44. Brandal vs Arsavigald

10.8K 639 13
                                    

Happy reading !

.

.

Ardana mengantarkan Hana pulang terlebih dahulu, ia sebenarnya tak ingin meninggalkan gadis ini, tetapi anggotanya membutuhkan pemimpin, mau tak mau Ardana harus ikut serta, lagi pula lumayan kan melampiaskan amarah kepada orang lain? Asik bukan.

"Kamu kalo ada apa-apa, bilang sama aku ya? Jangan di pendem sendiri, makan sayur jangan lupa! Minum susu juga biar fit lagi, aku pamit dulu, nanti kalo sempet aku bakal kesini nengokin kamu," Hana mengangguk lalu tersenyum, jujur luka buatannya sendiri ini cukup sakit.

"Hati-hati, Ardana." Ardana mengangguk ia mengusap kepala Hana lalu pergi melesat ke tempat yang sudah di beritau oleh Angkasa.

Ardana datang sendiri, keemlat temannya dan anggota lain sudah berangkat terlebih dahulu dengan bendera lambang Naga yang di kibarkan, jaket kebanggan mereka juga tak pernah lupa.

"Wah ada apaan nih si Pak ketua dateng terakhir?" Ujar Putra, namun Ardana tak merespon sama sekali, ia berjalan ke arah gengnya lalu berdiri paling depan.

"Gue kira lo gak dateng," Bisik Angga dengan senyum sinis yang tercetak, Ardana menghela napas namun tak merespon ucapan Angga, ia tau apa maksud dari ucapan Angga barusan.

Ardana menatap Putra dengan nyalang, tangannya sudah mengepal, oh ayolah Ardana ini ingin sekali memukul orang sekarang!

"Gak usah bertele-tele, serang aja!!" Anggota Brandal maju terlebih dahulu, Arsavigald juga sama, tak mau tinggal diam, kini mereka semua beradu jontos, sudah ada beberapa yang tumbang.

Ardana memukul wajah salah satu anggota Brandal dengan bertubi-tubi, melampiaskan semua amarahnya, napasnya memburu, matanya memerah.

Setelah korban yang Ardana pukuli tadi tak sadarkan diri, Ardana kembali memukuli anak Brandal, tanpa ada rasa kasihan sedikitpun, Ardana terus saja memukuli wajah anggota Brandal.

Angkasa saja yang melihatnya meringis, pasti ngilu! Angkasa bergidik ngeri lalu melanjutkan aktifitasnya.

"ETT! Tunggu, lo mah kalo tempur pake kayu mulu! Ayolah, tangan kosong kalo berani!!" Heoza, salah satu inti dari Brandal mengikuti kemauan Angkasa, ia melemparkan balok kayunya ke sembarang arah lalu menatap Angkasa nyalang.

"Eh Za! Lo ganteng banget sumpah, gue gak boong, eh tapi bentar!! Bulu mata lo ada yang jatoh nih, kayanya ketiup angin." Angkasa dengan santaynya berjalan mendekati Heoza.

Bugh!

Angkasa tersenyum sinis, ah matanya Heoza jadi kelihatan lebih cantik! Lebam, Heoza mundur beberapa langkah lalu memegangi matanya yang terasa sangat sakit akibat pukulan yang di berikan oleh Angkasa.

"Maap anjir tadi ada nyamuknya!! Gue mah kan anak baik, yaudah itu nyamuk gua pukul, udah pergi kok Za sekarang, aman!" Napas Heoza memburu, nyamuk katanya?

Saat Heoza ingin melayangkan kembali pukulannya, Angkasa lebih dulu mengelak, ia menendang tulang kering Heoza dangan kencang, menyebabkan laki-laki itu terduduk dengan lemas, kakinya seakan mati rasa.

"Lo udah gue tolongin dari serangan nyamuk membandel, gak tau diri! Dahlah gue males, kebaikan gue gak di hargain, gue mau cari orang laen aja yang bisa ngehargain gue, bye nak pungut!" Angkasa kembali melancarkan aksinya, menipu seseorang lalu memukul wajahnya, ya habis mau bagaimana lagi?

"Masa gue langsung mukul dia? Gak sopan ah, mendingan gue kibulin dulu, baru gue tonjok! Kan seenggaknya gue udah ijin secara gak langsung hahahahahaha." Itulah mengapa Angkasa terlebih dahulu membohongi lawannya sebelum memukul.

Reynald masih fokus menghalau beberapa bambu yang di layangkan oleh anak Brandal.

"Woilah ini bambu lo ribet banget anjir! Jangan pake bambu napa elah, sakit bego tangan gue! Ngotak napa anjir ngotak, lo kira tangan gue dibuat dari baja?!" Telapak tangan Reynald memerah akibat menahan pukulan bambu yang terus saja di layangkan.

Krak!
Krak!
Krak!

Karena sudah kesal, Reynald mematahkan ketiga bambu itu dengan tangannya sendiri, ia menatap tiga orang di hadapannya dengan nyalang.

Bugh!

"Ini karena lo udah bikin tangan gue merah!"

Bugh!

"Lo juga njing bikin tangan gue merah!"

Bugh!

"Lo sih gak bikin tangan merah, tapi pas mukul bambu tadi kena kepala gue bangsat!! Ntar kalo pala gue pitak gimana, goblok!!"

Xavier, laki-laki tenang dalam melakukan segala tindakan apapun, ia hanya menghindar, menghindar, dan menghindar, itu saja. Bukan karena takut, selagi wajahnya masih belum terkena pukulan, maka Xavier masih bersikap dengan tenang.

Bugh!

Kepala Xavier tertimpuk oleh batu-batu kecil, Xavier mengedarkan pandangannya sembari mencari pelaku yang menimpuk kepalanya, terlihatlah Angkasa yang terkekeh sambil menggaruk tengkuknya.

Xavier memutar bola matanya malas, ah Xavier tak bisa memukul Angkasa! Bagaimana pun juga mereka satu geng kan?

"PIR AWAS!!!"

Bugh!

Angkasa berdiri di depan Xavier, laki-laki itu meringis saat geng Brandal memukulnya, sakit memang, tapi tak apa!

"Bego." Xavier maju, menatap orang yang memukul Angkasa dengan nyalang lalu memukul laki-kaki itu bertubi-tubi.

Bugh!
Bugh!
Bugh!

"BERANINYA LO MUKUL TEMEN GUE, ANJING!" Xavier seperti orang kesetanan saat memukul lawannya, Angkasa tidak bisa melerai untuk kali ini, perutnya terasa sangat sakit, entah jurus darimana laki-laki yang memukul Angkasa tadi, tetapi ini lebih sakit di banding orang yang memukul sebelumnya.

Angga berlari menghampiri Angkasa, "Lo gapapa?" Tanya Angga, Angkasa hanya diam, napasnya memberat, ia tak tau kenapa sampai sekarang perutnya masih terasa sakit akibat pukulan dari lawannya tadi.

"Angkasa jawab gue!! Lo gapapa?" Reynald dan Ardana juga langsung berlari menghampiri Angkasa, Angkasa masih diam sambil memegang perutnya.

"Kenapa? Sa, lo kenapa?" Tanya Reynald, untung saja saat ini sudah sepi, Brandal sudah melarikan diri entah kemana, mereka tak perduli, yang ada dipikiran mereka hanya satu, Keadaan Angkasa.

"Perut gue s-sakit banget, anjing!" Angga kelimpungan sendiri, Xavier menelpon ambulans lalu membopong tubuh Angkasa untuk duduk terlebih dahulu.

"Apa perlu gue hubungin Piona?" Tanya Angga, Reynald menjitak kepalanya Angga lalu mendelik.

"Gausah bego!"

~~~

Alya masih tak mau keluar dari dalam kamar, ia mengunci dirinya di dalam, terduduk di atas karpet tebal berbulu dengan tatapannya yang kosong, kedua matanya sembab.

"Kak Ardan kenapa?? Alya gak lakuin itu tapi kenapa Kak Ardana malah tuduh Alya.. Alya capek hiks, Alya mau putus tapi A-alya gak bisa!" Alya menenggelamkan kepalanya di kedua lipatan kakinya, ia sudah tak tau kemana jalannya hubungan ini, Alya hanya bisa pasrah dan membiarkan Ardana yang memberikan keputusan lebih lanjut.

Bukannya Alya tak sayang pada Ardana, ia sangar menyayangi Ardana! Namun keadaan yang memaksanya harus menjauh, sikap Ardana lah yang membuatnya lelah. Ardana, laki-laki labil, yang sifatnya berubah-ubah di setiap saatnya.

Cuek, perhatian, manis, galak. Alya bingung dengan sifat Ardana itu, disatu sisi Ardana bisa membuat Alya menjadi seorang wanita yang sangat bahagia di dunia, dan disisi lain Ardana juga bisa membuatnya patah hati.

Tbc.
Jangan lupa tinggalkan jejak guys !

ARDANA (END) Where stories live. Discover now