudah tak tau harus bagaimana lagi mengajari Ardana dkk untuk sama seperti murid-murid lain yang taat pada peraturan.

"Kita juga ga nyuruh Ibu buat ngurusin kita-kita, ye gak bro?" Angga mengangguk lalu ber-tos-ria ala lelaki.

"Oke, pertama saya mau tanya sama Reynald. Kemana ikat pinggang kamu?" Tanya Pak Theo.

"Waktu itu saya pake Pak buat ngusir ayam yang masuk ke halaman rumah, nah karena ikat pinggangnya kena tai si ayam, yaudah saya buang." Reynald berjalan ke arah tiang bendera lalu bersender disana dengan kedua tangan yang di silangkan depan dada.

"Angkasa? Kemana dasi kamu?"

"Lah ini di kepala saya, makanya pak pake kacamata biar keliatan! Dasi segede gini masa kaga keliatan, kan gak mungkin banget." Angkasa menunjuk dasi yang ia ikat di kepala, entahlah apa tujuannya.

"Angga? Kenapa sepatumu warna merah?"

"Lah emang ngapa, sepatu punya saya. Ayo Bapak gendut eh Bapak Theo, kenapa sepatumu warna coklat?" Tanya Angga, Pak Theo menghela napas lelah. Ditanya kok malah nanya balik. Dasar manusia.

"Xavier saya harap jawabanmu lebih waras di banding ketiga temanmu, kemana topimu Nak?" Tanya Pak Theo.

"Nyangkut," Ujar Xavier.

ARDANA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang