55. End

30.3K 1.1K 58
                                    

Happy reading !

.

.

Kini mereka semua sedang berkumpul di kediaman Angkasa, Sisi yang notabene-nya adalah adik satu-satunya Angkasa, kini hanya bisa diam melihat kakaknya yang sedang di kafani.

Flashback on.

Angkasa dan Sisi sedang duduk di bangku ruang tamu sambil menonton acara televisi kesukaan mereka berdua, apalagi kalau bukan Upin dan Ipin? Yang berkisah tentang dua anak kembar dengan pakaian kuning dan biru.

"Heh dek! Ntar kalo gue udah sukses, kita jalan-jalan ke Malaysia, ntar kita ke kampung durian runtuh ye! Gue nge-fanss banget ama tuh si botak sumpah! Suaranya lucu kan kek gue?" Tanya Angkasa dengan tingkat PD akut.

"Ih nda! Suala abang ndak ada lucu-lucuna cama cekali," Angkasa mendengus lalu memakan cemilan yang Maminya taruh di atas meja.

Angkasa mengambil ponselnya saat ponselnya bergetar, Sisi hanya melirik saja lalu mengangkat bahunya acuh dan kembali menonton acara televisi.

Flashback off.

"Abang.... Abang janji mawu ajak Cici ke Malaysia buat ketemu Upin Ipin.. Ayo bang banun, kita kecana naik pecawatnya papi..." Sisi menggoyangkan lengan Angkasa, berharap laki-laki itu akan bangun namun itu hanya sia-sia, Angkasa sudah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.

"Udah sayang... Biarin Abang tidur ya? Nanti kita bisa ketemu Abang di Surga, oke sayang?" Sisi mengerjabkan matanya lalu mengusa air matanya sendiri.

"Kita ke Sulga naik apa, Mam?" Tanya Sisi, sontak pertanyaan itu membuat siapa saja yang mendengarnya merasa sedih.

"Nanti kita ke Surga kalau waktunya udah tepat, Sisi. Sekarang abang duluan yang kesana.. Sisi gak mau kan abang sedih?" Sisi menggeleng kuat lalu menatap Angkasa yang sudah tidak bernyawa.

Sisi turun dari pangkuan Bella lalu berlari ke arah Angkasa, menatap wajah Angkasa yang sudah pucat serta badannya yang kaku.

"Abang ntal tunggu Cici yya! Ntal Cici cama yan lain ke Sulga! Abang tunggu yya?" Sisi mengusap pipi Angkasa, ia merasakan dingin di tangannya.

"MAMI ABANG CAKIT!!! BADANNYA DININ MI!!!" Semua kembali menitikan air matanya, dimana Sisi yang terus saja menggosokan tangannya di pipi Angkasa agar kembali hangat.

"Loh thenapa nangis cemua? Abangna Cici cakit! Ayo bawa kelumah cakit, Mi!" Sisi menarik-narik tangan Bella namun Bella hanya diam di tempat.

"Gak bisa sayang, abang gak bisa dibawa ke rumah sakit. Sisi disini aja ya, jangan ikut oke?" Sisi menggeleng, ia kembali melirik Angkasa.

"Thenapa Cici nda boyeh itut?" Tanya Sisi.

Angelio menggendong putrinya lalu tersenyum.

"Mau ikut, hm?" Tanya Angelio, Sisi mengangguk semangat.

Tubuh Angkasa di angkat, dimasukannya kedalam mobil jenazah, kendaraan terakhir Angkasa, kendaraan yang mengantarkan Angkasa menuju kehidupan selanjutnya.

Arsavigald berada di paling depan dengan Ardana yang memegang Bendera lambang Naga yang berkibar, Angga berada di boncengan Reynald. Bagaimanapun juga Angga masih dalam keadaan tidak baik untuk berkendara.

Bendera itu tertiup angin sana sini, bukan hanya Ardana yang mengibarkan bendera, namun anggota lain juga mengibarkan benderanya. Biasanya ada Angkasa di tengah-tengah antara motor Angga dan Leo, tapi kini tempat itu kosong, tak akan ada lagi yang mengisi tempat itu.

ARDANA (END) Where stories live. Discover now