57. Berakhir mengenaskan

3K 190 103
                                    

Happy Reading!

.........

Selepas dipulangkan dari sekolah dan mendapati skors sepekan, kini ia memilih untuk menangkan hatinya di tempat ini.

Stela duduk seorang diri di taman kota dengan pandangan penuh kehampaan mengarah ke depan.

Lelah fisik maupun batin menyerangnya secara bersamaan kini, rasanya untuk tersenyum seperti hari lalu pun sudah tidak sanggup.

Helaan nafas kembali terdengar, sejenak Stela dapat merasakan ketenangan di tempat ini. Walaupun harus kembali dibuat gelisah dengan sepucuk kertas yang sedang ia genggam.

Surat itu yang tadi diberikan Pak kepala sekolah padanya dan harus ia serahkan pada orang tuanya. Entah apa jadinya nanti jika Ibu dan Ayahnya mengetahui perihal tadi.

Mungkin ia akan mendapatkan ... pukulan? Makian atau bahkan cacian?

Stela tertawa miris dalam hati. Kenapa juga dia harus takut jika semua itu saja sudah menjadi makanan sehari-harinya?

Kemudian gadis itu memasukan surat ke dalam tasnya dan bergegas untuk pulang.

>,<

"Kondisinya sudah lumayan membaik. Hanya memar di kepalanya saja dan nyeri-nyeri di tubuhnya mungkin akan terasa selama beberapa saat. Selebihnya tidak perlu dikhawatirkan, cukup kasih obat yang sudah saya resepkan."

Penjelasan tersebut membuat Ervin menghela nafas lega. Syukurlah Liana tidak mengalami luka parah.

"Terima kasih, Dok."

"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu."

Selepas kepergian Dokter tadi, Ervin bergegas menghampiri Liana yang masih setia terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Tapi sebelum itu ia sempat mengambil obat dulu di apotek rumah sakit.

"V-vin." Liana memanggil lirih.

"Kenapa, hm? Ada yang sakit?"

Tanpa sadar Liana tersenyum kecil. Ia suka sikap Ervin yang seperti ini. Ervin yang lembut dan penuh perhatian.

"Aku pengen minum."

Ervin mengangguk lantas ia menyodorkan gelas berisikan air putih pada bibir Liana dan membantunya minum setelah mengambil dari nakas samping brankar.

"Makan bubur dulu ya, Na? Habis itu minum obat."

Mengangguk lagi kini, ia berubah menjadi seekor kucing penurut. Lagi-lagi Ervin membantunya makan. Dia menyuapi Liana dengan penuh kehati-hatian.

Seketika hatinya menghangat melihat perlakuan Ervin padanya. Ah, apa ia harus seperti ini dulu supaya laki-laki itu perhatian padanya?

"Sekarang giliran minum obat," ujar Ervin memberitahu dan Liana mengangguk sambil tersenyum.

>,<

"Ya, saya Sinta Ibunya Stela. Ini siapa dan ada keperluan apa dengan saya?"

Kemudian suara dari sebrang telepon terdengar.

"Saya kepala sekolah di tempat anak Ibu menempuh pendidikan. Saya akan langsung ke intinya saja. Jadi begini..."

Dan kemudian Pak kepala sekolah menceritakan semuanya secara detail tanpa ada satupun masalah yang terlewat mengenai kejadian tadi di sekolah.

"Sebagai orang tua yang baik selalu mendidik anaknya menjadi baik bukan? Tapi di sini saya menyimpulkan, bahwa Ibu gagal dalam mendidik Stela."

Story StelaWhere stories live. Discover now