2. Titik awal

4K 493 180
                                    

Jangan berharap terlalu besar, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Happy Reading!

........


Mentari yang seharusnya muncul kini digantikan dengan mega yang nampak mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Tepat sekali. Beberapa detik setelahnya, hujan turun dengan derasnya langsung mengguyur Ibu kota Jakarta. Cuaca jadi lebih dingin dari biasanya.

Sosok gadis cantik masih tidur dengan nyaman, ia memakaikan selimut hingga sebatas dada guna mengurangi dingin yang mencekam.

Tok! Tok! Tok!

Suara bising hujan mampu meredam suara gedoran pintu bercat abu-abu itu, padahal suara gedoran itu sangat keras.

Tak mau berlama-lama, sosok laki-laki yang menggedor pintu dengan kerasnya segera membuka pintu dan melenggang masuk. Untung saja pintunya tidak dikunci oleh pemilik kamar.

Netranya menatap sekeliling. Mengabsen tiap sudut ruang. Sudah lama ia tidak lagi menginjakkan kaki di kamar ini.

Tyllo berjalan menuju jendela dan membuka gorden berwarna abu-abu itu sehingga angin sepoi masuk menembus kulitnya. Lalu tatapanya beralih pada sosok Stela yang masih tertidur dengan nyaman.

Perlahan ia mendekat pada Adiknya. Sesaat ia hanya melihat wajah damai dan polos Adiknya saat tertidur. Tyllo rindu saat-saat kebersamaannya dengan Stela. Dulu yang begitu akrab, kini begitu jauh. Bagai orang asing.

Ingin sekali ia membawa Stela dalam dekapannya dan membawanya dalam kebahagiaan yang tiada tara. Namun niat itu sirna kala mengingat apa yang telah Stela perbuat dulu. Ia kecewa, marah, sedih.

Dan parahnya ia lampiaskan semua rasa itu pada sang Adik. Hanya dengan cara mendiamkan dan berlagak acuh saja yang bisa dilakukannya sekarang.

Terlalu sulit baginya untuk menerima kenyataan pahit itu. Mau berlari dari kenyataan pun ia tidak bisa.

"Heh, bangun bego!" teriak Tyllo sambil menendang kaki Stela. "Udah siang lo gak mau sekolah?!"

Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya ia kembali membangunkan Adiknya. Ya meskipun dengan cara kasar.

Stela yang merasa tidurnya terusik, segera membuka matanya. Ia mengerjap menatap sosok paling dirindukannya kini berada di hadapannya.

Ini pasti mimpi, iya ini mimpi. Tolong siapapun jangan bangunkan dirinya. Jika ini mimpi lebih baik ia terus tertidur.

Tyllo menatap Stela tajam, "Ini bukan mimpi! Sana mandi terus berangkat sekolah! Biar gak bego sama ceroboh jadi anak."

Tyllo keluar dan menutup pintu kencang membuat Stela refleks memejamkan matanya, lalu tersenyum.

Ia memandang pintu itu lama. Ini bukan mimpi. Ini nyata. Ternyata Abangnya masih peduli padanya. Ah, rasanya ia senang sekali sekarang.

"Aku tau, Abang masih peduli dan sayang sama aku."

Ia melirik jam weker dan sontak matanya melebar. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lewat lima menit, ia langsung bergegas mandi. Tidak lama, hanya sepuluh menit saja.

Story StelaWhere stories live. Discover now